BUNYI sirene terakhir diikuti oleh gerakan kapal yang perlahan membelah ombak. Renjana mengintip dari jendela bulat yang ada di kabinnya. Senyumnya merekah. Pelabuhan tampak mulai menjauh. Dia berhasil!
Akhirnya... akhirnya, dia akan meninggalkan Jakarta. Ini memang bukan pertama kalinya dia bepergian, tetapi tidak pernah menggunakan kapal laut sebelumnya. Dan yang paling penting, dia tidak pernah bepergian seorang diri.
Tapi ini memang bukan perjalanan biasa. Renjana tidak melakukannya untuk diri sendiri. Dia harus mencontreng nomor terakhir yang ada dalam bucket list yang dibuat oleh Cinta.
Renjana tahu jika Cinta tidak mengharapkan dirinya menyelesaikan bucket list yang dibuatnya, tetapi Renjana merasa berkewajiban. Siapa lagi yang akan melakukannya kalau bukan dirinya?
Renjana merencanakan perjalanan ini sejak beberapa bulan lalu, dan dia memastikan tidak ada celah apa pun yang bisa membatalkannya. Bagi orang lain, traveling mungkin adalah hal sepele yang bisa dilakukan secara impulsif. Tetapi bagi Renjana, traveling seorang diri adalah hal mustahil. Orangtuanya tidak mungkin mengizinkan.
Renjana bahkan tidak pernah meninggalkan rumah tanpa pengawasan. Sejak play group sampai kuliah, selalu ada sopir dan asisten yang menunggunya di mobil. Asisten yang khusus dipekerjakan untuk mengawasi dan menemaninya.
Asisten itu bertugas menyiapkan semua keperluan Renjana, mulai dari pakaian, sepatu, sampai membayar barang-barang yang dibeli Renjana saat mereka ke mal. Sejak bayi, Renjana hampir tidak pernah melakukan pekerjaan apa pun yang membutuhkan tenaga.
Bukan, bukan karena dia tidak mau atau tidak mampu melakukannya, tetapi karena orangtuanya tidak mengizinkan dia melakukan pekerjaan sekecil apa pun. Terkadang Renjana merasa iri dengan Cinta yang bebas melakukan semua hal yang diinginkan dan disukainya.
Cinta menolak ditemani asisten sejak masuk SMP. Setelah memiliki SIM, Cinta mengemudikan mobil sendiri. Cinta masuk klub fotografi, dan karena hobi itu, dia traveling ke berbagai tempat di penjuru dunia untuk berburu spot bagus.
Hobi jugalah yang akhirnya merenggut nyawa saudara kembar Renjana itu. Cinta terjatuh di danau yang ada di area Gletser Mendenhall, Alaska.
Kematian Cinta semakin memperketat pengawasan orangtua mereka terhadap Renjana. Ruang geraknya yang sudah terbatas semakin sempit. Renjana tidak menyalahkan mereka karena orangtuanya punya alasan kuat untuk melakukannya. Dia memang berbeda dengan Cinta, walaupun wajah mereka sangat mirip.
Renjana sekali lagi mengintip ke jendela. Pelabuhan sudah tertinggal jauh. Yang tampak hanyalah kerlip lampu. Ini berarti bahwa satu langkah dari perjalanannya sudah tercapai. Langkah awal yang paling sulit dilakukan. Kabur dari rumah.
Renjana bisa membayangkan kehebohan yang sekarang terjadi di rumah, karena kepergiannya pasti sudah terdeteksi. Kemungkinan besar, surat yang dia tinggalkan di bawah bantal juga sudah ditemukan. Semua sumber daya yang dimiliki orangtuanya pasti sudah dikerahkan untuk menemukannya.
Dalam surat itu Renjana mengatakan bahwa dia akan pergi paling lama sebulan. Dia juga minta supaya tidak dicari, dan akan menghubungi asistennya dua kali seminggu untuk mengabarkan keadaannya.
Meskipun begitu, Renjana yakin orangtuanya akan mengabaikan pesan itu dan langsung mengerahkan segala upaya untuk membawanya pulang. Dia berharap kalaupun orang suruhan orangtuanya akhirnya menemukannya, saat itu dia sudah menyelesaikan misi, supaya pelariannya tidak sia-sia. Cinta pasti akan bangga padanya.
"Berada di puncak gunung saat menunggu matahari terbit nggak pernah membosankan seberapa sering pun kita melakukannya," kata Cinta ketika mereka berbaring di ranjang, telentang menatap langit-langit, seolah di sana terpampang ilustrasi dari apa yang sedang Cinta ceritakan. "Waktu itu kita akan merasakan kebesaran Tuhan yang telah menciptakan bumi dan semua fenomena keindahannya."
"Pasti dingin banget." Renjana bisa membayangkannya. Di dalam film-film yang ditontonnya, semua adegan yang melibatkan matahari terbit menunjukkan pemerannya memakai jaket tebal. Terkadang malah masih ditambah dengan selimut untuk membungkus tubuh.
"Memang dingin banget," Cinta membenarkan. "Jadi biasanya, selain jaket, kaus kaki, dan sepatu, kopi panas wajib ada untuk menghangatkan tubuh." Di akhir ceritanya, Cinta akan berbalik dan memeluk Renjana sambil mengatakan, "Aku harap aku bisa membawamu melihat semua hal yang kulihat. Kamu pasti akan menyukainya."
Tentu saja Renjana akan menyukainya. Pasti. Dia menikmati semua kisah perjalanan Cinta. Dia selalu bergelung dalam selimut Cinta setiap kali kembarannya itu kembali dari perjalanan, tidak sabar untuk mendengar hal baru apa lagi yang ditemui Cinta, karena Renjana tahu jika dia hanya bisa memimpikan perjalanan seperti itu.
Renjana tidak akan pernah menunggu matahari terbit di puncak gunung sambil minum kopi, karena dia tidak akan sanggup mendaki bukit manapun, apa lagi gunung. Dia selalu menyukai aroma kopi yang menguar, tetapi tidak bisa meminumnya.
Tapi sekarang beberapa hal akan berubah. Renjana mengepalkan tangan, memompakan semangat pada diri sendiri. Dia tetap tidak akan mendaki gunung karena tempat yang menjadi bucket list Cinta kali ini adalah pantai.
Menyusuri kenangan, lalu melupakan: Kembali ke Palabusa Resor menggunakan kapal laut dan tinggal di sana selama 2 minggu.
Renjana menatap tulisan yang ada di dalam buku harian Cinta. Satu-satunya daftar dalam bucket list yang belum tercontreng. Matanya mendadak hangat. Tanpa diinginkan, beberapa butir air mata lolos dan membasahi pipinya.
Tunggu, Cinta. Beberapa minggu lagi, aku akan mencontrengnya untukmu. Hadiah terakhir dari kembaranmu yang tidak berguna dan tidak pernah becus melakukan apa pun. Tunggu sebentar lagi.
Renjana mengepal lebih kuat. Dia tidak boleh ditemukan sebelum menyelesaikan apa yang Cinta tidak bisa tuntaskan.
**
Setelah Yudis, Dhyas, dan Risyad, sekarang kita akan bertemu Tanto di cerita ini ya. Untuk yang pengin baca lebih cepat, bisa ke Karyakarsa, di sana sudah sampai bab 14. Tapi di sana berbayar ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Runaway Princess
General FictionRenjana kabur dari rumah untuk menyelesaikan bucket list yang dibuat oleh saudara kembarnya sebelum meninggal dunia. Dia merasa antusias sekaligus takut karena belum pernah melakukan perjalanan seorang diri. Apalagi dia harus merahasiakan identitas...