Sembilan Belas

6.7K 2K 89
                                    

"Sugar baby lo datang tuh!"

Tanto nyaris menyemburkan air yang sedang diminumnya saat mendengar kata-kata Rakha itu. Dia lalu melihat Cinta masuk restoran. Dia pikir Cinta sudah sarapan lebih dulu karena anak itu biasanya makan sebelum restoran ramai. Tadi Tanto berenang dengan Risyad sehingga mereka memang terlambat sarapan.

"Dua belas tahun, Bro," sambut Risyad. Dia menyeringai saat Tanto berdecak. "Lo kan tahu kalau gue suka matematika, jadi gue otomatis ngitung. Dua belas tahun itu jaraknya nggak terlalu lebar. Dia lahir setelah lo tamat SD, bukan setelah lo wisuda. Dan kalau dia bisa berlibur di tempat ini sendiri, dia jelas nggak butuh sugar daddy untuk membiayai hidupnya. Orang tuanya mungkin saja tipe yang suka ngasih kartu kredit tanpa limit, atau malah selusin kartu debit yang bisa digesek kapan pun dan di mana pun. Dia hanya butuh pasangan hidup yang mengayomi. Cepetan ajak dia gabung di sini, biar gue bisa kenalan sama calon ipar gue."

"Sebaiknya jangan." Tanto menunjuk Rakha. "Lo tahu sendiri gimana busuknya kepala dan mulutnya." Dia tidak mau Cinta merasa tidak nyaman dengan obrolan yang akan disodorkan Rakha.

"Hei, gue bisa jaga mulut kalau dibutuhkan," kata Rakha pura-pura tersinggung. "Tapi selama ini nggak ada perempuan yang tersinggung sama omongan-omongan gue. Dirty talk itu pemanasan sempurna sebelum hidangan utamanya disantap."

Risyad mengangkat piringnya. "Sepertinya gue butuh tambahan ayam atau sayur. Atau apa sajalah."

"Hei, jangan ganggu dia!" Tanto mencoba melarang, tetapi Risyad hanya memamerkan senyum jeleknya dan melangkah santai menuju tempat Cinta yang sedang memilih makanan. "Sialan!"

"Jangan khawatir ditikung, lo tahu banget kalau si Risyad cinta mati sama tunangannya. Gue yakin dia bertekad melengkungkan janur kuning di depan rumahnya, jadi dia nggak akan macam-macam sama gebetan lo."

"Dia bukan gebetan gue," ujar Tanto pasrah. Percuma meladeni Rakha. Dia juga tahu Risyad nggak akan macam-macam dengan Cinta. Dia jujur soal khawatir jika anak sepolos itu diracuni oleh Rakha.

"Bagus deh kalau gitu. Berarti lo nggak keberatan kalau gue yang deketin dia, kan? Nanti malam, gue bisa nginap di vilanya. Kesempatan untuk membuktikan kalau dadanya memang masih dalam masa pertumbuhan." Rakha menepuk dada pongah. "Nggak mungkin sulit dapetin dia. Yang susah itu adalah mencari perempuan yang imun dari pesona gue. Gue yakin dia pasti langsung klepek-klepek saat gue rayu. Kita perjelas memang kalau lo nggak tertarik sama dia supaya nggak ada sakit hati di antara kita."

"Jangan coba-coba!" geram Tanto. Dia tidak ingin memvisualisasikan apa yang baru saja dikatakan Rakha dalam benaknya.

Rakha tergelak. "Gue bercanda, Bro. Makanya nggak usah nyangkal sampai segitunya."

"Dasar berengsek!" umpat Tanto.

"Iya, gue tahu. Berengsek itu nama tengah gue."

Tanto mengalihkan perhatian pada Risyad yang sedang ngobrol dengan Cinta. Dasar buaya. Untung saja dia sudah ketemu pawang. Kalau tidak, entah bisa berapa banyak lagi perempuan yang akan dibuatnya patah hati.

"Sebaiknya lo telan semua omongan jorok lo. Atau lebih baik lagi kalau lo diam saja," Tanto memperingatkan Rakha saat melihat Risyad sepertinya berhasil mengajak Cinta untuk bergabung dengan mereka. Entah apa yang dikatakan buaya itu kepada Cinta. Mau tidak mau Tanto teringat pertemuan pertamanya dengan Cinta, saat perempuan itu langsung kabur ketakutan ketika ditegur.

Rakha mengedipkan sebelah mata. "Gue bisa sangat manis kalau itu memang dibutuhkan untuk menaikkan nilai jual lo di mata gebetan lo itu."

"Gue mengajak Cinta gabung sama kita," kata Risyad, seolah dia bertemu Cinta tanpa sengaja, bukan karena berniat menghampirinya untuk berkenalan. "Ini Rakha, teman Tanto juga." Dia memperkenalkan Cinta pada Rakha yang segera berdiri untuk mengulurkan tangan.

The Runaway PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang