Bab 1

5.3K 208 3
                                    


قَبِلْتُ نِکَاحَهَا وَ تَزْوِيْجَهَا عَلَي الْمَهْرِ الْمَذْکُوْرِ وَ رَِضِْیتُ بِهِ وَ اللهُ وَلِيُّ التَّوْفِیْقِ

" Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi, Wallahu Waliyut Taufiq."

Artinya: "Aku terima nikahnya dan kawinnya dengan mahar yang telah disebutkan, dan aku rela dengan hal itu. Dan semoga Allah selalu memberikan anugerah."

__

Setelah acara ijab kabul dan resepsi pernikahannya dua bulan yang lalu, kini pasangan muda Davino Alfathih dan Hanna Ardita tengah diliputi kebahagiaan.

Bagaimana tidak, di ulang tahunnya yang ke dua puluh tujuh tahun ini, tiba-tiba Davin mendapat kejutan dari istrinya berupa alat tes kehamilan dengan dua garis merah tertera diatasnya.

Rasa haru dan bahagia dirasakan lelaki yang hampir menginjak kepala tiga itu. Ia tak segan memeluk istrinya dan menciumi habis wajah cantik wanita yang akan merangkap menjadi calon ibu tersebut.

" Mas, udah dong. Aku geli nih kamu ciumin terus " tawa Hanna mereda. Ia mengusap pelan air mata yang turun di pipi suaminya.

Davin menghentikan aksinya. Ia memegang tangan sang istri yang masih setia mengusap air matanya. " Saya bahagia. Allah memberikan kepercayaan kepada kita untuk menjaga dan memiliki buah hati secepat ini. Rasanya baru kemarin kita berkenalan tanpa sengaja, lalu sekarang, bahkan kita sudah akan memiliki anak. Terimakasih, Sayang ". Pria itu mengecup pelan dahi istrinya.

Hanna tak bisa lagi menahan senyumnya. Ia juga bahagia, sangat. Melihat suaminya yang sampai meneteskan air mata, rasanya kebahagian itu tak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata.

Ia sangan bersyukur. Memiliki suami yang pengertian dan sangat menyayanginya seperti Davin adalah hal yang paling ia syukuri.

Rasanya, Allah begitu sangat menyayanginya. Dulu, ia sempat berfikir jika Allah tidak adil terhadapnya. Memberikan masalah bertubi-tubi, dari keadaan ekonomi keluarganya yang tidak stabil bahkan bisa dibilang serba kekurangan, apa lagi saat itu ia masih duduk dibangku SMA. Ingin melanjutkan kuliah saja harus mempertimbangkan dengan matang-matang.

Ia bukan orang berada. Hidupnya serba pas-pasan. Tapi ia masih tetap bersyukur karena diberikan kehidupan yang layak.

Orang tuanya sudah berusia setenga abad lebih. Dan itu bukan usia produktif untuk bekerja. Saudaranya banyak, Hanna memiliki enam orang kakak, dan satunya sudah meninggal akibat penyakit paru. Adiknya hanya satu, ia berbeda dua tahun dengannya.

Saudara Hanna kebanyakan laki-laki. Ia hanya memiliki satu kakak perempuan.

Semua saudara laki-laki Hanna tidak bisa diandalkan. Boro-boro bisa memperbaiki keadaan ekonomi keluarga, untuk membiayai hidup masing-masingnya saja kadang masih meminta pada orang tua.

Beruntung kakak perempuannya dulu bisa sedikit membantu. Dia hanya lulusan SMP, hampir seluruh kakak Hanna memiliki status pendidikan yang sama. Lagi-lagi karena kondisi ekonomi.

Kakak perempuan Hanna dulu bekerja menjadi ART dan pernah menjadi waiters. Maklum, dengan bermodalkan izajah SMP saja tidak memungkinkan untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik.

Syukur-syukur kalau bisa keterima menjadi pelayan resto atau buruh pabrik. Istilah kasarnya, Jadi kacung saja sudah alhamdulilah daripada tidak mendapat pekerjaan sama sekali.

Sekarang kakak perempuan Hanna sudah menikah, dia memiliki dua orang anak. Alhamdulillahnya, ia mendapat suami yang baik. Pekerjaannya tetap. Walaupun ya, dia seorang karyawan pabrik. Tapi, gajinya bisa mencukupi kebutuhan keluarga.

Hanna sendiri, setelah lulus SMA ia melanjutkan kejenjang perkuliahan, mengambil prodi Administrasi publik. Itupun ia masuk dengan mengikuti program pemerintah berupa beasiswa KIP kuliah.

Jika tidak ada itu, entahlah, mungkin Hanna juga akan menjadi buruh pabrik seperti kebanyakan teman sekolahnya dulu.

Hanna bekuliah di salah satu universitas swasta di kota Bogor. Cukup terkenal. Dia yang berasal dari kota Sukabumi memilih kost bersama teman satu sekolahnya yang juga berkuliah disana.

Suka duka telah Hanna rasakan selama empat tahun masa pendidikannya. Kalian yang seorang anak kost pasti mengetahui bagaimana kehidupan Hanna yang jauh dari orang tua.

Harus mengatur keuangan lah, menjaga pergaulan lah, adaptasi dengan lingkungan baru lah, belum lagi kadang kita bertemu dengan tetangga kost atau teman kampus yang resek bin nyebelin nya naudzubillah.

Setelah empat tahun pendidikan, akhirnya Hanna lulus dan diwisuda tepat waktu. Lalu, setelah lulus, ia ditawari bekerja di perusahaan tempatnya magang dulu. Menjadi Admin perusahaan dengan dikontrak selama lima tahun.

Dan disana lah ia bertemu dengan Davin. Berkenalan dan menjalani masa pendekatan selama kurang lebih dua bulan lalu akhirnya menikah dan sekarang akan memiliki anak.

" Sayang ".

Suara Davin membuyarkan lamunan Hanna tentang masa-masa sulitnya.

" Ya? ".

" Kenapa melamun? ". Davin mengusap bahu istrinya lembut.

Hanna tersenyum dan menggeleng. Entahlah, mengenang kembali masa-masa perjuangannya dulu itu cukup menyenangkan bagi Hanna. Ia juga cukup mengambil hikmah dan pembelajaran dari masa lalunya itu. " Enggak, aku cuma mengenang pertemuan pertama kita aja ".

Davin hanya tersenyum untuk menanggapi. Ia lantas membawa istrinya itu untuk duduk di sofa dekat tempat tidur.

" Besok kita kerumah mama ya, kasih tau mereka tentang kabar gembira ini " ucap Davin sambil merangkul istrinya.

" Iya, aku mau sekalian kasih mama kue kesukaannya juga. Katanya kemarin lagi pengen tapi aku-nya lagi dikantor ". Hanna mengingat percakapan dengan ibu mertuanya kemarin.

Liliana atau Ana itu menelpon menantunya kemarin siang. Entah mengapa tiba-tiba ia ingin memakan bolu pisang buatan menantunya itu.

" Lho, kok kamu gak kasih tau saya. Kalo mama pengen bolu pisang kan, saya bisa beliin di toko kue "

" Aku lupa mas. Lagian mama pengennya bolu buatan aku. Gak papa deh, nanti aku bikinin aja ". Hanna bangkit dari duduknya.

" Kamu mau kemana? " tanya Davin heran.

" Ke Supermarket. Mau beli bahan-bahan kue ".

Davin spontan bangkit dari duduknya. " Saya ikut ".

" Lho, mau ngapain?. Supermarketnya kan deket, jalan kaki aja udah sampe, mas ". Protes Hanna.

Davin menggeleng " Pokonya saya ikut. Kamu lagi hamil muda, gak baik jalan sendiri. Apalagi nanti bawa belanjaan. Kamu ga boleh bawa yang berat-berat ".

Hanna hanya mampu menghela napasnya. Beginilah Davin, selalu overprotektif terhadapnya. Tapi itulah yang membuat Hanna sangat mencintai lelaki itu.

Dengan keprotektif-an Davin tersebut, Hanna jadi merasa sangat disayangi dan dijaga.

Setelah perdebatan alot dan cukup membuang waktu, akhirnya Hanna memperbolehkan suaminya untuk ikut ke Supermarket. Tapi, jangan kira Davin tidak akan melakukan siasatnya dengan maksimal, setelah mendapat izin tadi, Pria itu segera berganti pakaian dan memanaskan mobilnya.

Jangan tanya Hanna, ia tentu saja menolak. Jarak tiga ratus meter dari rumahnya ke Supermarket tentu bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Lalu, untuk apa membawa mobil?.

Perdebatan kembali terjadi. Davin keukeuh ingin membawa mobil dengan alasan takut belanjaannya terlalu banyak dan sulit dibawa jika berjalan kaki.

Hanna lagi-lagi hanya bisa mengalah dan mengiyakan keinginan suami protektifnya. Mau bagaimana lagi.

Sukabumi
4 Februari 2022

Perfect Parents: Hanna's Family ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang