Bab 5

60 47 149
                                        

Bahagia, bahagia, bahagia, ternyata yang di katakan orang benar, sehabis penantian panjang pasti akan ada hasil yang memuaskan.

____________

****

Aya tersenyum saat mendapati Ayres yang berdiri di depan pagar rumah nya. "Rajin banget jemput Aku kesini," ujar Aya.

Ayres menatap Aya lalu tersenyum lembut. "Apa sih yang enggak buat kesayang," goda Ayres lalu membukakan pintu mobil dan menuntun tangan Aya untuk masuk ke dalam.

Aya tersenyum bahagia, setelah penantian nya yang memakan waktu akhirnya ia bisa bahagia sekarang, dengan orang yang ia sayangi tentunya.

"Hari ini mau kemana?" tanya Ayres sesekali melirik Aya dan kembali fokus pada jalan.

Aya menoleh lalu tampak berpikir, tak lama sepercik ide menghampiri pikirannya. "Kebun bunga, kita kesana aja!" seru Aya dengan semangat.

Ayres terkekeh lalu mengelus puncak kepala Aya dengan tangan kirinya, gadisnya belum berubah sejak dulu, masih saja menyukai bunga dan komponen nya. "Dasar fanatik bunga," cibir Ayres, yang di hadiahi tatapan tak bersahabat dari Aya.

"Mending fanatik bunga, daripada CEO menyebalkan!" ejek Aya sambil tersenyum sinis.

Satu hal yang Ayres ketahui, Aya paling tidak suka di sebut 'fanatik bunga' tetapi Ayres suka membuat Aya kesal oleh karena itu ia suka menyebut Aya 'fanatik bunga'

Setelah perdebatan yang cukup panjang antara Ayres dan Aya, sekarang mereka sudah sampai di salah satu kebun bunga milik Aya.

Sedari tadi Aya sudah tersenyum sumringah, sangat bahagia karena impian nya sedari kecil kini terwujud. Membawa Ayres ke kebun bunga milik nya. "Ayo cepetan! itu di sana ada banyak bunga loh," desak Aya pada Ayres yang masih memarkirkan mobil.

Tanpa sadar Aya menggandeng tangan Ayres, membuat sang empu kaget sekaligus senang karena Aya menggandeng tangannya.

Mereka berjalan di antara hamparan bunga berwarna-warni yang tertata rapi, Aya memetik setangkai bunga lavender lalu memberikan bunga itu pada Ayres. "Sesuai nama kakak, Ayres Laverendra, pasti dulu mams kakak suka bunga lavender." celetuk Aya.

"Beda, saya Laverendra bukan Lavenderendra,"

"Kan deketan itu!"

"Kalo beda ya tetap beda Ayana,"

"Menurut Aya maknanya sama kok,"

"Dasar fantik bunga, nama orang disamain sama nama bunga," cibir Ayres kesal.

"Dasar annoying CEO!" tukas Aya lalu berjalan ke arah tempat duduk bmyang ada disana.

"Kebun bunga nya luas banget ya," ujar Ayres menyapu pandan ke segala arah.

"Iyalah Aya gitu loh, kan toko bunga Aya banyak cabangnya jadi distribusi bunga nya dari Aya lah," ucapnya bangga seraya menepuk bahu bangga.

Ayres terkekeh, lalu pandangannya jatuh pada sepetak bunga kecil berwarna kuning yang indah, Ayres berjalan mendekati bunga itu lalu memetik nya beberapa tangkai.

"Bunga Alyssum, bunga yang kamu suka dari dulu, kamu bahkan kasih bunga itu buat aku," ucap Ayres lalu menyodorkan bunga itu pada Aya.

Aya tersenyum, ternyata Ayres masih ingat semua hal tentang nya, dari hal kecil bahkan hal besar pun ia ingat. "Ternyata kamu masih ingat tentang bunga Alyssum," ujarnya.

"Aku gak bakalan lupa sepenggal masa kecil kita," ucap Ayres.

"Lalu selama disana apa kamu punya pengganti Aya?"

Alis Ayres tertekuk mendengar pertanyaan itu. "Berpikirlah logis, jika aku sudah punya pengganti mu untuk apa aku kembali?" gemasnya.

"Ah iya juga,"

"Makanya isi pikiran kamu itu jangan bunga terus,"

"Dasar CEO menyebalkan!"

"Dasar fanatik bunga."

****

Setelah perdebatan antara dua insan yang sebenarnya saling mencintai tersebut, sekarang mereka sedang berada di warung sate Padang.

"Kenapa malah ngajak makan disini?" tanya Ayres tak suka.

Kening Aya mengkerut, pertanyaan macam apa itu. "Ya karna Aya laper lah," jawab Aya.

Mengabaikan Ayres yang masih saja tak ingin duduk, Aya memanggil penjual sate Padang dan memesan dua porsi.

"Mang beli 2 porsi ya,"

"Oke neng, di tunggu ya."

Ayres dengan wajah terpaksa duduk di samping Aya, menatap Aya kesal. Aya pun tak mengerti ada masalah apa jika ia mengajak makan Ayres di tempat ini.

"Kenapa mesti makan disini? Aku masih sanggup kok bayar restauran bintang lima kalo kamu mau,"

Aya memutar bola mata malas. "Ini tuh makan nya kaki lima, rasa bintang lima!" ucap aja semangat sembari memukul meja.

"Jangan dipukul atuh mejanya, kasihan neng," celetuk si penjual yang di balas cengiran oleh Aya.

"Makasih mang," ucap Aya lagi.

Aya membaca doa lalu melahap sate di depannya dengan cepat seolah tak pernah memakan sate, lain halnya dengan Ayres yang masih menatap tak nafsu.

"Gak mau makan?" tanya Aya menaikkan alis nya.

"Enggak! Ini gak sehat Aya," tegur Ayres.

Aya melotot. "Mentang-mentang di luar negri gak ada yang nama nya sate." cibir Aya. "Yaudah ini kalo gak mau Aya aja yang habisin," lanjutnya sambil menarik piring berisi sate yang ada di depan Ayres.

Aya makan dengan lahap, tidak memperdulikan Ayre sayang sedari tadi tergoda pad sate tersebut.

Merasa di perhatikan, Aya menoleh. "Apa liat-liat?"

"Enak banget ya sampe kamu makan banyak gitu?" tanya Ayres.

Aya terkekeh. "Bilang aja mau nyoba tapi gengsi."

"Saya gak gengsi, cuman takut itu gak sehat,"

"Iya deh yang dari dulu tinggal diiar negri," ujar Aya.

Ayres mencomot satu tusuk sate, memakan nya lalu terdiam. Ini enak, itu yang terlintas di pikiran Ayres.

"Aya kembalikan piring aku," pinta Ayres.

Aya hanya tertawa geli lalu menggeser piring milk Ayres yang tadinya sudah ia klaim menjadi miliknya.

"Lain kali gak usah gengsi gitu," peringat Aya.

__________

Jangan lupa vote and komen!
Vote? Komen? Gratis kok!

Flowers in Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang