Suara hantaman nyaring dari kedua senjata terdengar menggema di tempat tak berpenghuni Padang Batu. Teriakan nyaring dari serangan antara ras bawah dan permukaan memekik telinga sampai membuat hati ngilu mendengarnya.
"Serang!"
Beberapa kali terpukul mundur, mereka tetap memiliki cara untuk maju. Tak sedikit orang-orang yang tergeletak bersimbah darah, tak bernyawa dengan anggota tubuh yang juga sudah tidak sempurna.
Pertempuran di bawah langit hitam yang beberapa kali menyambar kan petir besar, pasukan kekaisaran kalah jumlah. Murid-murid Evergreen bahkan merelakan diri untuk ikut bertarung mempertahankan Sacra Arbor.
"Reixa." Aiden melesat melewati beberapa ras Goblin dengan kecepatan melebihi cahaya. Muncul di belakang lima Goblin yang segera tertebas oleh pedangnya. Mereka hancur, melebur di udara menyisakan jejak sihir dan darah.
Beberapa Goblin berlari ke arahnya, mengangkat senjata tongkat berduri besi seraya mengerang nyaring. Tubuh Aiden ringan melompat ke udara, sekali ayunan pedang, lima sabit mana menyambar tubuh Goblin di bawah. Belum sepenuhnya Aiden menapak, dia menghilang, muncul menebasi Goblin yang ada di depannya.
Disisi lain, murid kelas di bawah B benar-benar kesulitan. Kekuatannya yang terbatas dan memiliki kapasitas lebih rendah dari kelas A dan B membuat semua itu mungkin mereka tidak bisa bertahan lama.
Layla melepaskan anak panah ke udara. Panah itu meledak menjadi serpihan kecil yang kemudian melesat ke bawah, menancap pada tubuh makhluk Goblin dan serigala. Napasnya tersengal dengan penampilan yang sudah berantakan tak karuan, tak sedikit goresan yang terlihat di wajah dan lengannya.
"Layla dibelakang mu!"
Sedikit lengah, dia tidak menyadari adanya serangan dari belakang. Belum sepenuhnya dia balik badan, satu Goblin sudah mengayunkan senjata kayunya, memukul keras tubuh Layla sampai ia terpental, terseret beberapa meter di tanah.
"Ugh..." Layla meringis nyeri di perut samping, berusaha bangkit, namun ras setengah serigala sudah melompat kearahnya.
Mata Layla refleks terpejam, siap menerima rasa sakit itu, atau mungkin kehilangan nyawanya. Kilatan cahaya muncul di belakang ras serigala itu, satu detik membentuk tebasan yang membagi dua tubuhnya. Cipratan darah mengenai wajah Layla. Dia membuka mata dengan terkejut.
"Jangan diam saja! Cepat berdiri!"
Seruan Mexis di tengah pertarungannya terdengar jelas. Layla sedikit meringis saat memaksa tubuhnya untuk berdiri. Ia kembali mengangkat busurnya, melesatkan anak panah yang tepat sasaran.
"Delicxa!" Leon tiba-tiba berseru di belakang Layla dan Mexis. Dia membantu. Gerakannya gesit, melewati dan menebas kelompok Goblin yang menyerang.
Mereka berkumpul saling membelakangi, Mexis dan Leon berlari ke dua arah yang berlawanan, Layla menjadi senjata di belakang mereka.
***
Mobil terus melaju sampai di area hutan pertama, Utara desa. Aku, Riana, dan Envy berlari menerobos pepohonan, melewati bangkai-bangkai macam kumbang yang sebelumnya kami bantai.
Di depan batu besar dengan tulisan kuno yang terukir jelas, kami memeriksa setiap sudut untuk menemukan sebuah celah.
"Mungkin saja prasasti itu adalah kunci. Tidak perlu pergi ke titik keempat yang belum pasti, kita bisa mencarinya lewat batu itu."
Telapak tanganku meraba setiap inchi permukaan batu. Riana dan Envy juga ikut memeriksa. Namun tidak ada apapun semacam tombol atau kode sandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unstella : Antagonist Talent [END]
FantasiHal yang membuatmu ragu dalam melangkah, adalah dirimu sendiri. *** Aku mengalami kecelakaan disaat-saat terbaik. Menjadi seorang chef terkenal dan menghasilkan banyak uang dengan sampingan menjadi seorang penulis handal adalah impianku. Namun, semu...