18. GO TO PACET

4.7K 283 122
                                    

-Vote dulu sebelum membaca!

Sebenernya agak sedih sih, soalnya part sebelumnya masih sepi dan komentarnya pun nggak ada setengahnya 50😔

Tapi karena mood lagi bagus, ku kasih update meskipun komentar belum sampai target 😄

Happy reading all ❤️

•••

Setelah kejadian siang tadi, Dinda sudah tidak berani keluruyan di dalam rumah. Meskipun ia belum melihat Samudra pulang, namun ia memilih untuk tetap di kamar bersama Azizah.

Pernyataan dan perlakuan Samudra kepadanya begitu mengejutkan. Dinda jadi takut membayangkan apa yang akan terjadi kepadanya di masa depan.

Dinda melihat kearah cermin dan memegangi bibirnya sendiri, bibir yang akhirnya mendapat ciuman pertama dari orang yang memang sudah ia Aamiin kan dalam setiap doa nya.

Disini Dinda bingung mendefinisikan perasaannya sendiri. Disatu sisi ia senang karena Samudra lah yang telah mengambil first kiss nya, namun di sisi lain ia sedih karena perlakuan yang Samudra lakukan kepadanya terbilang cukup kasar. Bahkan sampai sekarang ia masih bisa merasakan perih di bagian lehernya, dimana terdapat beberapa luka memar keunguan.

"Nda..."

Dinda masih termenung, memikirkan apa yng harus ia lakukan kedepannya. Apakah ia harus resign? Namun ia sudah sangat menyayangi Azizah, ia tidak mungkin meninggalkan gadis kecil itu.

"Bundaa..."

"BUNDAA!" Teriak Azizah karena Dinda mencuekkan dirinya. Gadis kecil itu sudah mengubah panggilannya kepada Dinda. Dari Buna menjadi Bunda.

Dinda tersadar. "Eh? Iya, Sayang? kenapa?" Tanyanya sigap.

Azizah menunjuk ke arah pintu yang menampakkan seorang wanita paruh baya sedang tersenyum ke arahnya. Dinda terkejut, ternyata itu adalah Tante Helna.

"Apa kabar, Azizah? cucu Omaa." Helna menghampiri mereka berdua, duduk di pinggiran kasur sambil mengelus kepala Azizah.

Wanita itu menoleh ke arah Dinda. "Apa kabar Dinda?" Tanyanya lembut, tak lupa dengan tangan yang mengelus rambut Dinda pula.

Dinda tersenyum lebar. "Baik, Tante. Tante, gimana? Dinda kangen sama Tante, ihhh!" Antusiasnya kemudian menyerobot masuk ke pelukan Helna.

Wanita paruh baya itu terkekeh. "Ini yang anak kecil, kamu apa Azizah?" Ledeknya.

"Hehehe. Refleks, Tan."

Melepaskan pelukan dan kembali ke tempat semula, Dinda bersiap untuk menanyakan kepada Helna mengapa cepat sekali pulang setelah dari desa. Namun baru saja ia membuka mulut, Helna sudah terlebih dahulu menyela.

"Leher kamu kenapa, Din? Kok memar gitu?" Tanyanya panik, bersiap untuk bangkit yang mungkin ingin mengecek lebih dekat. Namun Dinda segera menjauh dan menutupinya dengan rambut.

"Eh? Em, nggak kok, Tan! Hehe," jawabnya kikuk.

Helna mengerutkan dahi. "Kenapa bisa memar gitu? Ada yang pukulin kamu? Atau kasarin kamu?"

Bersiap untuk menjawab, lagi-lagi ucapannya tercela. "Jangan bilang, Samudra yang main kasar sama kamu selama Tante nggak di rumah?"

Dengan segera, Dinda menggeleng kuat-kuat. "Enggak kok, Tan! Bang Samudra nggak sejahat itu," ujarnya disusul dengan cengiran.

Mengangguk sejenak, Helna kembali melontarkan pertanyaan yang sama. "Terus kenapa bisa gitu? Kamu habis dari mana? Kamu ditodong?"

Aduh, pusing! gue harus jawab apa?

KUTUB UTARA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang