Sudah satu Minggu sejak Dinda bekerja di toko kosmetik milik Tante Helna. Sempat beberapa kali ia sering mendengar suara tangisan bayi dari dalam rumah tante Helna setiap kali ia pulang kerja. Dinda tidak tahu, suara itu memang ada atau hanya dirinya yang salah dengar.
Seperti saat ini, ketika ia sedang menyiram bibit tanaman di depan rumah, ia mendengar sesaat suara bayi menangis. Namun Dinda tidak ingin mengambil pusing akan hal itu, Dinda lebih memilih untuk melanjutkan pekerjaannya.
Jam di ponselnya menunjukkan pukul delapan pagi, tepat di hari Minggu yang cerah. Setelah menyiram tanaman, kini Dinda beralih menjemur pakaian di halaman samping yang bersampingan dengan rumah Samudra.
Kedua tangan Dinda mengambil sebuah selimut putih kemudian memerasnya. Ketika ia akan meletakkan kain di jemuran, disaat itu juga kedua matanya tak sengaja menangkap keberadaan Samudra di samping rumahnya.
Dinda tidak tahu pria itu sedang apa, namun yang jelas ini adalah kesempatan emas bagi dirinya untuk menggoda mas crush nya itu. Dengan wajah ceria, Dinda melambai-lambaikan tangannya kearah Samudra. Kemudian ia mengangkat kedua tangannya di atas kepala dan membentuk lambang love sambil menyengir kuda.
Samudra yang memperhatikan tingkah Dinda pun hanya bisa menggelengkan kepalanya jengah. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi gadis konyol seperti tetangganya itu.
Samudra lebih memilih untuk melanjutkan aktivitasnya, yaitu mencuci motor gede miliknya. Sebaliknya, Dinda yang merasa dicuekin pun segera menyelesaikan pekerjaannya lantas melompati tanaman bonsai yang menjadi pembatas rumah mereka.
"Bar-bar banget," gumam Samudra mengamati pergerakan Dinda.
"Hai, bang! Lagi ngapain nih?" Tanya Dinda basa-basi. Tentu saja ditanggapi oleh Samudra, namun dengan jawaban yang membungkam kan.
"Nyemir sepatu," jawab Samudra dengan wajah datar yang masih terfokuskan pada moge nya.
"Hahaha! bang Samudra lucu juga. Mau Dinda bantu nggak?" Gadis tersebut mendekat kearah Samudra.
"Mau ngapain kamu? Jangan sentuh moge saya, nanti lecet."
Dinda berdecak kesal mendengar perkataan Samudra. Memangnya dia apa? "Apaan sih? Kalau nggak mau dibantuin ya udah," ketusnya kemudian berjongkok guna membasahi tangannya dengan selang yang ada di samping Samudra.
Muncul lah ide jahil yang melintas di pikiran Dinda. Gadis dengan kaos oblong dan celana pendek itu bersiap untuk menyemprotkan air kearah Samudra, namun sebelum itu Samudra sudah terlebih dahulu mengerti rencana Dinda.
"Jangan coba-coba buat saya marah. Ini hari Minggu, jangan ganggu hari libur saya."
Meletakkan kasar selang di tanah, kemudan mengelap tangan dengan bajunya. "Baru dua tahun Dinda tinggal di London, gaya bicara Abang beda banget. Kayak sama orang asing aja," gerutunya membenarkan ikat rambut.
Samudra melirik sejenak, namun setelah itu kembali fokus pada pekerjaannya. "Apapun bisa berubah dalam jangka waktu satu tahun. Contohnya saya."
Dinda yang kehabisan kata-kata hanya bisa diam, memainkan ujung kukunya sambil sesekali melihat kearah rumah.
"Bang Samudra udah punya pacar belum?" Tanya Dinda setelah beberapa saat terdiam.
Samudra nampak berpikir, namun kemudian menaikkan sebelah alisnya. "Pacaran itu nggak penting," jawabnya.
Sekilas terlihat senyuman kecil muncul di wajah Dinda. Itu berarti masih ada kesempatan besar bagi dirinya untuk mendapatkan pria idaman yang ada di hadapannya ini.
Samudra menatap ekspresi Dinda yang menurutnya sangat menggelikan. "Kenapa senyum-senyum? Udah gila?"
"Dinda emang udah gila. Lebih tepatnya tergila-gila sama Abang," ucapnya sambil mengedipkan mata genit.
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUB UTARA [On Going]
RomanceSuka sama tetangga sendiri? Kenapa tidak? Inilah Adinda Cempaka Kalisya. Gadis 21 tahun yang sejak lulus SMA tidak ingin kuliah, melainkan ingin menjadi pendamping bagi sosok Samudra Adiwijaya, duda anak satu yang ditinggalkan istrinya. Ada kalanya...