20. Akhir

58 5 2
                                    

Satu tahun kemudian

"Salma, tunangan lo bawain makan siang menjelang sore nih"

Suara Lia, salah satu teman dokter dan sahabat dekatnya itu membuat Salma kaget dan juga malu. Kaget karena suaranya yang cukup nyaring dan malu akan kalimat yang di ucapkan oleh temannya itu.

Salma yang sedang istirahat bersama para dokter dan para perawat menjadi salah tingkah dan semakin malu saat tak berdosanya Lia duduk dengan antengnya dan membuka bungkusan yang dia bawa, yang katanya dari tunangan Salma.

Salma menerima tatapan menggoda dari beberapa rekan kerjanya itu, saat Salma melihat kondisi sekitarnya.

Meringis malu, rasanya Salma ingin menoyor kepala Lia yang sekarang sedang memakan sushi dengan nikmatnya. Karena Lia adalah orang yang cuek terhadap sekitar dan juga cukup di segani di rumah sakit ini jadi tak banyak orang yang menegurnya, karena dia adalah keponakan dari pemilik rumah sakit ini.

"Ah lupa! Kata laki lo dia mau jemput, dia tunggu di kafetaria di sini nanti"

Lagi, ucapan Lia terdengar nyaring di ruangan yang banyak penghuninya itu. Tak ada yang berani untuk bersuara lebih dulu saat Lia sudah ada di ruangan itu. Salma merasa canggung akan keadaan ini, dari yang tadi sebelum Lia masuk mereka masih bercerita dan saling mengobrol tiba-tiba senyap seperti ini rasanya cukup tidak mengenakan, apalagi karena temannya ini.

Salma menyenggol bahu Lia untuk mengatakan satu atau dua patah kata agar keadaan kembali mencair. Lia melirik dengan tatapan bosannya. Lia cuek akan sekitar tapi nyatanya dia lebih peka dengan sekitarnya, tapi dia lebih baik diam jika itu bukan hal penting sekali.

"Yang mau istirahat, makan, minum, atau ngegosip silakan aja. Anggap aja gue sama kaya kalian, kan emang kaya gitu juga nyatanya. Santai aja"

Kalimat yang cukup panjang dari Lia untuk orang yang bukan terdekatnya itu membuat beberapa pasang mata yang ada di sana menarik nafas mereka dengan lega. Salma tersenyum, dan mengusap lembut rambut Lia atas kode sengggol bahunya.

"Thank's, udah di bawain. Lupa gue kalau setiap jam seginian suka ada kurir makanan buat gue" ujar Salma sembari menyuap sushinya, makanan khas jepang kesukaannya.

Terlihat Lia mengangguk, dia juga sama menikmati makanan gratisannya yang hampir setiap hari dia dapatkan dari tunangan sahabatnya ini. Ah, mengingat kisah mereka bisa sampai di titik tunangan membuat Lia ikut terharu akan sahabatnya ini. Dia dan satu lagi sahabat mereka tahu bagaimana sedih, bahagia, dan galaunya Salma saat tahu perjalanan cinta Salma.

Sehabis makan siang menjelang sore itu, Salma dan beberapa rekan kerjanya melakukan visit kembali ke beberapa ruangan pasien.

Melihat jam di pergelangan tangannya, Salma tak sadar ternyata dia sudah berada di jam pulangnya. Dia terlalu menikmati pekerjaannya ini, dia bersyukur bisa bekerja sembari mengenyam pendidikan lagi dengan hati yang lega tanpa ada beban. Apalagi dia mulai paham akan sebuah perjalanan hidupnya, dia mulai bersyukur atas berkah dari tuhan akan dirinya ini.

Dulu dia terlalu berpatok akan kesakitan hatinya tanpa memperdulikan sekitar dan juga dia tak terlalu memperdulikan takdir tuhannya. Bahwa setelah kepedihan akan datang sebuah kebhagiaan, kuncinya adalah sebuah sabar dan ikhlas. Dan Salma melupakan hal itu.

Satu tahun belakangan ini Salma merasa menjadi pribadi yang lebih baik setelah dia bisa berteman baik dengan sakit hatinya, dia mampu ikhlas dengan sagala hal yang sudah terjadi di masa lalu dan membuat hatinya tenang sekaligus lega.

Salma hampir berlari saat dia sudah mendapat sebuah pesan yang mengatakan ada seorang yang menunggunya di kafetaria rumah sakit ini. Rasanya jantungnya berdegup terlalu kencang, seperti akan  kembali merasakan cinta pertamamu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hi, Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang