CHAPTER XL

28.3K 5.3K 434
                                    

Layar transparan menampilkan wajah seorang pemimpin negeri. Tatapannya yang datar membuat satu orang yang berkomunikasi dengannya terdiam. Ya. Mereka Raja Vermilion bersama dengan Aiden.

Sebuah rahasia jika Aiden diperintahkan langsung untuk mengawasi sekaligus menjaga Stella selama berada di akademi. Raja Vermilion yang diam-diam memberikan perintah itu padanya yang sekaligus tunangan Stella.

"Cukup untuk hari ini. Kau boleh pergi, besok adalah hari yang akan menjadi kacau," ujar Raja Vermilion yang terdengar malas.

Aiden mengangguk, hendak mematikan alat komunikasi namun terhenti. Dia menatap Raja Vermilion dengan wajah tenang, "Maaf Yang Mulia, sebelumnya ada yang ingin saya tanyakan mengenai Putri."

Awalnya, respon Raja terlihat tak senang, namun ia mengangguk, mempersilakan Aiden untuk bicara.

"Apa yang terjadi pada Putri itu apakah benar? Dia kehilangan ingatannya." Tanya Aiden dengan hati-hati.

Raja Vermilion sekilas menaikkan satu alisnya, menatap datar pada Aiden di layar transparan. Beberapa detik keheningan terjadi, sampai Raja dengan yakin mengangguk, menatap kembali kertas di tangannya, "Aku sudah bilang dari awal bukan?"

Aiden terdiam, terhanyut dalam pikirannya. Mengetahui hal itu, Raja Vermilion sepenuhnya menatap Aiden.

"Kenapa? Dia tidak mengenalimu sebagai tunangan?"

Sejujurnya Raja Vermilion hendak mengejek. Dalam hati dia gembira karena putrinya melupakan tunangan yang sudah terjalin sejak kecil. Aiden sempat menatap tak senang, namun berdalih dengan pura-pura memperbaiki posisi kacamatanya, "Ya. Saya sempat terkejut saat Putri tidak mengenali saya waktu itu."

"Bukankah itu hal bagus untukmu? Sesuai dengan perjanjian bukan?"

Raja Vermilion dan Aiden sempat melakukan kesepakatan dimana Aiden harus mengawasi Stella di akademi dan sebagai gantinya, Aiden meminta pembatalan pertunangannya dengan Stella. Namun, itulah yang menjadi masalahnya sekarang. Aiden menjadi ragu, padahal awalnya ia sama sekali tidak peduli, menatap Stella hanya seperti pengganggu.

Keadaan berbalik, sempat Aiden menganggap hilang ingatan Stella adalah satu trik murahan, namun melihatnya berkembang begitu pesat membuatnya goyah.

"Yang Mulia, jika suatu saat saya berubah pikiran, apa Anda akan menyetujuinya?"

Ucapan Aiden membuat Raja Vermilion kembali terdiam sejenak, menimbang-nimbang.

"Mungkin. Jika anak itu menerimamu, aku akan menyetujuinya. Namun sepertinya itu akan sulit. Karena dia memiliki jalannya sendiri."

***

Siang harinya kami benar-benar mengejar waktu. Mobil tidak bisa memasuki kawasan titik keempat ini. Berada di sebuah daratan, tengah laut Evergreen. Kami harus melewatinya sebelum malam. Tidak ada sampan, ataupun kapal. Letak pulau itu berada di jarak dua kilometer.

Tiga titik tidak kami temukan celah apapun tentang keberadaan Sacra Arbor dan hanya titik pertama yang meninggalkan sebuah teka-teki. Titik pertama itu pula kami hanya membuang-buang waktu karena membantai para macam kumbang meski itu hal mudah.

Titik kedua mengarah pada rawa. Di dekat danau penuh lumut, kami harus melewati jalanan licin untuk menuju kedalam sebuah gua. Di sana pun hanya menemukan kelelawar raksasa dan lagi-lagi kami harus melawannya. Selain itu tidak ada lagi, keberadaan sinyal energi pasti karena adanya sekelompok kelelawar itu.

Titik ketiga kami berada di pemukiman warga yang sudah tidak berpenghuni. Malah muncul kaki melata dari bawah tanah berukuran sebesar rumah. Kami harus melawannya, lagi. Entah apa yang akan kami hadapi di pulau itu nanti. Setiap mengunjungi titik merah, selalu saja ada monster.

The Unstella : Antagonist Talent [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang