Bagian 2

97 78 22
                                    

Pelajaran telah dimulai sedari 2 jam lalu. Ayana begitu fokus mendengarkan materi yang diterangkan oleh sang dosen.

"Baiklah, anak-anak. Materi hari ini hanya sampai disini. Kalian boleh beristirahat. Selamat siang."

"Siang, Pak."

Ayana membereskan alat tulisnya ke dalam tas yang berada di pangkuannya.

"Kantin, Ay?" Haikal tiba-tiba datang menghampirinya. Entah, datang darimana pria itu.

Ayana mendongakkan kepalanya. "Kok, Haikal bisa disini?" tanyanya dengan bingung.

"Ehehe, gue buru-buru kesini buat ngajak lo ke kantin," ucap Haikal cengengesan.

Ayana tersenyum. Haikal, pria yang begitu baik. Dan, Ayana bersyukur dia adalah salah satu orang terdekatnya. "Makasih, Haikal."

"Sama-sama, Ay. Ayo!"

Keduanya berlalu keluar kelas Ayana. Sepanjang perjalanan menuju kantin, banyak sekali yang menatap ke arah mereka, lebih tepatnya ke arah Ayana.

"Eumm ... Haikal?"

Haikal yang tadinya menatap lurus, langsung menundukkan kepalanya, menatap gadis itu. "Iya, Ay?"

"Haikal gak malu berteman dengan gadis cacat kayak Ayana?" gumamnya lirih.

Secara tiba-tiba, Haikal menghentikan jalannya. Ia terdiam sebentar, sebelum berjongkok di depan Ayana. "Ay. gue gak pernah malu punya teman kaya lo. gue justru beruntung, karena bisa kenal sama gadis kuat kayak lo. Gadis istimewa yang selalu tersenyum dan ingin membuat orang lain bahagia. Gadis cantik yang selalu tegar dalam segala hal. lo itu bukan sesuatu yang memalukan, Ay. Tapi lo adalah sesuatu yang paling berharga untuk dijaga." Haikal berucap dengan begitu tulus, membuat Ayana tak bisa menahan tangisnya. "Ssttt, jangan nangis. Gue seneng bisa kenal sama lo. Jadi, lo juga jangan malu sama keadaan lo ini ya

Ayana mengangguk seraya menghapus pelan air mata yang mengaliri pipinya. "Iya. Makasih, Haikal."

Haikal mengangguk, tersenyum. "Sama-sama. Udah, sekarang kita ke kantin ya," ajaknya.

"Iya."

Haikal beranjak, lalu kembali mendorong kursi roda Ayana menuju kantin.

Ramai adalah satu kata yang menggambarkan suasana kantin. Begitu banyak mahasiswa-mahasiswi yang bolak-balik tak menentu.

"Itu ... bukannya bang Rendy, Ay?"

Ucapan Haikal membuat Ayana mengikuti arah pandang pria itu. Benar, disana, di meja bagian tengah terdapat abangnya yang sepertinya bersama teman-temannya.

Rendy yang merasa ada yang menatapnya langsung mencari pelakunya. Ternyata, adiknya lah yang sedari tadi terus menatapnya. "Dek! Sini!" teriakan pria itu tak membuat kericuhan kantin berakhir.

Ayana mengangguk dari jauh. "Kita ke meja Abang aja, Kal," ucapnya yang dibalas anggukan oleh Haikal. Keduanya lantas mendekati gerombolan Rendy berada.

Rendy sedikit menggeser kursinya untuk ruang kursi roda sang adik. Sedangkan Haikal, pria itu tanpa malu duduk di kursi yang kosong diantara teman-teman lainnya.

"Ehh Ayana kamu kemana aja?"

"Tatapan Rendy kembali terfokus pada adiknya. "Mau makan, Dek?" tanyanya lembut pada Ayana.

Ayana menggelengkan kepalanya. "Enggak, Bang. aku lagi gak pengen makan," tolaknya.

Rendy mengangguk. Dia tak akan memaksa. Lagi pula, Ayana memang jarang sekali makan makanan luar. Gadis itu lebih sering memasak makanannya dan masakan pembantu rumahnya.

Ayana tersenyum melihat candaan dari mereka. Seketika, ia teringat akan sesosok pria yang sudah lama pergi jauh darinya. Pria yang amat ia rindukan.

Mahesa ....

Haikal yang tadinya ikut tertawa bersama langsung terdiam, begitu menyadari perubahan wajah Ayana. Pasti gadis itu kembali teringat dengan Mahesa

***

Pagi ini, Ayana sedikit terlambat pergi ke kampus dikarenakan mobil Rendy yang mogok dan perlu dibawa ke bengkel. Untungnya, sang Abang dengan pengrtian meminta tolong kepada Jovan untuk mengantarnya..

"Makasih, Jovan." Ayana menatap pria yang kini memakai kemeja biru itu dengan tersenyum.

Jovan mengangguk. Tak lupa senyuman mempesonanya, ia pamerkan. "Sama-sama Ayana, kayak sama siapa aja. Kalau gitu, gue pergi dulu ya. Hari ini gue gak ada kelas."

"Iya, Hati-hati!" ucapnya sedikit berteriak saat mobil milik Jovan mulai melaju meninggalkannya.

Setelah mobil hitam itu menghilang dari pandangannya, ia mulai mendorong kursi rodanya menuju kelasnya dengan kedua tangannya. Sepanjang lorong banyak yang menyapanya dengan ramah yang dibalas tak kalah ramah olehnya.

"Eh, eh! Katanya bakalan ada murid baru lho!"

"Anak pindahan?"

"Kurang tau gue. Tapi, katanya sih dia pindahan dari luar negeri gitu. Pokoknya ganteng bangett!!"

"Aaaa gak sabar mau ketemu cogan!!!"

Ayana hanya menggelengkan kepalanya. Dia tak begitu peduli dengan berita seperti itu. "Hai, Kal!" sapanya pada pria yang tampak sibuk mencatat sesuatu.

Haikal mengalihkan pandangannya. "Oh! Hai, Ay," balasnya, sebelum kembali sibuk mencatat.

"Kam ---!"

Tet .... Tet ....

Sebelum Ayana menyelesaikan ucapannya, suara bel lebih dulu mendahuluinya. Semua mahasiswa langsung duduk anteng di kursi masing-masing.

"Selamat pagi."

"Selamat pagi, Pak."

"Hari ini, kita kedatangan murid baru. Silahkan masuk!"

Trak

Pulpen yang digenggam Anaya jatuh membuat gadis itu menunduk untuk memungutnya.

"Silahkan perkenalkan diri kamu."

"Hai, semua! Gue murid baru pindahan Canada. Nama gue Mahesa Abimana. Semoga kita bisa berteman baik."

Degh!

Ayana terdiam mendengar nama itu. Mahesa Abimana?

Dengan segera, ia mengangkat kembali wajahnya. Lalu, mengahadap ke depan, dimana seorang pria yang amat di rindukannya tengah berdiri dengan senyuman manis disana.

"Surprise buat lo, Ayana."

Bisikan dari sebelahnya membuat Ayana mengalihkan pandangannya kearah Haikal.

"Dia ...?"

Haikal terkekeh kecil melihat ekspresi sahabatnya yang begitu terkejut dengan kedatangan pria yang merupakan sahabat Ayana, sekaligus abangnya.

Ya, Mahesa Abimana adalah abang dari Haikal Abimana. Dia juga sahabat Ayana sedari kecil. Namun, saat Mahesa berusia 17 tahun. Dia harus pergi ke Canada, karena mendapatkan beasiswa disana.

Ayana terdiam tak percaya. Ia kembali menghadap ke depan. Tatapannya langsung bertemu dengan manik hitam yang sudah lama tak ia pandang. "Mahesa ..." lirihnya sembari tersenyum haru.

Di depan sana, Mahesa tersenyum manis. Akhirnya, ia kembali bertemu dengan perempuan itu. sahabat Perempuan kecilnya yang begitu ia rindukan. perempuan yang begitu ingin ia dekap dengan erat.

"Kita ketemu lagi ... Cantik."

***

KESEMPURNAAN CINTA - END√ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang