Ch. 05: Panggung

338 106 48
                                    

Musim panas memang musimnya festival. Ilsan tidak mau ketinggalan menjadi salah satu penyelenggaranya. Karena target pengunjungnya adalah kalangan muda, maka College menjadi salah satu alternatif terbaik untuk dijadikan pengisi acara. Dan benar saja, dengan memasang foto College di banner promosi yang disebar sejak seminggu yang lalu, pengunjung festival kali ini meningkat tiga kali lipat dibanding tahun lalu.

Hyunjung sedikit banyak menyesal dengan keputusannya untuk datang ke festival tersebut demi ikut menonton College juga. Perlu diingatkan kembali, bahwa Hyunjung adalah seseorang yang tidak suka berada di tengah keramaian yang berlebihan. Namun sudah terlanjur, tidak mungkin juga Hyunjung pulang sekarang tanpa membawa pengalaman apa-apa.

"Mengerikan." Hyunjung bergidik sembari terus berusaha agar tidak bertabrakan dengan banyak orang yang berlalu lalang di sana. "Bagaimana bisa orang-orang memasang wajah gembira ketika harus berjubal dengan ratusan orang lainnya?"

"Karena memang begitulah sifat manusia diciptakan," sahut Jiwoo, yang sedari tadi menahan ketawa melihat Hyunjung yang tampak begitu risi di tengah keramaian.

"Sebagai manusia, kodratnya kita memang untuk bersosialisasi dengan manusia lainnya. Kita tidak bisa hidup sendirian, Hyun."

"Tapi tidak—"

"Tidak dengan manusia sebanyak ini?" Jiwoo hafal dengan apa yang akan Hyunjung utarakan. "Kurekomendasikan kau mengambil kelas online psikologi agar tahu bahwa setiap manusia memiliki cara masing-masing untuk mengisi ulang energi mereka yang terkuras habis karena kegiatan sehari-hati."

Jiwoo menarik Hyunjung ke salah satu stand makanan yang menjual tteokpokki. Jiwoo pesan yang sangat pedas, sedangkan Hyunjung yang sedang.

"Bagimu yang merasa jauh lebih nyaman menghabiskan waktu sendiri, mereka yang senang berjubal dengan manusia lainnya adalah kelompok manusia yang aneh. Tapi di mata mereka, orang-orang sepertimu pun sama anehnya."

"Tenang itu menyenangkan, Kak. Tidak ada kebisingan, juga perbedaan pendapat ketika ada banyak pilihan tapi punya waktu yang terbatas. Buang-buang waktu."

"Bagi mereka, orang-orang yang menyukai ketenangan sepertimu hanyalah orang-orang kesepian yang takut untuk membuka diri dengan orang lain."

"Aku perlu meluruskan satu hal." Hyunjung yang semula menghadap ke keramaian festival, mengubah posisi jadi menghadap Jiwoo. "Aku tidak takut untuk membuka diri pada orang lain, tapi hanya merasa merepotkan jika berinteraksi dengan terlalu banyak orang seperti yang mereka lakukan sekarang."

Satu tangannya membuat gestur menunjuk kerumunan.

"Biar aku ambil contoh sederhana. Saat kau punya banyak teman dan berjanji untuk bertemu di akhir pekan, tidak mungkin kau hanya tinggal keluar pada waktu yang ditentukan tanpa memikirkan apa-apa. Mungkin saja sebelum harinya, kau sudah repot memikirkan ingin pakai baju apa, sepatu mana yang cocok dengan baju yang kau pilih, harus mulai siap-siap jam berapa karena tidak mungkin kau tidak merias wajahmu sedikit pun. Sudah menjadi naluri manusia bahwa kita tidak ingin menjadi yang terburuk di tengah-tengah populasi.

"Belum lagi setelah bertemu, masih berdebat ingin makan apa, ingin menonton film apa, memilih sudut tempat mana yang bagus untuk mengambil foto, dan banyak hal merepotkan lainnya. Terkadang, ini buruknya, jika orang seperti aku ini diajak keluar oleh sekelompok manusia trendi, bisa jadi bukan karena mereka ingin berteman denganku, tapi butuh orang tambahan untuk sekadar dijadikan tukang foto atau malah jadi ATM berjalan mereka. Kak, dunia ini mengerikan karena manusia-manusianya."

Jiwoo hanya mengangguk, tidak berminat untuk menanggapi. Berdebat di tengah festival bukanlah hal yang bagus. Malah tanpa melihat pun, Jiwoo pikir mungkin saja Bibi penjual tteokpokki di belakangnya sudah menatap aneh ke arah mereka.

LIVE WITH ROCKSTARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang