Matahari pagi bulan juli sudah menyapaku dari celah - celah tirai kamarku. Pementasan itu sudah usai beberapa bulan yang lalu, kini aku dan yang lainnya sudah naik tingkat menjadi kelas XI. Kelasku terpisah dengan kelima temanku yang lainnya. Begitupun dengan dia, maksudku dengan Ricky.
Pementasan usai, maka aku dan Ricky juga telah usai. Tak ada percakapan lagi antara aku dan Ricky setelah pementasan itu, tak ada gelak tawa lagi atau jahil menjahili lagi. Dan jangan tanyakan padaku tentang ciuman itu, karna itu tak pernah menjadu topik pembicaraan lagi, memang dari awal itu tidak pernah dibahas. Persahabatan ku juga dalam ambang batas, dua bulan setelah pementasan Risya dan Trisya tak bisa akur lagi. Itu menjadi rahasia tersendiri bagiku.
Kini aku sudah bersiap - siap kembali kesekolah. Dengan semangat dan sejuta pertanyaan atas semua takdir yang kujalani.
Tak butuh waktu lama bagiku, kini aku sudah berada disekolah. Duduk dibangku depan seperti biasa. Bertemu dengan teman sebangku yang juga satu organisasi denganku. Tak ada yang spesial bagiku dihari pertama bulan juli ini.Bel sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, guru baru dikelas baruku sudah memulai pelajaran. Titik - titik air jatuh dari langit, ini semakin membuatku malas. Rintik hujan itu berubah semakin deras, aku tak bisa berkonsentrasi lagi terhadap pelajaran. Kenangan beberapa bulan yang lalu kembali mengusik otakku, menyuruh otakku untuk memutar memori itu.
"Ra, itu bu Reina lagi nanya" ucap Kika, teman sebangku ku menyadarkan ku dari lamunan
Aku melihat kearahnya, mengerutkan alis, tanda tidak mengerti.
"Ara, jadi apa jawabannya?" Tanya bu Reina karena aku tak menjawab pertanyaannya
"Maaf bu, tadi pertanyaannya apa ya bu?" Tanyaku
"Kamu ini ya. Kalau sekolah jangan melamun. Dengar pertanyaan saya baik - baik. Jika kamu tak bisa menjawab, keluar kamu dari kelas ini selama pelajaran saya" ucap bu Reina dengan tegas tanpa ada sedikit keringanan
"Dalam dunia ini, selalu ada yang berhubungan. Jika takdir selalu berhubungan dengan takdir yang lainnya, selalu ada sebab akibat dari semua yang terjadi. Jadi apakah seorang politisi besar dapat menjadi seorang penguasa hukum yang berlaku adil?" Tanya bu Reina
Aku masih mencerna kata - kata dari bu Reina, berpikir maksud dari pertanyaannnya.
"Bisa saja, semua takdir dapat berubah jika mereka menginginkan itu berubah. Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini bu. Bisa saja seorang penjahat kelas kakap didunia menjadi seorang penegak hukum yang adil dan memberantas semua tindak kejahatan?" jawabku akhirnya
Bu Reina tersenyum mendengar jawabanku, lalu segera membuat ekspresi datar kembali.
"Kali ini kamu lolos dari saya, lain kali saya akan menyuruh kamu keluar dari kelas saya dan tidak boleh ikut kelas saya lagi" ucap bu Reina sekali lagi
Bu Reina melanjutkan pelajaran kembali, dan aku berupaya untuk tetap fokus pada pelajaran bu Reina, meskipun pikiranku tak sepenuhnya terfokus pada bu Reina.
Pelajaran hari ini berjalan sangat membosankan, bel pulang sekolah sudah berbunyi nyaring. Namun, aku masih tetap didalam kelas.
"Eh Ra, gue kira lu ke aula" ucap Tiza menyadarkan ku dari lamunanku
"Hah? Emang kenapa?" Tanyaku
"Tadi anak osis banyak banget dideket aula, gak tau deh lagi pada ngapain" lanjut Tiza
"Oh yaudah, gue mau ke aula dulu ya. Kalau mau pulang duluan gapapa" ucapku lalu beranjak meninggalkan Tiza
Tak butuh waktu lama, aku sudah sampai didepan aula. Dan sepi, semua anggota osis sudah masuk kedalam aula. Yasudah, aku menunggu disini saja.
Aku berdiri, menyenderkan badan pada pembatas aula, melihat keadaan diparkiran sekolah. Ya memang, letak aula sekolah ku sangat strategis. Dari sini, aku bisa melihat anak - anak yang akan pulang dengan motornya, satu dua ada yang aku kenalinya.
Aku melihat dia, maksudku Ricky. Sedang berusaha menyalakan motornya,namun kali ini bukan coki si vespa coklat kesayangannya. Sudah beberapa bulan yang lalu Ricky sudah tak pernah membawa vespa lagi kesekolah. Tunggu, aku melihatnya dengan seseorang. Mungkin itu pacarnya, tapi tak ada chemistry sama sekali. Itu bukan urusanku.
"Dan pada akhirnya Margo sama Quin gak akan pernah nyatu" ucap suara berat yang pernah menggangguku
Aku hanya menatap datar Rowman, berharap dia segera pergi dari hadapanku.
"Gue udah tau semunya setelah pementasan Ra, jadi gue gak heran kalau Ricky udah punya pacar lagi. Karna dia sama lu gak beneran pacaran" ucap Rowman tanpa tahu bahwa ucapannya sangat menyebalkan
"Gue salut sama kalian berdua, hebat. Pementasan kita yang paling berhasil, dan hubungan lu sama Ricky juga spektakuler. Gak ada tandingannya, karna kepura - puraan kalian gak keliatan sama sekali. Apa yang kalian perananin di pementasan ternyata kejadian didunia nyata. Hebat." Ucap Rowman lagi sambil menepuk tangannya, mencemooh diriku. Menertawakan diriku.
"Udah?" Tanyaku dengan wajah datar, Ya Tuhan, dia sangat menganggu ku
"Yaudah lah ya, gue cuma berpendapat. Kalau lu gak suka, gak ada urusannya sama gue. Hubungan kalian berdua sekarang gak ada urusannya sama gue" ucap Rowman lalu balik badan dan meninggalkan ku yang masih menatap kepergiannya dengan tampang datar
Aku menatap kearah parkiran motor lagi, masih ada Ricky dan pacarnya sedang mengobrol. Aku terus memerhatikannya, tak lama kemudian Ricky dan pacarnya sudah pergi meninggalkan sekolah dengan deru motornya, mirip seperti motor cbr model kuno.
"Eh Ra, kok lu gak masuk kedalam tadi?" Tanya Raqy teman satu osisku
"Tadi pas gue dateng udah di tutup pintunya" ucapku dan mengalihkan pandanganku dari arah parkiran dan menatap Raqy
Raqy hanya mengangguk, entahlah itu pertanda mengerti atau hanya mengangguk saja agar obrolan ini dapat cepat selesai.
Aku hanya bertanya sekilas pada teman satu sekretariat bidangku tentang apa yang didiskusikan dalam aula. Lalu mengangguk, dan tersenyum. Setelah itu aku kembali kekelas dan mengambil tas.
Kelas sudah sepi, mengapa hari ini begitu tidak bersemangat. Hujan sudah berhenti sejak tadi, tapi aku masih malas untuk beranjak.
Aku tak mengerti dengan apa yang terjadi, aku tak mengerti dengan apa yang harus kurasakan. Apakah semua orang pernah merasakan ini? Atau hanya aku yang merasakan ini?
Aku sudah melihat Ricky bahagia, bukan kah aku sudah menjadi sahabat terbaiknya? Lantas apa yang masih kupikirkan? Apa yang masih ku permasalahkan? Sebenernya tak ada sama sekali, benar - benar tak ada sama sekali.
Aku melirik jam dipergelangan tanganku, sudah sangat sore. Aku harus kembali ke rumah sebelum mbok Sirni menelpon kesekolah atau nomor handphone ku.Tas sudah tersampir dipunggung ku, aku sudah berjalan menuju rumah, naik bis dihalte dan sampai dirumah dengan perasaan kacau balau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ara.
Подростковая литератураNamaku Ara, aku tak percaya cinta. Seseorang yang seharusnya mengajarkan betapa cinta itu menyenangkan, tetapi malah memperlihatkan betapa sakitnya jatuh cinta. Aku tak percaya cinta