Happy reading!!!
*****
Bagian sembilan
Pukul 14.36 tertera dalam layar ponsel Salma setelah perempuan itu membukanya memang untuk melihat jam berapa sekarang.
Setelah melakukan visit ke beberapa ruangan, Salma akhirnya bisa beristirahat sejenak untuk sekedar membeli kopi dengan sebuah kudapan yang manis, mungkin.
Salma pergi ke kafetaria sendirian, memesan kopi dinginnya dengan beberapa kue untuk mengganjal perutnya. Dia tidak berminat untuk makan, makanan berat siang ini. Salma sedang ingin makanan yang manis dengan minuman yang dia sukai.
"Hai Sal" sapa seseorang yang langsung duduk di hapadapan Salma yang sedang menikmati makanannya. Lia, sahabatnya.
Salma mengangguk dan terus menikmati makanannya, tanpa menghiraukan wajah keruh yang di bawa oleh sahabatnya itu.
"Sebel gue, masa gue di utus buat ikut tim medis yang buat lomba atlet itu, gue kan nggak mau pasti panas!" Ujar Lia dengan nada merajuknya.
Ah! Salma sekarang tahu alasan di balik wajah keruh sahabatnya itu, bukan masalah dia harus turun lapangan dan menjadi kepanasan atau hal lainnya. Sepertinya ada sebuah alasan yang di pastikan di sebabkan oleh sepupunya yang membuat sahabatnya Lia enggan untuk ikut tim itu.
"Yakin, cuma panas aja?" Tanya Salma cuek, tapi berhasil membuat Lia mengerucutkan bibirnya kesal.
"Ah nggak asik lo!" Ujar Lia tambah kesal dan mengaduk minumannya asal, dan Salma terkekeh melihat itu.
Setelah keheningan menyita mereka beberapa menit, Salma di kejutkan dengan pertanyaan Lia dan membuat dia tersedak kopinya.
"Kaget bener, padahal cuma tanya gimana lo sama pak Arman ganteng itu" walaupun berkata seperti itu, Lia tetap beralih duduk dan menepuk pelan pundak Salma.
Salma menatap sengit pada Lia, karena sudah menanyakan hal sensitif bagi Salma. Hal sensitif yang untuk saat ini jika bersangkutan dengan nama pak Arman dan Awan.
"Sorry, nggak papa?" Tanya Lia setelah Salma selesai dengan tersedaknya.
Jika boleh tahu saja, akhir-akhir ini Arman sering sekali melakukan chat pribadi pada Salma yang membuat Salma agak risih sebenernya, Salma tahu laki-laki itu sedang melakukan pendektan dengannya.
Sayangnya Salma masih enggan untuk membuka kembali dulu hatinya, bukan karena Awan bukan juga karena laki-laki lain. Tapi dia memang belum mau, dan cuma hati dan tuhan yang lebih tahu jelas alasannya.
"Lo ikut tim gue ke lapangan juga nggak?" Tanya Lia setelah keadaan membaik.
Salma mengerutkan dahinya bingung, dia belum sempat mencari tahu dan belum ada yang ngasih tahu juga jika dia juga di utus ke tim medis untuk lomba atletik yang akan di gelar beberapa pekan lagi.
"Nggak tahu, coba gue cek grup dulu" setelah itu, Salma membuka ponselnya.
Ada yang lebih menarik ternyata dari pesan di grup chat, ada dua pesan dengan nama yang berbeda. Yang paling atas dan bawahnya sama-sama mengajak untuk pulang bareng di lihat dari pop up yang tertera.
Ada rasa gugup untuk membua kedua chat itu.Salma putuskan untuk tidak membukanya lalu dia membuka grup chat yang ternyata memang ada info tentang dia juga di ikut sertakan ke dalam tim medis yang tadi di bahas oleh Lia.
Mengabaikan dua pesan dari pak Arman dan Awan, dia menyesap dahulu kopi dinginnya agar menetralkan degup jantungnya juga yang tiba-tiba berdetak lebih aktif dari biasanya.
"Gimana Sal?" Tanya Lia lagi, penasaran.
"Ikutan juga gue, padahal gue juga lagi sibuk sama kelas gue lagi" dumel Salma.
"Sabar" ujar Lia membuat Salma mendengkus kasar
Memang Salma sedang mengantisipasi tentang kerja tim yang harus pergi ke lapangan, karena pasti lelahnya juga akan lebih terasa.
Setelah menghabiskan makanannya, mereka berdua keluar dari kafetaria dan berjalan menuju ruangan mereka dulu sebelum lanjut bekerja lagi.
Di saat akan memasuki lift Salma dan Lia di buat terkejut oleh dua orang yang mengisi lebih dulu lift itu.
Salam yang lebih merasa terkejut, dia masuk dengan di seret lengannya oleh Lia.
Di dalam lift itu, kini hanya mereka berempat dan belum ada yang memecahkan kesunyian di dalam lift itu.
"Hai mbak"
"Selamat siang Salma"
Wah! merinding juga Lia mendengar dua orang itu menyapa Salma dengan barengnya. Ya, walaupun beda dengan kalimatnya.
Salma yang di sapa barengan oleh dua orang itu hanya tersenyum kikuk saja, dia hanya menganggukkan kepalanya lalu tersenyum sebisanya.
Kenapa juga dua orang yang sedang sensitif untuk berdekatan dan di gibahin oleh Salma ada di satu tempat yang sama dan kenapa Salma harus terjebak dengan dua orang itu.
Ada Awan dengan setelah khas anak kuliahannya tanpa kamera, dan ada Arman dengan setelah rapi kemeja yang di balut oleh jas mahalnya.
"Buka chat gue mbak"
"Tolong buka chat dari saya"
Barenga lagi kawan! Pusing sudah Salma dengan keadaan seperti ini. Lia bukannya membantu, malah fokus memojokan diri di dalam lift itu dengan memainkan ponselnya tanpa menghiraukan cinta segitiga itu secara live.
"Maaf sebelumnya, saya belum sempat buka hp saya" ujar Salma dengan kecanggungan yang semakin terasa saja.
Bisa di lihat setelah itu Awan dan Arman saling pandang dan saling menilai dari atas sampai bawah dengan pandangan yang cukup tajam.
Hawa panas mulai menguar, hawa permusuhan terasa lebih mencekik. Rasanya Salma ingin tenggelam saja dengan keadaan seperti ini.
Melihat bagaimana tatapan angkuh, sombong, serta delikan mata yang tajam bercampur aduk dalam tatapan sengit yang sedang Awan dan Arman lakukan.
Oh tuhan, kenapa harus jadi seperti ini! Jerit batin Salma.
*****
Haiii💚💜
Jangan lupa buat vote, comment, dan share juga cerita ini♥️
Maaf ya kalau feel nya kurang dan banyak typonya😊
Pak Arman with Dek Awan
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Love
Historia CortaSalma adalah seorang Dokter yang baru saja lulus dan sedang melanjutkan ke tahap spesialisnya, yang menerapkan bahwa hidupnya selalu monoton setelah di tinggal oleh gebetan sekaligus teman kecilnya saat dia ada di masa 'cinta itu segalanya' Tak lama...