Yuk oleng sama saya, saya nggak kaya si bocah si tukang php kok😂
Happy reading all❤
Bagian delapan belas
Angin berhembus dengan pelan menerbangkan helai-helai rambut milik seseorang yang sedang duduk di taman Rumah sakit, menyaksikan langit yang berwarna kemerahan, menunggu matahari terbenam dan menunggu langit berubah gelap.
Menghela nafas yang terdengar berat, seseorang itu adalah Salma. Pikirannya sedang ramai dan membuatnya pusing, memikirkan tentang studinya, tentang omongan keluarga besarnya, lalu yang terakhir tentang kisah percintaannya.
Menikmati sore di taman Rumah sakit, Salma merenungkan kejadian-kejadian yang dia lalui dalam hidupnya. Semakin dewasa semakin takut untuk melangkah jauh dari zona nyaman kita, namun tidak baik juga jika kita terus berada di situasi nyaman, karena perihal nyaman adalah jebakan.
Ini tentang keluarga besar Salma dari pihak Ayah yang sering mengingatkan atau lebih tepatnya memaksa Salma menikah atau di jodohkan daripada Salma yang harus melanjutkan studinya. Katanya umur Salma sudah cukup untuk menikah dan mempunyai anak. Salma rasanya ingin menjerit di hadapan saudara-saudaranya bahwa umur dia baru saja akan menginjak dua lima dan dia bukan seseorang yang ngebet pengen nikah, dan juga kakaknya pun belum menikah padahal kan lebih tuaan kakaknya, kenapa bukan dia saja yang di paksa daripada harus Salma yang masih ingin bebas dan belum ingin terikat oleh hubungan yang sakral.
Ayah dan Ibu sudah sering membela dia di hadapan orang-orang itu dan sering juga mengatakan untuk menutup telinga dari pembicaraan itu. Ayah dan
Ibu untungnya adalah tipe orang tua yang mendukung anaknya mau apa pun itu selagi dalam hal baik dan tidak pernah untuk memaksa dalam segala hal, kecuali saat Ibu tahu Salma punya perasaan pada Awan anak tetangganya itu. Ibu melarangnya untuk memiliki suatu hubungan lebih dari teman dengan Awan. Walaupun Ibu terlihat sangat baik pada Awan, nyatanya Ibu memendam sebuah kekesalan akan kelakuan laki-laki itu. Ya, Ibu tahu saat Salma galau beberapa tahun yang lalu oleh Awan yang merubah Salma menjadi pribadi yang cukup tertutup.Dan tentang lelaki itu, Salma sudah tak mendapati Awan yang mengejar dia lagi, tak ada Awan yang sering menyapanya saat dia pulang. Sepertinya laki-laki itu tahu, bahwa dalam hatinya Salma sudah tidak berpengaruh besar lagi. Cukup kecewa, tapi ini resiko dari Salma yang ingin membuka hati lagi pada Awan si sumber sakit hatinya dulu. Cinta memang buta, Salma baru tahu itu.
"Jangan melamun, pamali sudah mau masuk malam"
Suara seseorang mengagetkan Salma yang sedang melamun itu, melihat ke samping ternyata itu adalah Arman. Laki-laki yang sudah Salma sia-siakan.
Mengambil minuman yang di berikan oleh Arman, Salma membalasnya dengan senyum dan gumaman terima kasih.
"Menikmati waktu seperti ini rasanya sangat berharga sekali dari kesibukan kita yang terkadang tak punya waktu untuk duduk santai barang sejenak"
Lalu suara tawa pelan Arman terengar mengalun di sore menjelang malam itu, mengalihkan Salma pada sosok yang di sebelahnya.
"Kamu tahu? Kadang kita terlalu memaksakan diri dengan apa yang kita mau sampai tak sadar jika kita bisa saja menyakiti orang di sekitaran kita demi sebuah pencapaian yang terkadang sudah di capai tak kepuasan sama sekali" Arman tersenyum di sela ceritanya. Salma masih tetap melihat pada paras Arman yang memang menawan. Dan sedikit terperanjat dengan kalimat yang Arman bicarakan.
Arman melihat pada Salma, mereka saling tatap "Kadang kita harus menikmati apa yang sudah di depan mata dan mengikuti jalur takdir Salma, kita nggak perlu memaksakan apa yang sudah kita rencanakan. Sebuah rencana memang bagus, tapi kita juga harus ingat kita bukan tuhan Salma" jeda Arman yang masih menatap Salma semakin dalam.
"Seperti saya yang sekarang belum mampu mendapatkan kamu sebagai tambatan hati saya, tapi saya tetap bersyukur masih bisa melihat kamu di sekitar saya walaupun bukan saya pemilik saya tepatnya hati kamu." Senyum Arman lebih manis dari biasanya, lalu Arman mengalihkan dirinya dan meminum sedikit minumannya.
Salma mengalihkan kembali dirinya setelah terhanyut dalam pembicaraan dan tatapan Arman. Ikut meminum apa yang di berikan oleh Arman, sedikit membuat perasaan gugup yang tiba-tiba menjalar sedikit terobati.
"Salma"
"Iya?"
Salma mengalihkan dirinya kembali pada Arman, dan tepat mereka kembali saling menatap. Senyum Arman semakin lama membuat Salma menyukainya.
"Mau mencoba dengan saya? Tak apa jika hati kamu bukan untuk saya. Tapi boleh saya bantu untuk menyembuhkan hati kamu itu?"
"Hah?"
Senyuman Arman membalas kebingungan Salma yang seperti kaget bukan main, jelas Salma bukan kaget lagi jantungnya seperti berhenti sedetik lalu terdengar lagi dengan suara yang lebih kencang dan bertalu-talu.
"Rasanya semakin sesak dan sakit Salma jika di tahan terus. Apalagi ini dengan orang yang sama. Saya ingin menunjukan keseriusan saya dengan cara seperti ini. Apakah boleh? Nyatanya saya sudah buntu dengan jalan takdir ini menyangkut tentang kamu"
Salma belum merespon, telapak tanganya menyentuh sebelah kiri dadanya yang terdapat jantungnya yang masih berdetak kencang. Ada sebuah rasa haru bagi Salma, dan ada sedikit angin segar bagi hatinya yang masih sedikit luka itu dari ajakan Arman itu.
"Kenapa Pak Arman seakan tahu apa yang sedang saya alami dan apa yang pernah saya alami setau saya, saya tidak pernah menciratakn kehidupan pribadi saya apalagi menyangkut urusan percintaan saya"
Salma kembali dengan nyawanya yang sudah kembali waras, dan dengan ketenangan yang sudah dia dapatkan.
Terlihat Arman tertawa dengan kaku dan mengusap rambut belakangnya gusar lalu meminum minumannya itu dengan mengalihkan tatapannya pada Salma, terlihat sekali Bapak Arman itu sedang salah tingkah.
"Kame__lia"
Satu nama itu tercetus dari mulut Arman setelah Salma terus memeloti dirinya. Nama salah satu sahabatnya itu yang tak lain juga adalah saudara Arman juga membuat Salma ingin marah dan kesal juga pada sahabtanya itu. Menyesal sudah Salma dengan curhat pada Lia yang memang ingin sekali mencomblangkan dia dengan Arman.
"Jangan marah pada Lia, marahi saja saya yang terlalu ingin mengetahui kamu kenapa akhir-akhir ini terlihat murung. Lia juga terlihat menyesal setelah menceritakan itu, maafkan saya"
Ucapan tulus dari Arman membuat sedikit kekesalan pada diri Salma sedikit mendingan.
"Tetapi saya serius dengan ucapan saya itu Salma"
******
Halooo💜💜💜
Maaf baru up🙏
Jangan lupa buat vote, comment, dan share juga cerita ini😊
Kalau ada typo dan kesalahan lainnya langsung comment ya😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Love
Short StorySalma adalah seorang Dokter yang baru saja lulus dan sedang melanjutkan ke tahap spesialisnya, yang menerapkan bahwa hidupnya selalu monoton setelah di tinggal oleh gebetan sekaligus teman kecilnya saat dia ada di masa 'cinta itu segalanya' Tak lama...