Delapan

9.3K 2.2K 110
                                        

"Ada yang lucu?" Tanto mengempaskan tubuh di sofa, di samping ibunya. Raut Nyonya Subagyo tampak semringah. Jenis ekspresi yang sudah cukup lama tidak dilihat Tanto. Proses pengobatan penyakitnya yang lumayan lama telah menguras energi dan keceriaan the one and only istri kesayangan Tuan Subagyo ini.

"Nggak ada yang lucu." Helga, ibu Tanto, berdeham, tidak berusaha menghapus senyum. Dia tidak punya alasan untuk melakukannya. Dia sedang senang. Percuma membohongi Tanto yang sangat peka.

"Nggak ada yang lucu kok senyum-senyum sendiri sih? Kesannya kayak...." Tanto sengaja menggantung kalimat untuk menggoda ibunya.

Helga langsung cemberut. "Maksud kamu, kayak orang nggak waras? Jadi anak kok suka banget godain orang tua!"

"Maksud aku kayak orang lagi jatuh cinta, Bu. Orang yang lagi kasmaran kan gitu. Angin aja disenyumin. Emang susah ngomong sama orang yang baperan." Tanto mengedipkan sebelah mata. "Memangnya Ibu sudah tua? Masa sih? Masih cantik banget lho. Uang yang keluar buat laser, botox, dan face lift itu beneran nggak sia-sia. Dokter kecantikan Ibu beneran hebat deh." Tanto terus menggoda ibunya. "Ibu lebih mirip kakakku daripada ibuku."

"Sembarangan! Kamu nggak takut kualat ngatain orang tua?"

"Aku memuji, bukan ngatain." Tanto tertawa sambil merangkul ibunya. "Jadi apa yang sudah bikin Nyonya Subagyo yang tercinta bahagia banget?"

"Perempuan teman kamu makan tadi itu siapa?" tanya Helga, tidak meladeni godaan Tanto lebih jauh. "Tadi kalian lumayan lama sama-sama, kan? Dari pantai terus ke restoran."

Tanto berdecak. Khas ibunya yang dulu sering ribut soal pernikahan, yang menggunakan kalimat keramat yang menjadi pamungkas untuk membuat Tanto merasa gagal menunaikan tugas membahagiakan orang tua. "Ibu pengin lihat semua anak Ibu menikah sebelum Ibu meninggal."

"Aku pikir Ibu ingin anak-anak Ibu bahagia?" jawaban Tanto selalu standar. "Pernikahan belum tentu menjamin kebahagiaan, Bu. Cari istri beda dengan cari pacar biasa. Aku nggak mau buru-buru. Lebih baik yakin dengan orang yang mau aku ajak menikah dulu, daripada langsung nikah terus akhirnya bubar jalan karena belum cukup kenal kepribadiannya."

Biasanya jawaban Tanto lantas menutup diskusi mereka tentang pernikahan. Apalagi setelah Bayu, adik Tanto menikah lebih dulu, dan kemudian punya anak. Ibunya punya kesibukan baru ngemong cucu. Sudah cukup lama topik tentang pasangan dan pernikahan tidak mereka bahas.

"Perempuan itu tamu kita, kan?" lanjut Helga lagi. "Ibu nggak berani mendekat karena takut ganggu sih, tapi Ibu beneran yakin dia cantik banget."

"Ibu nggak usah mikir yang aneh-aneh," Tanto buru-buru memadamkan harapan ibunya. "Aku hanya berusaha ramah sama tamu. Tamunya juga masih anak-anak." Rasanya masih sulit percaya kalau Cinta benar-benar berumur 23 tahun seperti yang diakuinya.

"Dia memang kelihatannya agak kurus. Tapi tinggi. Nggak mungkin masih anak-anak," bantah Helga. Dia tidak membiarkan Tanto memenggal harapannya. "Nggak usah bohong sama Ibu. Kamu memang ramah, tapi kamu nggak perlu sampai menemani tamu kita makan siang bersama segala kalau kamu nggak tertarik."

Tanto tidak menyangkal kalau Cinta memang mengundang rasa penasarannya. Tapi jelas bukan tertarik seperti yang dimaksud ibunya. Kebohongan awal Cinta yang menggugah rasa ingin tahunya. Kenapa orang yang sudah menghabiskan banyak uang untuk berlibur di tempat ini malah lebih sering tinggal di vilanya yang tertutup rapat?

Tanto mengoleksi novel dan komik detektif sejak kecil sampai remaja, sehingga dia selalu tertantang untuk memecahkan semua hal berbau misteri yang mengundang rasa penasarannya. Dan Cinta terlihat seperti misteri yang ingin dia pecahkan.

"Memangnya anak-anak nggak bisa tinggi?" Tanto menertawakan ibunya. "Inka dan heidy udah ngalahin mamanya, padahal mereka baru kelas 7." Tanto menyebutkan nama dua orang ponakan sepupunya sebagai contoh remaja tanggung bertubuh bongsor.

The Runaway PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang