12. BABY SITTER

4.8K 246 30
                                    

"Din, sepertinya Azizah suka sama kamu. Apa sebaiknya kamu jadi Babysitter kami aja?"

Dinda terdiam mencerna ucapan Helna. Menjadi Babysitter tidak buruk juga, hitung-hitung berbuat produktif. Tapi bagaimana dengan Babysitter lama mereka? Dinda tidak mau menjadi alasan dipecatnya seseorang.

Namun sebelum Dinda bertanya, Helna sudah terlebih dahulu angkat bicara seakan mengetahui isi kepala Dinda. "Babysitter lama kami sudah mengundurkan diri karena akan menikah," jelasnya.

Dinda menatap anak kecil yang sudah pulas di gendongannya, kemudian mulai mengembangkan senyum. "Boleh, Tante! Kebetulan Dinda juga butuh pekerjaan," semangatnya.

"Oke, kalau gitu-" ucapan Helna terpotong oleh Samudra yang tiba-tiba mengambil Azizah dari Dinda.

"Nggak! Saya nggak akan ngizinin kamu jadi Babysitter anak saya," protes lelaki tersebut perlahan menidurkan putrinya.

Helna mendekat, memegang lengan putranya. "Tapi kenapa, Nak?" Tanya menuntut.

Sejenak Samudra melirik kearah Dinda yang juga sama bingungnya, lantas kembali menghadap sang mama. "Samudra akan cari Babysitter lain, pengganti Amel," ucapnya.

Helna menghela napas berat. "Samudra, dengarkan mama." Wanita itu memegang kedua lengan kekar anaknya. "kalau kamu cari Babysitter baru, nggak akan bisa jamin kalau Azizah suka dan mau nurut, Nak."

"Samudra, kamu lihat sendiri, kan. Sedekat apa cucu mama sama Dinda? Jadi, tunggu apa lagi?" Jelasnya meyakinkan si kepala batu itu.

"Samudra yakin, masih banyak perempuan yang akan mampu menjadi Babysitter buat Azizah."

"Oke!" Helna melepaskan tangannya dari pundak Samudra. "Kalau gitu kamu harus nikah," ucapnya mampu membuat ekspresi wajah Samudra berubah.

"Kenapa? Kamu bilang masih banyak perempuan baik di luar sana, kan? Kenapa kamu nggak mau nikah lagi aja sekalian?"

Merasa suasana di sekitarnya kurang mendukung, Dinda pun memutuskan untuk pergi dari sana. Ia berdiri dari duduknya lantas menghampiri kedua orang yang sibuk berargumen tersebut.

"Em, Tante, Bang Samudra. Dinda pamit pulang dulu, ya?" Pamitnya kemudian mencium punggung tangan Helna.

___

"Oooh, jadi gitu..." Seorang laki-laki membulatkan mulutnya ketika sang bestie selesai bercerita.

Andra dan Dinda, mereka saat ini sedang ada di lapak makaroni telur yang kebetulan sedang booming. Dinda mengangguk setelah bercerita, melahap maklor nya lantas kembali menatap Andra.

"Bang, menurut Lo-" ucapannya terjeda sesaat kala Dinda kembali mencomot jajanan itu. "Menurut Lo, gue cocok, nggak? Jadi Babysitter?" Kedua mata indah gadis itu melebar indah, membuat Andra tersenyum dalam hati.

Laki-laki itu memajukan tubuhnya. "Kalo menurut gue nih, ya." Dinda mengangguk, turut mendekat guna menyimak lebih serius perkataan Andra selanjutnya.

"Emmm, menurut gue- kayanya Lo lebih pantes jadi ibu dari calon anak-anak gue nanti deh, Din."

Dinda melebarkan matanya, menatap tak percaya sahabatnya itu kemudian mencubit perutnya hingga sang empu memekik kesakitan. "Ahh Dinda, sakit!" Rintihnya membuat beberapa pengunjung menoleh kearah mereka.

Dinda berdecak. "Lo sih, bikin gara-gara duluan!" Kesalnya.

Sedangkan Andra malah tertawa, "bercanda kali! Gue, nikah sama Lo? Pfttt, nggak ada di kamus hidup gue!" Julidnya membuat Dinda mendelik.

"Kalau sampai jadi kenyataan, awas, Lo! Gue bakal porotin semua gaji Lo, gue juga bakal masakin telur mata sapi gosong tiap hari buat Lo, gue juga nggak akan mau tidur satu ranjang sama Lo!" Sarkas gadis itu menunjuk-nunjuk hidung mancung Andra.

KUTUB UTARA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang