14. SISI LAIN SAMUDRA

4.5K 258 10
                                    

-Jangan lupa Vote dan komentar!

•••

Satu Minggu berlalu, kini Dinda pun menjadi semakin akrab dengan Azizah. Anak kecil itu bahkan sering tinggal di rumah Dinda disaat-saat tertentu.

Jika di hitung, sudah tiga hari ini Samudra tidak pulang ke rumah. Pria itu pergi dinas ke luar kota bersama dengan papanya selaku ketua di dunia pekerjaan mereka.

Jam tangan Dinda sudah menunjukkan pukul delapan malam, sudah waktunya menidurkan Azizah. Ia pun segera menghampiri gadis kecil yang semula sibuk dengan bonekanya.

Dinda terkekeh gemas, mendapati Azizah yang sudah mnguap lebar. Gadis itu mulai mengangkat tubuh kecil Azizah, lantas membawanya ke kamar tidur.

"Bunaaa?" Panggil anak itu ketika Dinda hendak menyelimutinya.

Dinda turut merebahkan tubuhnya di samping Azizah. "Iya, sayang?"

"Bobo Ama Izah, Naa?" Racaunya lagi.

"Izah. Mulai sekarang, Izah harus panggil Nte, ya? Nggak boleh manggil Buna, oke?" Ucapnya lembut. Karena bagaimana pun, ia bukanlah ibu dari anak itu. Samudra pun sudah beberapa kali meminta padanya agar perlahan mengubah gaya panggilan putrinya.

"Izah au Buna Inda." Dinda meringis, kenapa sulit sekali membujuk anak sekecil Azizah?

"Iya udah. Sekarang, Izah bobo, ya? Udah malam." Tak ingin memperpanjang percakapan, Dinda pun akhirnya memilih untuk mengalah. Karena waktu juga sudah semakin malam, tidak baik bagi Azizah untuk terlalu lama begadang.

Mendapati anak asuhnya yang sudah semakin nyenyak, Dinda beranjak untuk mematikan lampu utama. Ia kembali rebahan di samping Azizah dengan kedua lampu tidur diantara kasur yang masih menyala.

"Baru jam setengah sembilan, tapi udah ngantuk aja." Dinda menguap, merogoh ponsel yang ada di saku celananya, lantas mulai berselancar di aplikasi hijau.

Dua pesan belum terbaca dari Bambang, Dinda sampai lupa bahwa ia masih memiliki teman. Ia pun segera membuka pesan tersebut dan membalasnya.

Acara bertukar pesan mereka berlanjut ke grub WhatsApp alumni SMA. Dinda tertawa membaca pesan para teman-teman lamanya.

"Rebecca? Kok dia masuk di grub SMA?" Monolognya memincingkan mata. Namun sesaat setelahnya ia menormalkan sikap karena pasti Andra lah yang menambahkan pacarnya itu.

Ketika sedang asyik bertukar pesan, sebuah panggilan tiba-tiba masuk. Dinda menggeser ikon hijau pada ponselnya, lantas mulai menerima telepon.

"Halo? Kenapa, Bang?" Iya, yang menelpon adalah Samudra.

"Kamu masih di rumah?"

"Iya, kenapa?"

"Tolong bukain gerbang, saya ada di depan."

"Hah? Oh, iya." Tanpa ba bi bu lagi, Dinda pun segera turun dan membukakan gerbang seperti apa yang telah diperintahkan oleh Samudra.

Dinda menatap sosok yang sedang ada di dalam mobil, membuka pagar lebih lebar, kemudian mempersilahkan mobil tersebut memasuki pekarangan rumah. Hanya Samudra yang pulang. Lantas dimana Om Wijaya? Pikirnya.

Biasanya disaat melihat Dinda di rumahnya, Samudra akan marah. Namun kali ini berbeda, karena ia sudah dibuat skak mat oleh Tante Helna.

"Din!" Teriak Samudra membuat Dinda terlonjak kaget.

"Iya, sebentar!" Balasnya berusaha mengejar langkah Samudra yang mulai memasuki rumah.

Ketika telah sampai di dalam, Dinda mendapati Samudra yang sudah duduk di atas sofa. Ia pun menghampiri pria tersebut. "Bang Samudra manggil Dinda?" Tanyanya ragu.

KUTUB UTARA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang