Bab 13

18 14 63
                                        


"Bahtera rumah tangga, hanya beberapa kata tetapi jika ditafsirkan lebih dalam memiliki makna yang dalam."

****

"Saya terima nikah dan kawinnya, Ayana Adsila Azhara dengan seperangkat alat solat dan mas kawin tersebut dibayar tunai!"

"Sah para saksi?"

"SAH!"

Tiga dialog yang cukup menjadikan Aya dan Ayres sebagai sepasang suami istri, setelah penantian beberapa minggu akhirnya mereka dipertemukan kembali.

Ayres menyodorkan tangan, seperkian detik Aya masih bingung, lalu kembali sadar dan menyambut tangan Ayres lalu menyalimnya.

Ayres membalas dengan kecupan lama di kening Aya, terlihat sangat bahagia, tak sedikit yang tersenyum haru, dan tak sedikit pula yang menatap tak suka.

Resepsi, akad, dan acara lainnya telah selesai di laksanakan. Aya dan Ayres sekarang sedang duduk di meja makan bersama dengan kedua keluarga mereka.

"Kalian sekarang udah menikah, kalau ada masalah selesaikan dengan kepala dingin," ucap Mama Ayres.

Mama Aya mengangguk setuju. "Selesaikan masalah dengan dewasa, belajarlah menjadi sepasang suami-istri yang bahagia."

Ayres membalas dengan senyuman, sedangkan Aya senyum sedih, ia sedih akan meninggalkan kedua orangtuanya.

"Jangan sedih Aya, kamu putri Papa yang paling cantik, Papa haram kamu bahagia selalu," ucap Papa Aya.

Aya menitikkan air mata haru, tak menyangka akan berjalan secepat ini, bahkan ia masih ingat saat Papa nya ini menemaninya untuk berjalan-jalan ke taman bunga.

"Aya sayang Papa," ungkap Aya.

Mereka berpelukan, saling mengungkapkan perasaan yang jarang sekali terungkap.

Menyadari suasana yang berubah menjadi sedih, Ayah Ayres mengambil peran. "Makan yuk, ini Ibu-ibu udah pada masak banyak," ucapnya.

Mereka tertawa, lalu kembali melanjutkan makan yang tertunda, sesekali bercerita tentang masa kecil Aya dan Ayres.

"Kami naik ke atas dulu ya, udah capek banget," pamit Ayres.

Aya hanya mengikut, setelah Yaa dan Ayres pergi ke kamar yang lain juga pergi ke kamar nya masing-masing.

Di dalam kamar, Aya dan Ayres merasa sedikit canggung, walaupun bukan pertama kalinya mereka berada dalam satu ruangan. Mengingat status yang sudah berubah menjadi sepasang suami-istri membuat rasa canggung itu datang kembali.

"Tidur aja, besok kita udah harus pindah ke rumah kita," tutur Ayres.

Alis Aya menukik, pertanda ia bingung. "Rumah kita? Bukannya kita tinggal sama Ayah Bunda kamu ya?" tanya Aya.

Ayres tersenyum, mengelus kepala Aya dengan lembut. "Kita bakalan pindah ke rumah kita mulai besok," ulangnya lagi.

"Yah... Padalhan enak kan tinggal disini, Aya jadi ga kesepian."

"Kan ada aku."

"Kalo cuman kita berdua itu tandanya masih sepi Res," kesal Aya.

Ayres terkekeh. "Nanti masih ada anak-anak kita," ucap nya.

Pipi Aya bersemu, humm memikirkan anak saja sudah membuat Aya tersipu malu. Menyadari Aya sedang malu, Ayres tertawa gemas, lalu menarik Aya ke dalam pelukannya.

Mereka tidur berbaring, dengan Aya yang berada di dekapan hangat Ayres.

"Mohon jangan tinggalin Aya lagi," ucap Aya.

"Aku gak bakalan kami,nyapu aku bakalan berusaha untuk buktiin."

"Kalau kamu pergi, aku ikut pergi ya?"

"Gak bakalan ada yang pergi, kita pasti bahagia selalu," ucap Ayres sembari mengelus kepala Aya.

"Mari menua bersama, lakukan apa yang ingin kita lakukan, lewati apa yang harus kita lewati, dan jalani apa yang seharusnya kita jalani," ucap Ayres.

"Aku harap begitu," balas Aya lalu menutup mata perlahan.

Ayres tersenyum lirih, lalu menatap wajah Aya yang damai saat tertidur.

"Aku harap kebahagiaan ini tetap ada, walau dia 'si perusak' akan datang."

Ayres tak bisa menyangkal bahwa dalam rumah tangga, pasti akan ada masalah yang menghampiri, entahlah memikirkannya membuat Ayres kahwatir. Lebih baik, ia menjalani apa yang sekarang ia rasakan.

Ayres menutup mata, mengutuk Aya menuju alam mimpi.

***

Hari masih menunjukkan pukul satu dini hari, Ayres terbangun karena pergerakan di sampingnya, ternyata dugaannya benar, Aya sepertinya tidak baik-baik saja.

"Kamu kenapa?" tanya Ayres.

Aya tak menjawab, hanya saja terus memeluk perutnya sendiri. "Sakit," lirihnya.

Ayres mengguncangkan bahu Aya, menepuk pelan pipi Aya, tak lama mata Aya mengerjap pelan.

"Are you okey?"

"Fine, tapi ini perutnya sakit banget!" ringisnya.

Ayres memutar isi otaknya, memikirkan apa yang sedang terjadi pada Aya, ah sepertinya ia tau sekarang. Aya sedang datang bulan.

"Lagi dapet ya?"

Aya melirik ke arah seprainya dan ternyata benar, ada noda merah darah disana. Aya malu, tentu.

"Gimana nih, jadi kotor sepreainya!" gerutu Aya.

"Gak usah dipikirin, sakit banget ya?" tanya Ayres.

Aya mengangguk.

"Bangun dulu, bersihin diri, nanti seprei nya aku ganti." titah Ayres.

Ayres menggendong Aya menuju kamar mandi, setelahnya ia mengganti seprai yang terkena noda itu.

Setalah semua kerusuhan itu, sekarang Aya sudah terbaring kembali di atas tempat tidur. Ayres membawakan minyak kayu putih, lalu menyingkap kaos Aya sedikit.

Aya yang memejamkan mata tak menyadari nya, tetapi saat tangan Ayres bersentuhan dengan perutnya ia terkejut. "Heh ngapain!" sentak Aya.

Ayres terkekeh. "Ini ngolesin minyak kayu putih dulu," jelas Ayres.

Ia kembali menjalankan tugas uang sempat tertunda, Aya tersenyum tipis, ternyata usapan yang diberikan Ayres tak seburuk yang ia pikirkan.

Ayres memberhentikan kegiatan mengusap perut Aya, saat ingin menganggat tangannya dari perut Aya, tetapi Aya malah menahannya.

"Elusin lagi," rengek Aya.

Mendengar suara Aya yang merengek membuat Ayres meneguk ludah, ya ampun Ayres harus menahan nya. Ia memilih berbaring di samping Aya sembari tak henti mengelus perut Aya.

****









TBC....
Komen next yuk!
Vote?komen? Gratis!
Instagram : @ln.azmi

Flowers in Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang