Happy reading ❤️
•••
"Bunda! Kata Papa, Izah nda boleh dekat-dekat sama Om ganteng, Nda!" Bisik anak kecil itu menghampiri Dinda yang sedang sibuk membuatkan sarapan.
Dinda mengangkat tubuh Azizah dan meletakkannya pada kursi meja makan. "Memangnya kenapa, Sayang?" Tanyanya penasaran.
Sejenak dapat Dinda lihat bahwa putrinya itu tengah celingukan, lantas berbisik kembali di telinganya. "Kata Papa, Om ganteng itu mau cuyik Izah. Emang iya, Nda?" Tanya anak itu begitu polosnya, membuat Dinda geleng-geleng kepala.
Om ganteng yang dimaksud Azizah adalah ustadz Abizar yang kemarin membawakan mereka sekeranjang buah segar. Ternyata suaminya itu masih saja merajuk? Lucu sekali.
Kalian tidak tahu bukan? Setelah malam dimana ia membahas Abizar kepada Samudra, pria itu nampaknya masih marah alias cemburu buta kepadanya.
Dinda tidak keberatan, sama sekali tidak. Karena ia yakin pada dirinya sendiri bahwa seorang Adinda Samudra Adiwijaya akan bisa menaklukkan hati suami dinginnya itu seperti yang sejauh ini telah ia lakukan.
Tangan mungil Azizah menarik ujung baju Dinda, membuat atensinya teralihkan. "Kenapa, Sayang?" Tanyanya lembut kepada gadis kecil berponi itu.
Azizah nampak memberikan kode, sudut matanya melirik ke suatu tempat. Sebenarnya Dinda agak takut, namun ia memberanikan diri untuk melihat kemana arah pandang putri sambungnya.
Ia bernapas lega, karena yang berdiri di ujung tangga adalah Samudra, suaminya. Hampir saja ia mengira bahwa Samudra itu hantu yang kelaparan dan meminta sarapan kepadanya.
Ia berbisik kepada Azizah. "Izah Sayang... Izah main di depan tv dulu, ya? Bunda mau bicara sama Papa. Nanti kalau sudah selesai, kita sarapan bareng. Oke?" Pintanya halus, diangguki riang oleh Azizah.
Gadis kecil itu pun mulai berlari kecil meninggalkan dapur, membuat Samudra mulai menghampiri Dinda.
"Apa?!"
Wuihhhh! Santai kali aje! Batin Dinda. Ia menghampiri suaminya.
"Kenapa sih, Bang? Suamiku yang ganteng ini kenapa, Hm?" Tanyanya, mengambil duduk di sebelah Samudra.
Pria itu menoleh sejenak, lantas kembali meluruskan pandangan. Ia masih marah dengan Dinda yang dengan entengnya membahas kebaikan lelaki lain didepan dirinya, suami Dinda.
Samudra bertekad untuk terus merajuk sampai Dinda berada di puncak bujukannya. Lihat saja!
Dinda berdecak kesal. "Nggak asik. Masa aku dicuekin semaleman? Jangan gini lah, Bang."
"Siapa yang cuek?" Ucap Samudra dingin.
Dinda membenarkan duduknya. "Lah itu. Itu apa namanya kalau bukan cuek? Ayolah, Bang. Dinda minta maaf, ya?" Masih berusaha bersabar, Dinda sama sekali tidak jera untuk membujuk suaminya tercinta.
Namun lihatlah, pria menyebalkan itu sama sekali tidak menatapnya. Dinda pun memikirkan sebuah ide, merangkul pundak Samudra dari samping.
"Suamiku sayang... Maafin istrimu yang cantik ini, ya? Pleasee! Aku janji, deh, nggak akan dekat-dekat sama cowok lain lagi. Ya?" Bujuknya, masih belum bisa meluluhkan Samudra.
"Abang, Ihh! Masa aku dicuekin gini? Nggak suka ah! Ayolah..."
Samudra masih tetap diam, sembari terus memperhatikan kegiatan putrinya di depan tv.
"Suamiku sayang... Mas Samudra? Maafin Dinda ya, Mas. Dinda ngaku salah, deh! Jangan diemin Dinda gini... Mas?"
Arghhhhh demi apa sih authorr? Barusan Dinda manggil gue Mas? Mas, dong? Aduh biyunggg, gue mleyotttt.
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUB UTARA [On Going]
RomanceSuka sama tetangga sendiri? Kenapa tidak? Inilah Adinda Cempaka Kalisya. Gadis 21 tahun yang sejak lulus SMA tidak ingin kuliah, melainkan ingin menjadi pendamping bagi sosok Samudra Adiwijaya, duda anak satu yang ditinggalkan istrinya. Ada kalanya...