Tanto mengamati bungalo di sebelah tempat tinggalnya dengan saksama. Gordennya tertutup rapat. Tidak ada suara atau tanda-tanda kehidupan yang lain. Apakah anak itu dan keluarganya sudah mengakhiri liburan dan keluar dari resor? Karena mustahil orang yang sedang menikmati liburan di tepi pantai membiarkan bungalo mereka tertutup dari akses pemandangan laut. Mereka membayar mahal untuk bisa menikmati laut dan udara pantai dengan leluasa.
Tanto menahan seorang staf hotel yang kebetulan melintas.
"Mbak, tamu yang di sebelah sudah check out ya?"
Pegawai itu mengikuti arah pandangan Tanto. "Oh, Mbak yang itu ya, Pak? Setahu saya, dia belum check out, Pak. Sepertinya dia akan tinggal lumayan lama karena sudah membayar bungalonya untuk 2 minggu. Kebetulan saya yang bertugas saat dia check in. Dia baru masuk 3 hari yang lalu."
Sementara mereka bicara, seorang pegawai lain yang membawa baki melewati mereka dan langsung menuju bungalo yang menjadi topik pembicaraan. Tanto mengawasi laki-laki yang membawa makanan itu sampai menghilang karena terhalang oleh rimbun tanaman di taman bungalo sebelah.
"Sepertinya tamunya memang masih ada, Pak," kata staf yang ditahan Tanto. "Dia memang jarang keluar. Dia selalu memesan makan untuk dimakan di bungalo."
"Mereka nggak pernah makan di restoran?" Tanto mengernyit. Aneh. Restoran resor menampilkan pemandangan yang memikat, dan para tamu biasanya menikmati makan di sana.
"Mereka?" Staf itu tampak bingung. "Setahu saya, tamu di bungalo itu sendiri saja, Pak."
"Sendiri?" Yang benar saja! Anak itu tampaknya belum cukup umur untuk berlibur di tempat seperti ini seorang diri. Saat mereka bertemu di pantai tadi pagi, anak itu mengatakan jika keluarganya sedang tidur di bungalo. Atau, mereka tidak sedang membicarakan orang yang sama? "Tamunya perempuan, dan masih muda banget?"
Staf itu mengangguk. "Iya, Pak, tamunya perempuan dan memang masih muda."
Setelah stafnya pergi, Tanto tertawa saat menyadari jika sebenarnya anak di bungalo sebelah tidak mengatakan apa-apa tentang keluarganya. Dia hanya membenarkan dugaan Tanto bahwa dia berlibur bersama keluarganya. Sialan! Tanto merasa dikerjai oleh anak kecil.
Sekarang Tanto mulai memahami raut kecurigaan yang ditampilkan anak itu. Orang yang berada sendiri di tempat asing biasanya memang lebih waspada, karena tahu dia hanya bisa mengandalkan diri sendiri saat terlibat masalah.
**
Menjelang matahari tenggelam, Renjana memutuskan keluar dari bungalo. Di waktu seperti ini, jarak pandang sudah pendek. Orang-orang pasti lebih fokus menikmati pemandangan, daripada mengamati tamu resor yang lain. Kekhawatirannya mungkin terlalu berlebihan, tapi dia memang lebih suka waspada daripada harus dipaksa pulang sebelum waktunya.
Udara mulai terasa dingin. Renjana merapatkan kardigan. Nasib punya tubuh kurus ya begini. Sangat sensitif terhadap perubahan temperatur, sekecil apa pun itu.
Dermaga kayu yang ditujunya tampak sepi. Hanya ada beberapa siluet yang jaraknya lumayan berjauhan. Dermaga itu adalah tempat favorit Renjana di resor ini. Tidak butuh banyak usaha dan tenaga untuk mencapainya.
Renjana menapak undak-undakan yang menghubungkan pasir pantai dan badan dermaga. Undak-undakan itu lumayan tinggi, sehingga saat air pasang sekalipun, dermaga itu tidak akan tertutup oleh air laut.
Di ujung dermaga itu ada gazebo yang dilengkapi dengan kursi kayu yang diatur melingkar. Renjana beruntung karena tamu resor yang juga sedang berada di dermaga itu memilih bersandar di pagar kayu yang kokoh ketimbang duduk di gazebo, sehingga dia bisa duduk dengan nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Runaway Princess
Narrativa generaleRenjana kabur dari rumah untuk menyelesaikan bucket list yang dibuat oleh saudara kembarnya sebelum meninggal dunia. Dia merasa antusias sekaligus takut karena belum pernah melakukan perjalanan seorang diri. Apalagi dia harus merahasiakan identitas...