Bab 8

26 22 13
                                        

Tolong hargai aku, bukan tentang hubungan yang belum jelas, selama ini kita selalu dekat, tapi tolong hargai aku meskipun kita tidak ada hubungan, setidaknya kabari keadaanmu.

__________________



***

"Bu Ayana!"

Teriakan dari seorang laki-laki bertubuh tinggi, dan bisa di golongkan tampan itu membuat Aya menolehkan kepala, ternyata Fahmi.

Aya sudah sampai di desa beberapa menit yang lalu, ia turun dari mobil dan langsung mendapat sambutan hangat dari banyak orang, dari kalangan anak-anak, remaja, bahkan orang tua menyambut kedatangan Aya. Sebegitu pentingnya peran Aya di desa ini.

Aya membalas lambaian tangan Fahmi lalu berlari memeluknya. "Aya udah kangen banget sama kamu," ungkap Aya.

"Fahmi emang ngangenin sih, gak usah heran," kekeh nya.

Sementara orang-orang yang ada disana merasa terasingkan, akhirnya menyadarkan Aya. "Cuman Fahmi aja nih yang disapa, kita juga ada disini loh," sindirnya.

Aya terkekeh lalu memeluk mereka satu persatu. "Aya juga kangen sama kalian, kalian sehat kan?" tanya Aya, dan di jawab anggukan kepala oleh mereka.

Setalah acara melepas rindu beberapa jam yang lalu, sekarang Aya sedang berbaring di kasur di vila yang ia pesan, angan-angan Aya terbang saat ia akan membangun tenda, memanggang jagung dan jejerannya, serta tidur di bawah hamparan bintang, dan dilanjutkan pagi harinya akan mengunjungi kebun bunga yang tak kalah indah. Membayangkannya saja sudah membuat Aya bersemangat, tak lama ia tertidur.

"Mbak Aya! Ayo makan dulu," panggil Mita.

Aya yang memang sudah bangun, berjalan ke arah pintu lalu membukanya. "Iya buk, Ayo kita turun."

Saat Aya turun, di ruang makan villa sudah penuh dengan orang-orang desa yang berkumpul. Mereka tersenyum ke arah Aya. "Maaf rame banget ya mbak, karna mbak jarang ke sini jadi ngumpul gini hehehe," ujar Fahmi.

Aya tersenyum lalu berseru. "Gakpapa malahan Aya seneng rame begini."

Mereka makan dengan hikmat, sesekali tertawa bersama karena gurauan yang saling dilemparkan.

Setelah acara makan-makan bersama, Aya dan Fahmi pergi ke kebun bunga yang ada di desa ini, tidak menaiki mobil hanya dengan berjalan kaki karena jalannya yang cukup sempit.

"Kebun nya masih sama kan Fahmi?" tanya Aya.

"Masih dong teh," jawab Fahmi.

Aya terpukau sejenak dengan pemandangan di depannya, matahari tenggelam dihiasi gunung yang di tumbuhi pepohonan lebat, serta hamparan kebun bunga yang luas. Sangat memanjakan mata, itu yang ada di pikiran Aya sekarang, dan sepertinya ia akan merasa betah untuk belama-lama di desa ini.

Aya mengelilingi kebun bunga tersebut, melihat perkembangan bunga dari tahun ke tahun, selalu ada peningkatan.

"Besok tolong di beritahu ke bapak ibuk yang lain agar menyiapkan bibit untuk di bawa ke kota," himbau Aya.

"Siap laksanakan!" seru Fahmi semangat.

Mereka menikmati senja dengan di kelilingi bunga indah, tertawa bersama, bertukar cerita sampai Aya lupa untuk menghidupkan handphone nya hanya untuk sekedar memberi kabar.

"Sekolah kamu bagaimana Mi?"

"Baik teh, berkat kebun bunga milik teteh Ibuk sama bapak bisa nyekolahin Fahmi," ucapnya.

Aya tersenyum lalu mengelus pundak Fahmi. "Suatu saat kamu pasti bakalan jadi orang yang lebih sukses dari pada saya."

Mereka larut dalam keheningan beberapa saat, sampai akhirnya Aya memutuskan pulang karena ingin berkemah di depan villa.

"Mau Fahmi bantuin?" tanya Fahmi.

Aya hanya mengangguk karena memasang tenda bukan hal yang cukup mudah untuk dilakukan seorang diri, mengingat ukurannya yang lumayan besar.

Tidak memakan waktu lama tenda sudah berdiri dengan sempurna, Aya masuk ke dalam tenda setelah menyuruh Fahmi pulang.

Membuka atap tenda, menampilkan hamparan bintang di langit yang tak terhitung banyaknya. Tiba-tiba saja pikirin Aya tertuju pada Ayres, apa yang sedang Ayres lakukan? Apa Ayres mencari Aya?

Aya menepis pemikiran, membuka novel yang ia bawa, ditemani secangkir susu hangat, tepat di bawah hamparan bintang Aya merasakan ketenangan yang ia nantikan.

***

Meninggalkan Aya yang merasa nyaman dan tenang di desa, sekarang kita beralih ke Ayres yang sedari pagi misuh-misuh tak jelas karena tak menemukan Aya, bahkan memberi kabar pun tidak.

Ia khawatir pada Aya, kenapa tak menghubunginya, saat Ayres ke rumah Aya tak ada siapa pun disana.

'Apa Aya meninggalkan Ayres?'

Pertanyaan yang terus berputar bak kaset rusak, di benak Ayres. Mengacak rambutnya lalu mengerang kesal, tiba-tiba satu ide terlintas di pikirannya, jari-jarinya berselancar di layar handphone.

"Tolong lacak dimana terakhir handphone Ayana," titahnya.

"Baik tuan."

Setelah percakapan singkat tersebut, Ayres langsung memutuskan sambungan telepon, memijat keningnya yang sedikit pusing.

Pekerjaan di kantor yang terus memiliki masalah, belum lagi masalah kerjasama dengan perusahaan lain, dan sekarang Aya menambah beban pikiran Ayres.

Andai saja Aya ada di sini bersama Ayres pasti ia akan menghilangkan sedikit rasa pusing di kepala Ayres saat ini, tetapi sayangnya Aya pergi tak tau kemana.

Sibuk dengan pikirannya, Ayres tersadar dengan notifikasi di ponselnya.

'Lokasi Aya saat ini ada di desa Rumbang.'

Kening Ayres berkedut saat melihat lokasi yang cukup jauh dari tempatnya sekarang, apa yang dilakukan Aya disana?

Mengingat lokasi yang terlalu jauh untuk di tempuh dan hari yang sudah sangat malam, mengurungkan niat Ayre suntuk menyusul Aya ke desa tersebut.

Merasa lelah dengan hidupnya belakangan ini, Ayres merebahkan tubuhnya di atas kasur, masih dengan setelan kantor ia tertidur melupakan sejenak masalah duniawi.

****












Jangan lupa vote, komen!
Vote? Komen? Gratis kok!
Instagram: ln.azmi

Flowers in Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang