Part 4

152 10 0
                                    

       Hari ku selalu diawali dengan sosok mentari yang menyapaku dengan sinarnya, aku memakai seragamku. Mbok Sirni belum memanggilku, itu berarti sarapan ku belum disiapkan.

      "Non, non Araaaaa. Sarapannya udah siap. Ayo makan" suara mbok Sirni sudah terdengar memanggilku, itu artinya sarapan untuk sudah tersedia diatas meja makan.

       Aku mengambil tas sekolah yang sudah berisi buku - buku untuk pelajaran hari ini. Mulai menuruni tangga menuju meja makan. Rumah ku memang tergolong terlalu luas bagiku karena hanya ditempati untuk aku dan mbok sirni. Itu juga jika mbok sirni tidak pulang kampung.

      "Pagi mbok" sapa ku pada mbok Sirni

      "Pagi non, ayo non makan. Mbok mau kebelakang lagi. Ada yang mau diberesin lagi" ucap mbok Sirni lalu kembali kebelakang dan menyelesaikan pekerjaannya

     Tak butuh waktu lama bagiku untuk menghabiskan makanan. Apapun yang dimasak mbok Sirni selalu pas dilidahku. Mbok Sirni memang selalu memperhatikan setiap tumbuh kembangku. Dia sudah seperti orang tua ku sendiri.

     "Mbok, Ara berangkat dulu ya" ucapku kepada mbok sirni lalu sesegera mungkin berangkat kesekolah.

     Pagi yang menyenangkan, dan akan menyenangkan jika orang itu tak menggangguku untuk hari ini.

    "Pagi Tiza"

    "Pagi Trisya"

    "Pagi Risya"

    "Pagi Shilla"

    "Dan salam terakhir untuk temen sebangku gue, selamat pagi Echa" ucapku menyapa teman - teman ku dengan senyum yang mengembang diwajahku.

    "Lu kenapa Ra? pagi - pagi udah senyum - senyum gak jelas gitu?" Ucap Echa lalu menyentuh kening ku memastikan bahwa aku baik - baik saja. Yaampun, sepertinya Echa sudah beralih profesi.

      "Ra, ini ada titipan surat dari ibunya Ali. Katanya dia sakit" ucap Echa lalu menyerahkan surat sakit Ali kepadaku.

       Ya aku memang sekretaris kelas, yang bertugas mencatat semua surat masuk dan surat keluar, mencatat semua tugas jika guru yang mengajar sedang absen. Aku tak sendiri, Ali merupakan wakil ku. Awalnya aku hanya bercanda menunjuknya sebagai wakil sekretaris, namun dia menganggap terlalu serius. Tetap saja aku yang banyak bekerja. Dia wakil yang tak berguna, lihat saja dia sekarang tidak masuk sekolah.

     "Oh iya Ra, si Ricky juga gak masuk tuh" ucap Trisya

     "Ada surat nya gak? Atau izin gitu lewat orang lain" tanyaku memastikan alasan Ricky tak masuk sekolah

    "Emang harus ada surat ya?" Tanya Tiza

     "Iyalah, kalau enggak ada nanti diabsensinya bisa jadi Alfa. Kalau Alfa keseringan nanti gak naik kelas. Lu mau kalau Ricky atau yang lainnya gak naik kelas?" Jelasku panjang lebar

     "Cieee, perhatian amat lu ama Ricky. Jangan - jangan lu udah mulai kepincut lagi ama Ricky" ucap Risya menertawakan ku

      "Cieeeeee"

      "Cieeeeee"

      "Cieeeeee"

      "Cieeeeee"

       Ya Tuhan, teman - teman ku memang keterlaluan jika meledek. Mungkin wajah ku kini sudah merah padam seperti tomat busuk. Kenapa harus begini, siapa juga yang mulai jatuh pada pesona Ricky? Tertarik juga tidak dengan hidupnya.

      Bunyi sepatu terdengar ditelingaku, aku melihat jam yang melingkar dipergelangan tanganku. Ini sudah waktunya masuk, tapi mengapa aku tak mendengar bunyi bel? Ah sudahlah. Jam pertamaku hari ini adalah, pelajaran sejarah oleh pak Sito.

Ara.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang