23

371 48 2
                                    

"sebenarnya tadi tuh siapa? Itu apa? Bukan narkoba kan? Dek lo gak mungkin berani nyentuh barang haram itu kan?" Pertanyaan bertubi-tubi dari Jeno tak hentinya sepanjang mobil yang membawa mereka melaju membelah jalanan.

Jaemin jadi jengah sendiri karena jeno yang tak bisa diam, kakaknya itu terus saja melayangkan pertanyaan pertanyaan yang membuat kepalanya mendadak pening. Jaemin mendengus lalu melempar topi di sampingnya tepat pada wajah Jeno.

"Sial, malah di timpuk!" Umpat Jeno tak terima.

"Ya lo bisa diem gak?! Pusing gue dengernya" jaemin berucap ketus. Di situasi seperti ini rasanya Jaemin ingin membuang Jeno saja, setidaknya kalau gak bisa bergantian nyetir, ya cukup diam agar Jaemin bisa berkonsentrasi.

Yang kena marah malah menampilkan cengirannya, tapi setelahnya tak lagi ia tak lagi bertanya, biarlah ia simpan sejenak rasa penasarannya. Sekarang bukan waktunya, kalau ia terus terus menyerang sang adik dengan berbagai pertanyaan, lalu adiknya itu jadi gak fokus nyetir, terus kalau kecelakaan gimana?

Alis jeno berkerut samar ketika mobil yang membawanya berbelok ke arah kantor kejaksaan. Dia masih diam tak bertanya, dan hanya mengikuti waktu Jaemin menyuruhnya untuk turun setelah memarkirkan mobilnya.

Ah, Jeno baru ingat jika papanya berkerja disini—tidak, maksudnya papa mereka bekerja di sini. Jeno menggaruk keningnya dengan telunjuk sejurus dengan pandangan beralih pada jaemin di depannya. Tidak mungkin kan Jaemin kesini buat menemui papa mereka? Bukankah mereka belum berbaikan?

Eh? Memang siapa yang sedang marahan? Ah sudahlah, Jeno tidak ingin memikirkannya.

Keduanya pun berakhir memasuki sebuah ruangan yang di dalamnya sudah terdapat dua orang menanti. Kedua mata Jeno kontan membulat begitu mendapati sosok familiar tengah duduk di sana. Sosok itu juga nampak terkejut ketika menyadari keberadaannya.

"Paman Shindong?"

"O? Kok bisa—"

"Aku udah terlanjur ketahuan" Potong Jaemin dengan tenang seraya mendudukkan dirinya di samping Shindong, sementara jeno hanya bisa meringis, merasa canggung karena kini semua atensi terarah padanya.

Shindong pun mengangguk paham, setelah itu ia mempersilakan Jeno agar duduk di hadapannya, di samping pria yang tidak ia kenali.

"Oke langsung aja, mana?"

Terdengar decakan pelan dari Jaemin saat shindong langsung menagih apa yang dia mau. Yesung—pria yang duduk di samping jeno hanya bisa terkikik melihatnya, sudah menjadi tontonan yang biasa baginya melihat sikap tak sopan Jaemin pada shindong.

Shindong dan Jaemin itu memang akrab, kedekatan mereka bermula sejak kasus yang menimpa ibunda dari si kembar. Awalnya karena saat itu jaemin mendatangi shindong dalam keadaan marah, tak terima dengan hukuman yang di jatuhkan pada sang ibu, padahal dia sendiri tau, ibunya tidak bersalah.

Shindong yang merasa bersalah akhirnya menawarkan pada Jaemin untuk mengusut kasus ini lebih dalam, mencari bukti yang kuat untuk menyeret pelaku yang sebenarnya sudah Jaemin ketahui.

Sayangnya walaupun jaemin sudah tau siapa pelaku sebenarnya, jaemin gak bisa berbuat banyak karena tak ada bukti kuat yang mengarah pada pelaku yang ia lihat. Mengandalkan psycometric nya saja tak akan berguna, mereka mana percaya dengan hal seperti ini.

"Tanya dulu kek keadaan kita, gak liat apa babak belur begini" dengus Jaemin tapi tetap menyodorkan amplop coklat itu pada shindong.

"Oh iya bener, jadi gimana? Lawan berapa orang?"

Jaemin memutar bola matanya malas, orang tua ini kenapa tidak berguna sekali, pikirnya. Jeno sih cuma bisa ketawa pelan, dia tak akan seberani itu buat menimpali candaan Shindong, lagipula dia hanya sebatas kenal dengan pria berbadan gempal itu.

Psychometric • Jaemin (ft. Jeno Winter)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang