Jakarta, 10 Maret 2017.
Bukan kah sudah ku katakan, bahwa di SMA Nusantara ada dua acara besar, yang pertama pementasan seni kemarin dan prom night.Hari ini seluruh siswa kelas 12 SMA Nusantara sibuk merias diri didepan cermin rumah masing-masing. Malam nanti Prom Night akan diadakan, mungkin saja Pesta Perpisahan ini akan berlangsung sangat meriah.
Bagaimana mungkin tidak akan meriah? Lihat lah, para petinggi sekolah juga sibuk menyuruh waitress yang disewa dari Restaurant terkenal pun tak tanggung-tanggung mendekorasi aula. Seperti perayaan hari jadi para pejabat, seperti itu pula lah acara Prom night nanti.
Aku masih mematut diri didepan cermin, masih mencoba memoles riasan diwajah pucatku. Sudah beberapa bulan ini aku tak pernah kembali kesekolah sebelum prom night berlangsung. Tubuhku tak berisi seperti dulu, tulang pipiku terlihat sangat jelas. Aku merasa seperti mayat hidup, sudah beberapa kali aku memoleskan riasan untuk menyembunyikan wajah penyakitan ku yang sangat menyebalkan ini.
Jantungku berdebar tak karuan, aku masih berusaha mengatur benang kusut milikku. Berusaha merangkai semuanya menjadi cerita yang lengkap, yanh dapat menjelaskan bagaimana perasaan ku.
Drrrrttt.
Drrrttt.
Ricky is calling...
Getaran handphone ku menyadarkan ku dari lamunan, nama itu tertera jelas di layar handphone ku. Akhir - akhir ini Ricky memang sering menelphone ku, sesekali bertanya apakah aku akan datang pada saat prom night nanti, bertanya apakah aku tak ada masalah sama sekali dengannya.
Aku masih membiarkan telphonenya, tak mau mengangkat sama sekali. Ricky seakan benar - benar mencuri segalanya dariku, mencuri mimpi - mimpi ku, mencuri semua perasaan ku, membuat semua pintu hatiku tertutup dan hanya dibuka oleh tatapan matanya. Ya Tuhan, apa yang tadi aku katakan? Hanya dia yang bisa membuat hatiku terbuka dengan tatapannya saja? Aku tak mengerti dengan apa yang aku rasakan. Semua masih terasa abu - abu. Apakah jika kita menyukai seseorang kita akan merasakan ini? Atau ini hanya perasaan penasaran? Entahlah.
Aku sudah selesai menyapukan make up dengan warna-warna yang indah di wajahnya, tak lupa dengan gaun yang tingginya 10 cm diatas lutut.
Sempurna. Awalnya hanya kata itu yang terbesit setelah semua make up selesai, tapi setetes cairan berwarna gelap pekat jatuh dari hidung ku
Kesempurnaan itu perlahan pudar, kulit yang pucat pun berusaha kututupi dengan make up yang cukup tebal. Tubuhku seperti tulang di bungkus kulit bagai rangka manusia yang di beri manset.
Urung sudah semua niat ku untuk pergi ke acara prom night sekolah. Aku pun mengambil secarik kertas berwana merah hati dan mulai mengukir apa yang ada didalam hatiku.
Drrrtttt.
Drrrttttt.
Dokter Pram is calling...
"Ya dok?" Tanyaku kepada dokter Pram sambil berusaha menghapus tetesan darah yang masih keluar dari hidungku
"...."
"Iya dok"
"...."
"Baiklah, 15 menit lagi saya akan sampai" ucapku lalu menyudahi percakapan ini sepihak
Aku segera mengambil jaket merah maroon kesukaan ku, memakainya untuk menyembunyikan semua kekurangan ini. Memesan taksi secepat kilat.
Tak butuh waktu yang lama, aku sudah sampai didepan gerbang yang penuh dengan riasan. Elegan dan sangat indah. Aku berjalan melewati gerbang, memasuki pintu utama. Melewati orang - orang yang sedang sibuk dengan urusannya masing - masing, ada yang sedang memakan kue, tertawa, menatap tanpa mengeluarkan kata sepatah katapun. pendingin udara terasa sangat menusuk tulangku, aku semakin merapatkan jaket merah maroon ku.
Alunan musik yang dilantunkan sangat indah, aku harus siap. Sambil menggenggam kertas yang sudah kutiliskan beberapa kata yang harusnya bisa ku ucapkan didepan dia. Beberapa orang sudah mulai menari, larut dalam musik. Aku melihatnya, aku melihat Ricky. Dia tak sendiri, dia sedang berdansa dengan seseorang namun bukan pacarnya yang pernah kulihat, seseorang yang belum pernah kulihat. Cantik, sangat cantik. Sempurna, sangat sempurna.
Tanganku mengepal, jaketku semakin kurapatkan. Aku mengurungkan niatku, badanku terasa semakin lemah, tak sanggup. Pikiran dan hatiku berkecamuk. Seharusnya ini tak pernah terjadi. Seharusnya aku tahu ini tak pernah terjadi.
Aku mempercepat langkah, menitipkan surat kepada penjaga sekolah, tanpa ada tambahan apapaun. Memasuki taksi lalu segera pergi. Pergi meninggalkan semuanya. Entah untuk saat ini atau selamanya.
Jalanan Jakarta lengang, tentu saja. Semuanya pasti sibuk dengan rumah masing - masing. Hatiku merasa tak tentram.
Drrrttt.
Drrrrt.
Drrrtt.
Ricky is calling...
Drrrtt.
Drrtt.
Drrt.
Echa is calling...
Telphone ku terus berbunyi nyaring. Untuk apa mereka semua menelphone ku,untuk apa Ricky mencoba menghubungiku. Bukan kah ia tadi sedang bahagia bersama seseorang yang bahkan aku sendiri tak tahu. Aku masih tak menghiraukan handphone ku yang terus berdering, aku tak bisa menerima kemungkinan terburuk ini. Aku merasa seperti manusia paling lemah yang seharusnya tak pernah dilahirkan oleh bumi. Air mataku menetes, badanku semakin bertambah lemah.
Tanganku sudah semenjak tadi berkeringat, jaketku semakin rapat. Tubuhku semakin menunjukan reaksi negatif. Kenangan itu berputar kembali pada awal bertemu, dia yang dengan seragam berantakan, wajah kusut, tak pernah membawa banyak buku, dudum selalu paling belakang, suka dengan gitar, dan tentu saja dengan coki, vespa coklat yang sangat manis kesayangannya. Mungkin aku akan merindukan itu semua, merindukan semua kejadian yang pernah aku alami, merindukan setiap kata - katanya, merindukan setiap tatapan mata coklat bening yang selalu menatapku teduh namun menusuk tepat dimanik mataku.
Air mataku kembali turun, semakin deras. Tanganku terus berkeringat. Mungkin memang ini adalah akhir dari semua. Akhir dari setiap ceritaku, akhir dari setiap apa yang seharusnya dapat ku ubah namun tak bisa ku ubah. Takdir tak mungkin bisa aku salahkan, karena semakin aku menyalahkan takdir maka semakin aku akan merasakan pahitnya takdir yang harus kuhadapi. Biarkan seperti ini, untuk saat ini maupun esok hari. Biarlah seperti ini, tetap seperti ini. Dengan begitu, maka aku akan tenang. Tenang untuk saat ini, maupun nanti.
Nama ku Ara, gadis lemah yang tak bisa menyusun benang kusut itu menjadi sebuah kisah cantik yang berakhir bahagia. Yang tak bisa merasakan apa yang yang sedang kurasakan. Yang tak bisa mengungkapkan yang seharusnya kuungkapkan.
Maafkan aku, maafkan aku yang tak pernah bisa mengatakan semuanya. Sejak awal kita bertemu sampai saat ini. Aku tak pernah berubah, aku harap kamu juga tidak pernah berubah. Aku harap kamu dapat memahaminya tanpa harus kujelaskan, tanpa harus ku katakan apa yang kurasakan. Maaf kan aku yang ternyata jatuh padamu. Maaf kan aku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ara.
Подростковая литератураNamaku Ara, aku tak percaya cinta. Seseorang yang seharusnya mengajarkan betapa cinta itu menyenangkan, tetapi malah memperlihatkan betapa sakitnya jatuh cinta. Aku tak percaya cinta