Tidak ada perbedaan signifikan antara waktu di mana Yoongi masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir yang menyewa salah satu kamarnya, dengan Yoongi yang kini mendapatkan kesempatan untuk melakukan pendekatan pada Hyunjung. Induk semangnya sendiri.
Lelaki itu masih berangkat pagi buta untuk menjalani salah satu pekerjaan paruh waktunya, tapi kali ini ia pasti menyempatkan diri untuk menyiapkan sarapan untuk Hyunjung—walaupun sebatas roti isi. Pulangnya terkadang larut, terkadang tidak. Tergantung situasi, katanya.
"Sampai tiba waktunya untuk presentasi proyek terakhir, aku tidak mencari pekerjaan paruh waktu dulu."
"Kapan presentasinya?"
"Minggu depan, tapi harinya belum ditentukan. Terserah pengujinya, kapan punya jadwal yang longgar. Terkadang ada yang diberitahu pukul tiga pagi, agar mereka melakukan presentasi pukul delapan pagi di hari yang sama."
"Gila!"
"Makanya yang bisa kulakukan sekarang hanya bersiap. Materi presentasi sudah siap semua, tapi setiap hari selalu diperiksa, jaga-jaga kalau ada yang terlewat. Aku sungguh harus lulus semester ini."
"Kenapa kau tidak berpikir seperti itu di semester-semester sebelumnya?"
Yoongi tidak langsung menjawab. Ia menelengkan kepala, sedangkan Hyunjung sampai menoleh padanya untuk memastikan apakah ia telah salah melontarkan pertanyaan atau tidak.
"Mungkin memang sekarang baru saatnya," jawab Yoongi, enggan membicarakan tentang alasan kuliahnya yang lulusnya tertunda cukup lama. Ia menoleh, balas menatap Hyunjung. Senyum tipisnya terukir. "Kau jangan sampai terlambat lulus sepertiku."
"Aku memang tidak berniat seperti itu." Hyunjung memalingkan wajah kembali ke arah TV yang sedang menayangkan iklan mobil. "Kalau bisa aku lulus lebih cepat. Inginku seperti itu, tapi ternyata kuliah sulit juga. Mau lulus satu mata kuliah saja perjuangannya cukup gila."
"Kuliah memang tidak mudah, tapi sekarang hampir tidak ada peluang pekerjaan dengan gaji memadai untuk lulusan SMA. Jika bukan karena itu, mungkin aku sudah menyerah dengan kuliahku."
"Kau pernah berpikir untuk menyerah?"
Yoongi mengangguk tanpa berpikir panjang.
"Setelah Ayah dipenjara, aku sempat berpikir untuk merelakan semuanya. Pengajuan cuti kuliahku hanya bentuk formalitas, karena prosesnya lebih singkat dibanding mengundurkan diri. Tapi sejak awal, aku memang memutuskan untuk keluar. Aku melakukan pekerjaan apa pun selama dua tahun untuk menggantikan posisi Ayah sebagai kepala keluarga. Seulgi harus menyelesaikan kuliah kedokterannya, dan kedai kudapan ibuku jelas tidak akan bisa membiayainya."
Hidup Yoongi sekarang memang masih sulit, tapi tidak sesulit awal-awal ayahnya dipenjara. Yoongi yang sebelumnya hanya mengambil sedikit pekerjaan paruh waktu untuk menambah uang saku, harus menambah pekerjaan untuk membiayai seluruh hidupnya, hidup Seulgi, juga kuliah saudara kembarnya itu.
Yoongi pernah hampir diusir dari kamar basement karena terlambat seminggu membayar uang sewa. Makanan kedaluarsa minimarket sudah menjadi makanannya sehari-hari.
"Aku benar-benar bekerja tanpa kenal lelah saat itu, dari pagi ketemu pagi. Dua tahun aku melakukannya, dan menyadari bahwa seberapa keras pun aku bekerja, hasilnya tidak akan pernah sepadan dengan waktu dan tenaga yang kukorbankan. Dan aku akan terus seperti itu sampai tua, kalau sampai aku berani membuang kesempatanku untuk melanjutkan kuliah."
Hingga akhirnya Yoongi membulatkan tekad untuk melanjutkan kuliahnya, terutama setelah Seulgi mulai masa koasnya. Katanya, ia tak butuh lagi bantuan dana dari Yoongi. Seulgi masih membutuhkannya, tapi ia tidak mau saudaranya mengorbankan masa depan demi dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIVE WITH ROCKSTAR
FanfictionYoon Hyunjung memasang iklan termahal di buletin kampus, bahwa ia sedang mencari roommate. Tinggal di tempat strategis, murah, tanpa deposito. Dengan berbagai syarat dan proses yang merepotkan, pilihan Hyunjung jatuh pada Min Yoongi. Drummer band ro...