24. Patahnya Satu Sayap

16 5 1
                                    

Devina berlari tergesa gesa di lorong rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Devina berlari tergesa gesa di lorong rumah sakit. Dibelakangnya, Azka juga ikut berlari. Wajah khawatir dan bahagia Devina kali ini memancar bersamaan. Bahagia karna dia akan bertemu ayahnya, khawatir karna Ayah nya datang kembali ke kehidupan gadis itu dengan keadaan yang tidak baik baik saja.

"Vin hati hati! jangan lari lari an!." Cegah Azka ketika berhasil mencekal tangan dingin Devina.

Devina menoleh, "Ayah, Ka. Ayah sakit." Lirihnya, Azka mengangguk, menggenggam telapak tangan Devina, membawanya berjalan beriringan.

Sampai di depan pintu ruangan yang dimaksud resepsionis tadi, Devina langsung mendorong pintu tersebut. Pintu terbuka, terlihat pria paruh baya terbaring lemah disana dengan alat pernafasan di hidungnya.

Air mata Devina kembali turun, Hatinya lagi lagi terasa sakit. "Ayah, Ka." Lirihnya menundukkan kepala, mengeratkan genggaman tangan Azka.

Tangan Azka berpindah ke bahu Devina, mengusap pelan memberi ketenangan. Devina berjalan, mengusap pipinya yang basah karna air mata mendekat kearah brankar yang ditempati Ayahnya, Gerall.

"Ayah, Devina dateng."  Devina menggenggam tangan lemah Ayahnya.

"Ayah ga pernah kabarin Vina, sekalinya Vina tau, Ayah lagi sakit gini." Air mata Devina kembali turun tidak bisa dibendung. Bahunya bergetar, Devina menangis sesenggukan di samping brankar Ayahnya.

"Ayah ga kangen Vina? lama banget loh hampir enam tahun kita ga ketemu. Ga saling peluk kaya dulu." Ah, mengapa dia sangat lemah? sedikit sedikit matanya memanas dan menangis.

Devina menerawang jauh ke masalalunya. Masa-masa dimana kasih sayang orang tuanya masih terasa. "Ayah, bangun. Devina kangen banget sama Ayah. Mau peluk Ayah lama bangeettt." Gadis itu mencoba tersenyum bersamaan dengan air matanya yang turun.

Pippppp

Alat EKG yang merekam denyut jantung Ayahnya, Gerall. Berbunyi nyaring. Sontak Devina membulatkan matanya, Suara alat tersebut sangat tajam masing ke gendang telinganya. Gadis itu berbalik dengan gerakan pelan menatap Azka dengan derai air mata.

"A-azka" Dengan nafas yang tercekat gadis itu berucap.

Azka buru buru menghampiri Devina, merengkuh bahu Devina membawanya kedalam pelukan, hanya sebentar kemudian melepaskannya. Azka mensejajarkan wajahnya dengan wajah Devina, terlihat gadis itu menutup mulutnya seolah tidak percaya, mata gadis itupun menatap kosong kedepan.

Dengan intens Azka menatap mata Devina, "Vin are u okay?" Tanyanya pelan.

Devina menggeleng, matanya kembali memanas. Suara nyaring EKG tadi masih terngiang di otak dan telinganya, air matanya turun, dadanya sesak.

"A-ayah Ka"  Nafas gadis itu tidak beratur, dia berbalik menatap Ayahnya yang terbaring kemudian, mendekat dengan cepat.

Devina menoleh ke arah Azka, "Azka gue ga percaya sama alat sialan itu, pe-periksa denyut nadinya Azkaa! buru!" Bibirnya sangat kentara bergetar. Azka menghampiri Devina dengan cepat dan melakukan apa yang Devina suruh.

DEVINA [TIDAK DILANJUTKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang