Ch. 06: Teman

338 91 43
                                    

Ketika iklim sudah mulai menghangat, itu menjadi pertanda bahwa musim panas hampir usai, dan semester baru akan segera dimulai. Masa santai Hyunjung untuk bermalas-malasan di rumah pun sudah hampir habis masanya.

"Aku benci kuliah," gerutu Hyunjung, begitu dirinya selesai memilih mata kuliah dan kelas yang akan diikutinya selama satu semester ke depan.

"Kurasa tidak ada yang benar-benar menyukai kuliah. Hanya saja, kita otomatis dianggap tidak punya masa depan hanya dengan bermodal lulusan SMA."

Sialnya, Jiwoo benar. Kehidupan sosial terasa semakin mengerikan ketika standar yang ditetapkan oleh masyarakat seolah mengalami peningkatan setiap waktu. Jika dulu sekadar kuliah atau melanjutkan pendidikan khusus setelah SMA sudah cukup, maka beberapa tahun ini harus kuliah di universitas dan jurusan yang bagus.

Berjuang untuk bisa masuk universitas dan jurusan yang memiliki presentase penerimaan kecil saja sudah cukup membuat stress para remaja, nantinya masih harus pusing dengan perkuliahannya itu sendiri. Kalau sudah lulus, masih harus bersaing untuk bekerja di perusahaan multinasional atau lolos ujian pegawai negeri sipil.

"Omong-omong, aku sering ke sini dan hampir tidak pernah lihat Min Yoongi sama sekali. Sudah sebulan lebih dia tinggal di sini, apa tidak sayang uang sewa yang dibayarkan kalau jarang pulang begitu?"

"Dia pulang. Biasanya lewat tengah malam, makan ramen dengan telur sebentar, lalu tidur. Besoknya sudah siap pergi lagi sekitar pukul tujuh."

"Apa-apaan? Katanya tidak naksir, tapi hafal begitu dengan rutinitasnya."

Hyunjung memutar bola matanya jengah. Selalu saja seperti itu. Setiap membicarakan Yoongi, Jiwoo akan mencari celah untuk mengemukakan teori bahwa Hyunjung memang naksir pada roommate barunya itu.

"Kak... sebulan lebih aku melihatnya begitu-begitu saja hampir setiap hari. Terkadang dia pulang siang atau sore hanya untuk memberi makan Jun, lalu pergi lagi. Semua kegiatan monoton terjadi di sini, jadi bagaimana mungkin aku tidak memperhatikan sampai hafal begini? Berhentilah bersikap seperti anak SD yang sering memasang-masangkan temannya karena kebetulan yang konyol."

"Iya, iya." Jiwoo mengulas senyum, senang kalau sudah membuat Hyunjung kesal karena hal sepele begitu. "Tapi mungkin, Hyun, sebentar lagi rutinitas itu tidak akan kau lihat untuk sementara."

"Kenapa?"

"College punya kontrak tur festival musim gugur. Setiap akhir pekan mereka akan ke luar kota, dan hari-hari biasa mungkin mereka akan latihan."

"Dari mana kau tahu?"

"Kim Namjoon."

Mata Hyunjung memicing. Belakangan, Jiwoo terlampau sering menyebut nama Namjoon. Hal itu sering juga mengingatkan kembali pada momen di mana Jiwoo menyuruh Yoongi untuk memintanya pulang, sementara Jiwoo sudah mabuk dan akhirnya pulang dengan Namjoon.

Bisa saja Namjoon mengantar Jiwoo ke rumahnya, tapi malam itu, sekitar pukul dua, ibu Jiwoo menghubungi Hyunjung dan menanyakan apakah Jiwoo menginap. Hyunjung terpaksa berbohong bahwa Jiwoo memang menginap di tempatnya, karena terlalu lelah setelah seharian berkeliling di festival.

"Kak, kau mengkhianati Kak Seokjin?" Hyunjung memendam kecurigaan tersebut belakangan, tapi kini ia ungkapkan.

Jiwoo tak langsung menjawab, hanya menatap Hyunjung dengan tatapan yang tak dapat Hyunjung artikan. Jika sudah menyangkut soal Seokjin, Hyunjung tak dapat menebak apa yang ada dalam pikiran Jiwoo sedikit pun.

"Kak Seokjin kasihan kalau terus menderita karenaku. Mungkin sudah saatnya hubungan kami berakhir sekarang."

Hyunjung tidak tahu harus merespons seperti apa. Hubungan Seokjin dan Jiwoo memang rumit. Mereka tak tampak saling cinta, tapi selalu terang-terangan menunjukkan kecemburuan. Jiwoo selalu bersikap seperti pelanggan biasa ketika pergi ke kafe Seokjin, pun sebaliknya juga tak menunjukkan kalau yang berkunjung adalah kekasihnya sendiri. Selain orang terdekat, pasti tidak ada yang menyangka bahwa mereka sepasang kekasih.

LIVE WITH ROCKSTARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang