Semua terlihat terkendali, untukku. Saat membuka mata, aku sudah terbaring di ruangan persis seperti rumah sakit serba putih dengan ranjang satu orang yang sedikit gepeng.
Sekarang aku tahu, 'Mythic' menggunakan seluruh energiku yang tersisa sebagai puncak dan berefek tertidur beberapa saat. Entah berapa lama aku tertidur, tapi rasanya benar-benar tidak berenergi.
Aku bangkit duduk, mengusap dahiku yang dipenuhi keringat dingin. saat menatap ke luar jendela besar samping ruangan, hari sudah mulai siang dengan matahari yang terik. Saat itu pula pintu ruangan terbuka membuatku menoleh. Profesor Egatha masuk dengan senyuman cerah.
"Bagaimana keadaanmu?" tanyanya yang jelas-jelas sudah tahu jawaban ada di depannya.
"Lumayan," balasku singkat padahal badanku pegal-pegal.
Profesor Egatha mendekat pada jendela, menatap ke luar seakan menerawang sesuatu. Ia balik badan menatapku bersemangat, "Itu mengagumkan, Nona. Kau bisa menggunakan kekuatanmu meski terbatas dalam waktu satu hari. Awalnya, aku berniat menambah jam pelajaran mu agar tidak tertinggal dengan yang lain, tapi sepertinya itu tidak perlu. Kau pingsan selama kurang lebih ... lima jam."
Aku menatap datar, lama juga aku tertidur. Sebenarnya hanya satu yang kupikirkan, daripada orang lain, lebih baik diriku sendiri. Mungkin 'sedikit' egois tapi itu untuk bertahan hidup.
"Lalu, bagaimana dengan dia?" tanyaku seraya melakukan peregangan.
"Jangan khawatir. Dia baik-baik saja di ruang sebelah setelah diberi perawatan Profesor Alice."
Pernah terpikirkan olehku jika dunia ini benar-benar berbahaya. Akademi ini sama saja membuat semua muridnya menjadi musuh dengan adanya Everglori. Sepertinya mereka tidak menyadari hal itu, namun tidak masalah untukku.
"Kau mau kemana, Nona?" Profesor Egatha bertanya saat aku beranjak dari ranjang, meregangkan tubuh kembali sampai ku sadari pakaian yang melekat ditubuhku seperti pakaian rumah sakit sungguhan dengan warna tosca.
"Ke kelas," jawabku singkat melangkah ke arah seragam yang tergantung di dinding.
"Tidak ada yang ingin kau jelaskan lagi?" Langkahku terhenti saat Profesor melayangkan pertanyaan, terdiam sejenak.
"Sepertinya Anda sudah mengetahuinya," jawabku tanpa memandang ke arah Profesor, lantas melanjutkan langkahku dan memakai seragam kembali.
Terdengar tawa kecil dari Profesor tanpa ku tanggapi, "Kau melebihi dugaanku, Nona. Sangat menarik."
Aku menatap Profesor datar, sejujur-jujurnya aku membenci kata 'menarik'.
***
Fakta yang ku ketahui tentang kekuatan 'itu' ialah hanya bisa digunakan satu kali saja. Entah berapa durasi cool down kekuatan itu, namun aku sangat yakin tidak lebih dari satu hari.
Lorong sepi karena masih dalam jam pelajaran. Di beberapa kelas yang ku lewati juga kosong, mungkin mereka berada di jam pelajaran luar ruangan.
Sampainya di kelas, Profesor Terra menoleh ke arahku saat mengetuk pintu, lantas tersenyum dan bersedekap tangan.
"Siapa yang datang ini, murid yang menggemparkan seluruh akademi," ejek Profesor membuatku menatapnya tajam. Murid-murid lain menatapku dalam diam.
Aku menatap datar, "Bisakah saya masuk, Profesor?"
Profesor menatapku sekilas, lantas tersenyum dan mempersilakan untuk masuk ke kelasnya. Aku berjalan tenang menuju ke bangku, duduk dan langsung menopang dagu, menatap malas ke arah depan. Mereka masih saja menatapku, bahkan tatapan satu orang membuatku tertekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unstella : Antagonist Talent [END]
FantasyHal yang membuatmu ragu dalam melangkah, adalah dirimu sendiri. *** Aku mengalami kecelakaan disaat-saat terbaik. Menjadi seorang chef terkenal dan menghasilkan banyak uang dengan sampingan menjadi seorang penulis handal adalah impianku. Namun, semu...