Jika saja banyak pilihan yang dapat kita pilih. Banyak orang yang dapat kita temui. Banyak cinta yang dapat dipilih. Dunia luas jika takdir mengijinkan untuk mengarunginya.
Aku dari sekian juta ribu umat manusia dibumi mungkin merasa takdir akan sangat buruk untuk ku. Waktu akan sangat kejam bagiku. Namun aku akan sangat berterima kasih pada saat seseorang selalu ada disampingku, membuatku tersenyum dalam pelukan hangatnya.
Aku membuka mata, matahari sudah mulai memancarkan sinarnya dari sela - sela tirai dikamar inap ku. Ya, ini hari keduaku dirumah sakit. Aku harap mbok Sirni tidak mencariku karena aku tidak pulang. Orang pertama yang kulihat adalah Ricky, tidur disamping kasurku. Menunduk, menyembunyikan kepalanya dilenganku. Aku tersenyum, rasanya aku ingin membiarkan apa yang terjadi tanpa harus melawannya.
"Rick bangun" ucap ku sambil menggoyang-goyangkan kepalanya
"Apaan sih?" Suara nya terdengar sangat parau, masih menunduk. Enggan untuk menerima sinar mentari pagi
"Lu gak sekolah? Gue bisa sendiri kok. Sana sekolah." Ucapku saat melihatnya masih mengenakam seragam sekolah kemarin
Apa dia tak pulang? Apa dia menjagaku semalaman? Tentu saja, jika bukan dia, lalu untuk apa dia disini.
Dia hanya diam, dan tiba-tiba menggeliat dan menunjukkan wajah memelasnya untuk bisa tetap disini
"Ih sumpah lu yak, gak ada cakep-cakepnya habis bangun tidur!" Ucap ku kesal dengan menarik rambutnya
Ricky tak melepaskan tanganku dari rambutnya, dia mengikuti arah tanganku yang menarik rambutnya, dan tanpa sadar itu mengahapuskan jarakku dengannya. Wajah kami hanya berjarak beberapa centi, ini jarak terdekatku selanjutnya.
Deg.
Terlalu dekat.
"RICKY!!!!!!!!! NGAPAIN LU DEKET-DEKET GUE!!! GAK SUDI GUE DEKET LU!!! SANA JAUH-JAUH!!!!" Aku berteriak, mungkin kini wajahku sudah seperti tomat busuk yang sering dipakai untuk melempar artis yang gagal panggung
"Ngapain teriak-teriak sih?" Tanyanya sambil sesekali tertawa, pasti dia menertawakan wajah ku
"Muka lu serem" ucapku bergidik ngeri membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya jika aku tak berteriak tadi
"Lu narik rambut gue, kalau gue ngelawan yang ada sakit rambut gue" ucapnya menjelaskan masih sesekali tertawa"Jangan bilang, kalau lu mikir gue mau nyium lu?" Tanyanya sambil menaikan sebelah alisnya
Apa?
Mencium?
Tak akan
"Ih apaan sih lu!!!" ucapku kesal dan sesekali mencubit lengannya. Aku berdoa didalam hati agar wajahku tak kembali seperti tomat busuk
"Lu kenapa? Wah bener yak kata gue tadi? Sampe merah gitu pipinya?" Ujarnya dan kemudian tertawa lagi, mungkin kali ini tawanya sedikit lebih kencang
Malu.
Malu.
Malu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ara.
JugendliteraturNamaku Ara, aku tak percaya cinta. Seseorang yang seharusnya mengajarkan betapa cinta itu menyenangkan, tetapi malah memperlihatkan betapa sakitnya jatuh cinta. Aku tak percaya cinta