Bagian 19

27 19 18
                                    

"Tak perlu menjadi sempurna,
kamu hanya butuh tempat dimana kekuranganmu diterima."

Ayana Renjani

•••

Sesampainya di lapangan baseball, aku hanya diam. Tiba-tiba saja Vivi menghampiriku dan memberikanku sebotol air mineral.

"Nih, Ayana, minum dulu. Pasti kamu haus kan?" kata Vivi sambil memberikan botol air tersebut kepadaku.

"Makasih ya, Vivi," kataku sambil tersenyum ke arahnya.

"Iya, sama-sama," kata Vivi sambil duduk di sebelahku.

"Oh ya, Ayana, aku mau nanya deh sama kamu," tanya Vivi kepadaku.

"Iya, mau nanya apa?" kataku sambil tersenyum ke arahnya.

"Kalian dari kecil udah temenan ya?" tanya Vivi kepadaku sambil tersenyum.

"Ahh, iya. Kita emang udah temenan dari kecil. Cuma kalau untuk Mahesa, dia harus pergi dulu ke Kanada karena dapet beasiswa," jelasku kepada Vivi.

"Ohh gitu ya?" jawab Vivi.

"Jadi selama Mahesa di Kanada, Haikal tinggal sendiri, atau ikut ke Kanada juga?" tanya Vivi lagi.

"Haikal tetap di sini kok, kebetulan Mahesa udah punya rumah sendiri," jawabku sambil tersenyum ke arahnya.

Tak lama setelah itu, Mahesa datang, disusul oleh yang lainnya.

"Sayang..." panggil Mahesa.

"Iya, kenapa, Sa?" kataku sambil menoleh ke arah Mahesa.

"Yuk, pulang?" ajak Mahesa kepadaku.

"Emang udah selesai main baseball-nya?" tanyaku kepada Mahesa.

"Udah kok..." jawab Mahesa sambil tersenyum.

"BANG..." panggil Haikal sangat kencang.

"Apa sih, Kal? Berisik amat dah lo," kata Mahesa kepada Haikal.

"Minta duit," kata Haikal santai.

"Apaan dah lo, datang-datang langsung minta duit aja. Emang gue bapak lo?" kata Mahesa kepada Haikal.

"Ishh, pelit amat sama ade sendiri juga. Buruan, mana?" kata Haikal ngegas.

"Nih," kata Mahesa sambil menyerahkan black card kepada Haikal.

"Aku boleh titip sesuatu gak, Kal?" kataku kepada Haikal.

"Lo mau titip apa, Ay?" tanya Haikal kepadaku.

"Hmm, itu, Kal," kataku sedikit malu-malu.

"Iya, mau titip apa?" tanya Haikal lagi.

"Pembalut," jawabku dengan pelan.

"HAHHH, YANG BENER AJA KALI, AY. GUE COWOK, MASA BELI YANG GITUAN. MALU DONG," kata Haikal ngegas.

Karena Vivi ada di sebelahku, ia pun mendengar apa yang aku katakan kepada Haikal.

"Udah, yuk, Kal, pergi sama gue aja. Kebetulan gue juga butuh," kata Vivi kepada Haikal.

"Oh, yaudah, yuk," kata Haikal kepada Vivi.

"Oh ya, Vi, kalau bisa beli 5 dus aja ya," kata Mahesa kepada Vivi.

"Ya ampun, Sa, kenapa belinya banyak banget sih?" tanyaku kepada Mahesa.

"Gapapa, Sayang, buat stok di rumah," kata Mahesa santai.

"Oh ya, satu lagi. Sama jamu pereda nyeri juga, coklat, es krim, cemilan, pokoknya apa aja deh, terserah," kata Mahesa panjang lebar.

"Buset, lo mau buka supermarket, banyak amat perasaan yang di beli?" kata Haikal sedikit kaget.

"Bodo amat, suka-suka gue dong. Yang penting, cewek gue gak kesusahan," kata Mahesa santai.

"Mahesa, udah ya, itu kebanyakan. Aku cuma butuh pembalut doang kok," kataku kepada Mahesa.

"Gapapa, Sayang, aku tau kok. Cewek yang lagi kedatangan bulan tuh moodnya suka naik turun. Jadi kalau kamu lagi badmood, tinggal nyemil deh," kata Mahesa.

"Ya ampun, Ay, kamu beruntung banget punya Mahesa. Orangnya pengertian, peka lagi," kata Vivi kepadaku.

"Bukan peka sih, Vi, lebih tepatnya abang bucin," kata Haikal.

"Ihh, Mahesa tuh bukan bucin, tapi itu tandanya dia sayang banget sama Ayana," kata Vivi kepada Haikal.

"Ini kenapa jadi pada berantem sih? Udah, sana berangkat," kata Mahesa.

"Iya, bawel dah lu, Bang," kata Haikal.

"Yuk, Vi," ajak Haikal kepada Vivi.

"Yaudah, kita berdua pergi dulu ya," kata Vivi sambil berjalan menyusul Haikal.

"Mereka berdua cocok ya, Sa?" kataku kepada Mahesa.

"Iya sih, tapi nanti kasian Vivi-nya," kata Mahesa.

"Loh, kenapa gitu?" tanyaku kepada Mahesa.

"Nanti Vivi-nya frustasi kalau pacaran sama Haikal. Kan Haikal tengil banget anaknya," kata Mahesa lagi, sambil tertawa.

"Ihh, tapi jodoh kan gak ada yang tau," kataku kepada Mahesa.

"Iya, Sayang. I love you," kata Mahesa sambil mengusap rambutku.

"Kok, Tiba-tiba?" kataku sedikit heran.

"Ya, gapapa dong. Emang gak boleh?" tanya Mahesa.

"Iya, boleh kok. I love you too," kataku sambil tersenyum ke arah Mahesa.

"Ayana, boleh peluk kamu gak?" tanyaku kepada Mahesa.

"Hahh, apa, Aku gak denger?" kata Mahesa sambil menoleh ke arahku.

"Hmmm... gak jadi, lupain aja," kataku kepada Mahesa.

Bercanda, Sayang. Tiba-tiba saja Mahesa membawaku ke dalam pelukannya.

"Kalau mau peluk, peluk aja, Sayang. Jangan tanya, karena jawabannya udah pasti boleh," kata Mahesa sambil mengusap rambutku dan memelukku.

"Abang, Ayana, ini pesanan..." tiba-tiba saja Haikal menghentikan ucapannya.

"Upss, maaf, kita berdua datang di waktu yang kurang tepat," kata Vivi.

Aku pun langsung melepas pelukanku dari Mahesa.

"G-gapapa kok, Vi. Gimana, itu nya ada?" kataku dengan sedikit gugup.

"Ahh, iya, ada kok, Ay, di mobil. Kan beli 5 dus, hehehe," kata Vivi sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Iya, tunggu bentar, biar gue ambilin," kata Haikal sambil berjalan ke arah mobil, namun langkahnya ditahan oleh Mahesa.

"Tunggu, bareng sama gue aja, Kal," kata Mahesa sambil berjalan ke arah Haikal.

"Oh, yaudah, ayo," ajak Haikal kepada Mahesa.

Mahesa dan Haikal pun berjalan beriringan.

"Lo datengnya kecepetan, Kal," bisik Mahesa.

"Kok jadi gue?" kata Haikal binggung.

"Jadi peluk Ayana nya cuma bentar. Kan, aghh," kata Mahesa kesal.

"Bang, lo bucin gak tau tempat, goblog," kata Haikal kesal.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KESEMPURNAAN CINTA - END√ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang