Sebelas

6.6K 1.9K 121
                                    

Tanto sudah menduga akan menemukan Nyonya Subagyo saat melihat lampu ruang tamu yang tadi dimatikannya saat keluar untuk makan malam dengan Cinta sekarang terang- benderang.

Nyonya Subagyo adalah tipe ibu yang blak-blakan. Dia tidak akan menyembunyikan rasa penasaran. Dan Tanto sudah bisa menduga mengapa Nyonya Besar itu duduk manis di vilanya di jam seperti ini, padahal dia punya vila sendiri yang jauh lebih besar.

"Kalau sudah pegangan tangan, itu artinya sudah resmi jadian, kan?" Tembak Helga tanpa basa-basi setelah Tanto duduk di dekatnya. "Ibu nggak nguntit kamu. Kebetulan saja Ibu sedang ada di dermaga waktu kalian lewat di sana."

Tanto berdecak sambil menggeleng-geleng. "Bukannya Ibu seharusnya sudah tidur sekarang? Ingat kata dokter, Bu. Waktu tidur Ibu nggak boleh kurang dari 8 jam."

"Ibu malah nggak bisa tidur sebelum bicara dengan kamu. Rasa penasaran itu bikin adrenalin naik. Dan adrenalin di atas normal membuat orang sulit tidur. Artinya, jam tidur Ibu malah beneran kurang. Jadi?" Helga menatap Tanto penuh pengharapan.

"Bukan pegangan tangan," ralat Tanto. "Aku megangin tangan Cinta saat melewati batu karang. Ibu berhasil membesarkan seorang gentleman."

Helga mencibir. "Hallah... kalau cuma mau membantu saat melewati batu karang, tangannya sudah kamu lepas sebelum sampai di depan dermaga. Nggak usah ngelak kalau kamu tertarik sama Cinta. Wajar banget kok. Dia sopan, cantik, dan kelihatannya baik hati."

Tanto tertawa melihat ekspresi ibunya. "Dia memang sopan, cantik, dan kelihatannya baik hati. Tapi dia masih anak-anak."

"Paling-paling juga beda umur kalian sepuluh tahunan. Masih wajar. Mungkin saja alasan kamu masih single sampai sekarang karena belum bertemu dia." Helga lantas terkesiap. "Ini mungkin sudah takdir!"

"Takdir apa?" Tanto tidak bisa mengikuti kalimat ibunya yang melompat-lompat seperti tak berhubungan.

"Tempat ini! Bayu bertemu Rena di tempat ini. Mungkin saja kamu dan Cinta juga ditakdirkan seperti itu. Pantas saja ikatan Ibu sama resor ini sangat kuat. Ternyata anak-anak Ibu memang menemukan jodohnya di sini!" Helga takjub sendiri dengan apa yang dia utarakan.

Tanto kembali menggeleng-geleng. Nyonya Subagyo ini sangat cocok menjadi penulis skenario film romantis. Tanto memang tertarik pada Cinta, tapi bukan tertarik yang melibatkan asmara. Dia tertarik karena merasa Cinta menyembunyikan sesuatu. Cinta datang berlibur di tempat sejauh ini, membayar dengan harga mahal, tetapi seperti tidak tertarik untuk menghabiskan waktu di luar vila. Kalau hanya perlu waktu untuk menyendiri, dia tidak perlu pergi sejauh itu. Jakarta mungkin hiruk-pikuk, tetapi tidak akan sulit menemukan tempat untuk menyepi yang menjanjikan privasi kalau punya uang.

Alasan mengapa dia tidak langsung melepas tangan Cinta saat membantunya melewati batu karang? Itu mungkin sedikit sulit untuk dijelaskan dengan logis. Tetapi jari-jari kurus gadis itu terasa rapuh. Dia seperti hendak tumbang sewaktu-waktu kalau tidak dipegangi. Apalagi mereka berjalan di bawah sorot lampu yang sinarnya temaram. Tanto tidak mau mengambil risiko kalau Cinta benar-benar terjatuh karena terantuk sesuatu.

"Ibu terlalu banyak nonton Netflix. Kehidupan nyata dan film itu beneran berbeda. Kalau aku beneran tertarik pada perempuan, dia pasti seseorang yang dewasa, mandiri, dan percaya diri." Sifat yang terakhir disebutkannya tidak ada dalam diri Cinta. Anak itu sering terlihat ragu saat menjawab pertanyaan yang paling simpel sekalipun.

Helga bersedekap cemberut. "Kalau kamu beneran nggak tertarik sama Cinta, jangan kasih dia harapan dong! Kasihan. Tahu sendiri kalau perempuan itu gampang baper. Dia pasti sudah tertarik sama kamu, karena kalau tidak, dia nggak mungkin membiarkan tangannya dipegang-pegang! Ibu bisa lihat kalau dia bukan tipe agresif."

The Runaway PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang