What if: This is not [Name]'s dream #1

358 45 8
                                    

"Selamat malam."

"Selamat malam, [Name]."

Melihat senyum tipis gadis itu dari pantulan di kaca membuatnya ikut tersenyum. Padahal seharusnya dia tak menyebut nama itu.

Kenma menghirup udara malam Tokyo. Dia kemudian ikut memejamkan matanya untuk berlayar ke pulau kapuk. Kepalanya menimpa kepala [Name] yang bersender padanya.

~

Sinar matahari yang baru saja terbit menusuk matanya. Dia mengumpulkan nyawanya selama beberapa detik hingga dia mengingat bahwa ada [Name] yang tidur di sampingnya.

Lama dia menunggu hingga langit tidak kemerahan lagi. Dia menepuk pelan pipi [Name]. Membulatkan matanya keheranan akan suhu tubuh gadis itu. Dia merebahkan kepala [Name] di atas pahanya.

Dia menggapai tangan gadis itu dengan mata berkaca-kaca. Mengecek apakah ada sesuatu masih bekerja di pergelangan tangannya. Merasa tak percaya Kenma mencoba mengecek leher dingin milik [Name].

Air matanya jatuh begitu saja. Kenma menempelkan telinganya pada dada kiri [Name]. Tak mendengar apapun dari sana, tangisnya semakin menjadi.


Tangannya meremas kaos yang dipinjamkan oleh [Name]. Hatinya gundah tak menentu berusaha memahami dan menerima apa yang terjadi sekarang.

Gadis itu sudah meninggalkan tempat ini untuk selamanya. Meninggalkan Kenma dan semua kisahnya.

Dia mengelap sekitaran matanya. Kenma merogoh kantong celana pink itu untuk mengambil Handphonenya. Dengan tangan sedikit bergetar dia menelepon ibunya.

"Kenma? Kenapa?"

"Halo..."

Ucap nyonya Kozume lagi tak mendapat sahutan dari sana.

"Kenma?"

"Ma... [Name] sudah ngga sakit lagi... Hiks..." Ujar Kenma dengan suara parau tak kuasa menahan tangis lagi. Dia sedikit menjauhkan benda pipih itu agar ibunya tak mendengar isakannya dengan jelas.

"[Name]? Mama kesana ya. Kamu telepon ambulans."

Kenma memutuskan sambungan telepon itu.

Dia merenung sebentar menatap langit biru yang berawan itu. Matanya kemudian beralih menatap jasad gadis yang dicintainya.

Dia menangis sejadi-jadinya lagi. Bersuara dengan keras tak peduli apapun lagi.

~

Air perlahan turun dari langit. Kenma disana menatap paperbag biru di atas meja belajar kamarnya. Dia tersenyum ketir melihat isinya.

"Kamu juga ninggalin ini ya..." Gumamnya lirih menyentuh tumpukan buku bersampul hitam itu. Dia membuka halaman pertama buku itu. Kata "Unknown" tertulis dengan besar memenuhi hampir satu halaman.

Jarinya membalik halaman selanjutnya. Membaca tulisan di sana dengan cermat. Tak lama air menetes ke atas lembaran buku itu. Itu bukan atap rumahnya yang bocor.

"Hhhh..." Dia bersender di kursinya.

Sialan, dia bahkan tak sanggup pergi ke pemakaman [Name]. Hatinya tersayat bila melihat gadis itu lagi.

"Meow... Meow..." Kucing belang itu terdengar seperti sedang memanggil Kenma dengan kesal. Entah mengapa kucing putih di sampingnya menabok kepala kucing aktif itu.

"Meow..." Nana tampak mengeong dengan lembut dan melompat naik ke atas pangkuan tuan barunya.

"Nana..." Tangan Kenma membelai halus kepala kucing betina itu. Merasa ada sesuatu yang perlahan membasahi tubuhnya, kucing itu pergi dari pangkuan Kenma dan memilih berkeliling di sekitar rumah kediaman Kozume.

Kenma mengambil buku itu lagi. Dia membolak-balik halaman buku itu dengan cepat. Tidak ada lubangan pada halaman manapun. Hingga pada halaman terakhir, dia melihat sebuah amplop coklat yang menempel cantik disana.

Dia menarik kedua sudut bibirnya. Dia lantas membuka kertas itu.

Selamat pagi siang sore ataupun malam. Kapanpun Kenma membacanya.

Ekhem... Mau gimana ya, hehe. Aku nulis ini karena mungkin aku bakal canggung kalau bicara langsung. Aku tahu kita bakal berpisah. AAAAA... Kok agak lebay wkwkwk. Oh iya, wkwkkwk itu ketawanya orang Indonesia waktu ngechat.

Sebenarnya, lambat laun meski aku ngga bakal kembali ke Indonesia, aku tetap akan segera pergi. Daripada Kenma nahan sakit hati lebih lama, lebih baik kita putus kontak aja setelah aku pulang.

Oh iya, buku ini buat Kenma. Hehehehe. Sebenarnya buku ini aku tulis diam" dari orang sekitar. Em... Cuma ada mama sih. Ahahaha. Mama agak ngga suka sama penulis novel. Selain itu aku malu, hehe. Aku ikhlas kalo Kenma publikasikan sebagai karya Kenma. Meski ngga bakal sih. Tapi aku pasti bakal beli salinan buku novel ini bila memang diterbitkan. Waduh, kesannya kayak aku nyuruh Kenma menerbitkan buku ini.

Kenma, setelah aku pergi, jangan terlalu sakit hati. Aku ngga mau kamu ingat namaku. Tetapi aku ngga mau kamu melupakan aku. Hahaha... Banyak maunya. Aku tahu itu ngga bakal ngurangin kerugian di hati Kenma ya?

Kenma, sebenarnya aku mencintaimu. Dari dulu saat kita pertama bertemu. Hingga kini dan mungkin sampai aku pergi. Haha... Tanggung jawab, mencuri itu tidak baik.

Tetapi, mau bagaimanapun kita tak bisa bersatu. Dunia kita jauh berbeda, Tuhan kita berbeda, nasib kita juga berbeda. Mungkin aku akan menunggumu di dunia lain di kehidupan yang lain. Aku harap meskipun perasaan ini terlupakan, tetapi tak akan pernah hilang.

Bila ada kehidupan selanjutnya, aku tak akan meminta banyak. Aku ingin beberapa teman yang baik, keluarga yang harmonis, dan Kenma. Mungkin ini sedikit serakah, tetapi aku tak berpikir begitu.

Terimakasih karena telah menemaniku sepuluh hari ini. Bila ditotalkan harusnya ada 18 hari. Aku berharap 18 hari itu bisa dipenuhi.

Kenma, senja itu indah namun sebentar. Sehabis senja ada malam yang gelap. Tetapi tenang saja, setelah itu fajar akan datang dengan tak kalah indah. Jangan tenggelam dalam malam hari dan terlena akan keindahan bulan. Menurutku, cahaya matahari yang menghangatkan lebih baik.

Bila aku boleh meminta lebih, bisa ingat aku? HuhuTT banyak maunya.

Sekali lagi terimakasih banyak untuk selama ini. Semuanya sangat menyenangkan.

14 Maret 2022,
Gadis yang kau curi hatinya.

Benar, bukankah harusnya masih tersisa satu Minggu lebih? Dasar gadis aneh. Menyebalkan. Bagaimana bisa dia tidak mengingatnya. Di hatinya sudah ada sebuah sofa khusus baginya.

Bukankah karya seindah ini harus dikenal banyak orang?

Tokyo's Rain (Kozume Kenma x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang