"tahanan 1201"
Seorang wanita yang duduk di pojok ruangan itu mendongak, secarik foto dalam genggamannya ia masukan kembali ke dalam saku baju.
"Tahanan 1201, seseorang ingin menemuimu" lagi, seorang opsir wanita memanggilnya.
Wanita dengan rambut terikat itu mengangguk singkat lantas bangkit, membawa langkahnya menghampiri sang opsir yang sudah membukakan pintu tahanan. Sebelum sampai, ia menoleh kesamping kirinya hanya untuk mendapati sebuah anggukan pasti dari teman satu selnya.
"Siapa?" Tanyanya setelah beberapa langkah berjalan di lorong. Gelengan sang opsir membuatnya menghela nafas berat.
Sudah 3 tahun ia berada di lapas, dan selama itu hanya ada satu orang yang selalu mengunjunginya di hari jum'at akhir bulan. Sementara itu sekarang baru saja memasuki bulan baru, bayangan wajah seseorang melintas di benaknya. Satu dari dua orang yang selalu ia pandang melalui secarik cetakan foto.
Sesampainya di depan pintu ruang kunjungan, ia tak lantas melangkah masuk kala pintu sudah di bukakan oleh sang opsir.
Terlihat dari balik sekat kaca ada seorang pemuda duduk dengan kepala menunduk. Rasa hancur kembali ia rasakan, kecewa pada diri sendiripun begitu meluap, ia tak siap menemui sekalipun dirinya begitu merindukan wajah itu.
"Ingat!, kalian memiliki batas waktu untuk bertemu" ujar sang opsir mengingatkan. Barulah wanita itu memberanikan diri melangkah, mendekat lantas duduk di kursi yang sudah tersedia.
Beberapa saat mereka membiarkan hening menguasai. Tak tau harus memulai percakapan seperti apa, pemuda itu juga masih menunduk, wajahnya yang terhalang topi membuat wanita itu tak bisa melihat wajahnya dengan jelas.
"B-bagaimana sekolahmu?" Akhirnya wanita itu memberanikan diri untuk memulai, ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan.
Namun begitu kepala pemuda itu mendongak dan melepas topinya, hatinya terasa di remat untuk ke sekian kalinya. Tidak pernah menyangka bahwa wajah itu akan menampakan diri padanya.
Meski ada kecewa karena bukan orang yang ia duga, tapi ini begitu mengejutkannya. Sosok yang telah amat lama tak bertemu dengannya sejak perpisahan dengan sang suami.
"Mama apa kabar?" Pemuda itu bertanya dengan intonasi yang lembut, senyumnya nampak dipaksakan namun tetap terlihat manis, binar matanya menunjukan dengan jelas sebuah kekecewaan.
"Jeno?"
"Iya. Ini aku, lee jeno"
Sungguh hanya sebuah kalimat pendek, namun itu sukses membuat air matanya menggenang di pelupuk mata. Ingin sekali ia menarik dan memeluk sang putra saat ini juga, mengecup setiap inci wajahnya, namun apa yang bisa ia lakukan selain menangis?
Pun dengan jeno, ia sudah tak kuasa menahan air matanya lagi. Pertahanan yang sudah ia susun dengan sekuat tenaga benar benar tak ada gunanya. Jeno paling tidak bisa melihat wanita yang amat ia cintai itu menangis, begitu menyayat hati.
"Maaf baru berkunjung sekarang, mama pasti kesepian di tempat ini kan?"
Wanita itu menggeleng kepalanya, ia mengusap kedua pipinya yang telah basah oleh air mata. Maniknya menatap penuh pada putra sulungnya, kemudian menyunggingkan senyum tipis.
"Jangan minta maaf, harusnya mama yang minta maaf karena gak becus jadi ibu yang baik. Harusnya kau tidak perlu repot repot datang kesini, akan lebih mudah bagiku jika kau membenciku" tuturnya dengan air mata yang masih turun deras membasahi pipi tirusnya "seperti adikmu" lanjutnya begitu lirih, bahkan nyari tak bersuara.
"Aku benci--sangat benci ketika seseorang harus dihukum atas kesalahan yang tidak dia perbuat. Aku sangat benci ketika dia diam saja meski jelas dirinya difitnah. Tapi lebih dari itu, aku membenci diriku sendiri, ma. Aku gak bisa berbuat apa apa dan hanya menonton dari layar kaca, aku benci gak bisa hadir di saat adikku sedang kacau kacaunya, aku benci diriku sendiri!!" Susah payah jeno mengucapkannya, ia sungguh berada dalam penyesalan.
"Tidak jeno. Wanita didepanmu ini tak sebaik itu, aku memang salah dan pantas mendapatkan ini--jadi benci aku mulai saat ini"
Mendengar itu kontan emosi jeno meluap, jeno gak suka mamanya mengucapkan itu, mamanya bukan wanita yang mudah menyerah, dan wanita dihadapannya kini tidak seperti mamanya. Jeno bersumpah untuk itu.
Namun seakan mampu membaca pikiran, kalimat terakhir sebelum beliau kembali kedalam sel membuat hati jeno sakit bukan main.
"Kau tidak mengenalku dengan baik, jeno. Kita sudah sangat lama berpisah, jangka waktu itu mampu mengubah drastis siapa saja. Jadi jangan terapkan diriku yang dulu dalam pikiranmu, aku sekarang sangat berbeda dari ekspektasimu. Pergilah--datang kemari hanya membuang waktumu dengan sia-sia"
***
Psychometric
Begitu gue nyebutnya. Sebuah kemampuan unik dimana gue bisa lihat masa lalu orang lain hanya dari benda yang gue sentuh, termasuk juga bersentuhan fisik secara langsung—benar, apapun yang bersentuhan dengan gue.
Kemampuan ini menurut gue aneh, tapi unik dalam waktu bersamaan. bahkan gue yakin orang orang di luar sana gak akan pernah menyangka kemampuan semacam ini ada, gue pun awalnya gak percaya. Tapi kenyataannya ada, dan gue—Lee Jaemin—bukti nyatanya.
Gue gak tahu kapan tepatnya kemampuan ini gue miliki, yang jelas ini bukan bawaan lahir. Gue juga gak tahu kenapa kemampuan ini bisa muncul di diri gue, yang jelas ini sedikit menganggu?
Benar ini cukup menganggu buat gue, bayangin aja lo nyentuh sesuatu tanpa sengaja dan secara tiba tiba lo lihat masa lalu dari yang lo sentuh itu? Iya kalau yang di lihatnya bagus bagus, enak itu. Lah ini masa lalu yang gue lihat selalu yang kelam kelam, dan gue muak.
Kemampuan ini ngerubah hidup gue hampir seluruhnya. Mulai dari pakaian saja, gue gak bisa memakai baju lengan pendek dengan leluasa lagi, gue benci apapun yang bisa memicu tersentuh kulit gue.
Sejak kemampuan ini muncul, gue selalu menahan diri buat gak melakukan kontak fisik dengan sembarang orang. Gue benci melihat masa lalu menyakitkan mereka, dan gue tahu setiap orang punya privasinya. Gue gak bisa seenak jidat lihat privasi mereka, bisa saja itu membuat mereka gak nyaman.
Itulah kenapa, sendiri adalah hal yang paling nyaman buat gue. Gue gak masalah gak punya banyak temen, karena itu lebih baik buat gue, dan buat mereka juga.
Gapapa, si winter aja udah lebih dari cukup. Biarpun cerewet gak ketulungan, gue rasa seperti ini lebih baik. Lagi pula winter gak buruk buruk amat.
Oh ya, winter ini salah satu orang setelah nyokap gue yang tahu kemampuan gue. Gue gak ngasih tahu, dianya aja yang nyari tahu sendiri, dan begitulah.
Harapan gue, suatu saat nanti kemampuan ini bisa berguna dan berhenti nyiksa gue. Gue cuma mau hidup dengan tenang, berhenti merasa takut dengan apa apa yang pernah gue lihat, karena jujur mental gue terguncang.
Do'ain aja semoga gue bisa waras sampai akhir.
– Lee jaemin
Tbc
NanaDdream
9 Juni 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Psychometric • Jaemin (ft. Jeno Winter)
FanfictionIni tentang Jaemin, seorang remaja SMA dengan keahlian khususnya yang di sebut psychometric. Dengan indra perabanya, dia bisa melihat masa lalu seseorang hanya dari sebuah kontak fisik langsung. Ini tentang usahanya dalam mencari kebenaran, mengguna...