Bab 2

3.1K 156 3
                                    

Hari ini Hanna dan Davin akan mengunjungi kediaman Liliana dan Damaresh. Kedua orang tua Davin.

Dengan membawa bolu pisang pesanan mertuanya, Hanna duduk disamping kemudi. Ia saat ini tampil cantik dengan balutan celana bahan hitam dan Hoddie abu serta kerudung pasmina hitam. Cukup simpel dan terkesan santai. Style anak muda sekali.

Bukan bermaksud tidak sopan, tapi memang begitulah pakaian keseharian Hanna. Mertuanya juga tidak mempermasalahkan hal tersebut.

Mereka faham jika Hanna masih sangat muda, jiwa milenialnya juga pasti sangat tinggi. So, selagi yang dipakai Hanna ini masih terlihat sopan kenapa tidak.

" Mas, udah kabarin mama sama papa kan? " tanya Hanna.

Davin mengangguk ia tetap fokus pada kemudinya meskipun sebelah tangannya selalu setia menggenggam telapak tangan istrinya. Seperti akan menyebrang jalan saja. Fikir Hanna.

" Kapan kamu resign dari kantor? " Davin tiba-tiba bertanya.

Hanna menoleh. Huuh, pembahasan ini lagi. " Nanti mas, nunggu kontrak kerjanya selesai dulu. Cuma beberapa bulan lagi kok. Sabar ya ". Ucapnya lembut.

Hanna Faham. Davin ingin ia berada dirumah saja dan menunggu dirinya pulang. Keiinginan umum para suami memang.

Tapi ia juga tak bisa seenaknya. Masa kerjanya hanya tinggal beberapa bulan saja. Mungkin sekitar tiga atau empat bulanan lagi.

Davin menghela napasnya gusar. Ia sebenarnya bukan bermaksud untuk menjadi suami otoriter yang mengharuskan istrinya leha-leha dirumah tanpa kegiatan berarti.

Hanya saja, ia merasa mampu membiayai kehidupan sehari-hari mereka, bahkan mungkin lebih. Alasan lainnya karena ia tak ingin berdosa dengan membiarkan istrinya bekerja seharian tanpa mengurus kebutuhan rumah tangga atau mengurus suaminya. Memang Hanna bukan type seperti itu, meskipun sibuk, ia masih mampu melakukan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga.

Selain alasan itu, sebenarnya ia juga tak ingin istrinya ini selalu diperhatikan kaum adam setiap berada diluar rumah.

Hey, suami mana yang senang melihat istrinya dilihat lawan jenis dengan tidak wajar?.

Davin, tentu saja ia tak sudi. Miliknya hanya bisa dilihat olehnya seorang diri. Tak boleh dilihat orang lain.

" Sudah sampai ". Ucap Davin pelan tanpa menoleh pada istrinya.

Hanna hanya mampu menghela napasnya pelan. Selalu seperti ini jika membahas tentang pekerjaan. Akhir-akhirnya Davin pasti ngambek dan ia wajib membujuknya.

Meski suasana hatinya sedikit kurang baik, Davin tetap memperlakukan istrinya seperti biasa. Ia membukakan pintu mobil dan menuntun istrinya untuk keluar.

Lalu, pria itu juga membuka pintu penumpang dan mengambil bawaan mereka.

" Ayo ". Ucapnya dengan menggandeng tangan munggil Hanna.

Wanita itu tersenyum manis. Ah, suaminya ini memang idaman sekali. Meski ngambek tapi tetap sweet. Hanna sangat menyukainya.

" Assalamualaikum " ucap mereka bersamaan.

" Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatu. Waah Hanna ayo-ayo masuk ". Ucap seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah mama Ana.

Hanna tersenyum dan menyalimi ibu mertuanya. " Mama apa kabar? ".

" Baik dong. Selalu baik. Kamu kok jarang main kesini sih. Mama kan kangen " wanita paruh baya itu mengerucutkan bibirnya.

" Ck, mama gak imut manyun-manyun begitu. Udah mau punya cucu juga ". Dvin berdecak.

Perfect Parents: Hanna's Family ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang