CHAPTER XVIII

38K 6.7K 226
                                    

Leon menghela napas lega saat ia tepat waktu menangkap tubuh Stella sebelum jatuh sepenuhnya. Riana pula bernapas lega, mendekat dengan wajah khawatir.

"Dia tertidur, jangan khawatir." Meski begitu, Riana tetap khawatir. Dia menyentuh dahi Stella dengan hati-hati, cahaya hijau samar merambat hangat, membuat perlahan wajah pucat Stella hilang.

"Bagaimana dengan mereka?" tanya Leon membuat Riana tersenyum padanya, "Aku sudah menetralkan udara beberapa saat lalu, seharusnya mereka baik-baik saja sekarang."

"Syukurlah. Profesor akan datang bersama dewan akademi. Kejadian ini, pasti dibawa oleh salah satu dari tamu itu."

Riana menatap ke arah mobil, dia mengepalkan tangan, menunduk saat melihat kondisi Stella. Padahal, itu akan selalu terjadi saat Stella menggunakan 'Mythic' untuk mengakhiri semuanya.

Beberapa menit berlalu, Profesor Terra bersama dengan Profesor Yuren dan Profesor Alice, ditambah dengan dewan akademi muncul dengan teleportasi.

"Astaga, kacau sekali. Kalian tidak apa-apa?" Profesor Terra mendekat pada tiga muridnya. Riana yang mengangguk menjawab semuanya.

"Bawa Nona Stella kembali, kami akan mengurus mereka," ujar Profesor Alice. Leon mengangguk, mengangkat tubuh Stella. Riana berdiri menjajarkan langkahnya dengan Leon.

Profesor Terra menatap datar pada arah orang-orang yang kini tergeletak di tanah. Dewan akademi yang turut ikut serta membantu para tamu yang terlihat pucat keluar dari mobil.

"Profesor, kami menemukan sesuatu." Salah satu dewan akademi bicara dengan wajah tenang, dia adalah ketua Dewan Akademi generasi baru.

"Apa itu?" Tanya Profesor Alice, wajahnya sudah menunjukkan rasa tidak nyaman.

Ketua dewan memberikan sobekan kain dengan corak aneh pada Profesor Terra, membuat ia menatap murka.

"Mereka lagi," gumam Profesor Terra dengan wajah gelap.

"Dasar cecunguk itu masih saja mengangguk murid-murid ku! Awas saja," Profesor Yuren berseru dengan wajah merah padam, menghentakkan kaki dengan kesal.

"Siapa mereka? Anda tahu sesuatu?" Tanya Ketua Dewan membuat ketiga Profesor terdiam. Mereka terlihat ragu, namun beberapa saat setelahnya Profesor Alice tersenyum.

"Jangan khawatirkan apapun. Semua dalam kendali. Bantu teman-temanmu, Aiden."

***

"Ke ... kenapa kau memasang wajah seperti itu?"

Aura suram mengelilingi ruang perawatan dari seorang gadis yang terbaring dengan seluruh tubuh pegal-pegal. Dia menatap horor pada langit-langit ruangan, sedangkan di satu sisi Riana yang duduk di samping ranjang tersenyum cerah dengan bunga-bunga sembari hendak menyuapi makanan bubur encer.

"Yang Mulia, bilang a~"

'Minggat kek lu.' batin Stella dengan logat Indonesia. Dari awal dia membuka mata, sudah disambut oleh wajah Riana dengan mata sembab dan berair. Menanyakan ini dan itu sampai Stella merasa muak.

"Yang Mulia, ada yang sakit? Dimana? Tangan? Kaki? Punggung? Ah! Saya membawa makan siang, namun hanya bubur karena kata profesor Anda harus makan makanan yang lembut."

Dia memperlakukan orang yang tidur karena kehabisan energi sama dengan orang yang sakit hampir menuju tingkat sekarat. Stella bangkit duduk, menatap datar, "Aku punya satu permintaan."

Mata Riana berbinar, ia tersenyum lebar dengan efek bunga-bunga dan cahaya dibelakangnya, "Apa itu?" tanyanya semangat.

"Keluar dari sini."

The Unstella : Antagonist Talent [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang