#9

4.7K 227 3
                                    

apa aku terlalu berharap kepada sesuatu yang tidak akan pernah aku dapatkan?

💭💭💭

'Harapan gue sekarang udah musnah gitu aja. Mungkin gue terlalu ngarep kalau Randy itu suka sama gue. Gue sadar diri sih,tapi gabisa apa gue masuk aja sedikit di hatinya dia?' Tulis gue lalu menutup buku diary.

Gue masih nangis di kamar. Sendirian. Tiba-tiba aja gue kepikiran buat nelfon Rival. Buat curhat. -Rival itu temen deket cowok gue selain Randy-. Gue membuka aplikasi Line lalu mencari kontak 'Rival Avaldo'

Olivia Anastasya : Val ke rumah gue,gue tunggu

Rival Avaldo : Kenapa lo?galau?Randy lagi?yaudah tunggu.

Oliviaaaa : Nanti gue ceritain

Setelah 10 menit menuggu,akhirnya Rival dateng juga. Waktu dia buka pintu gue langsung lari terus meluk dia. Dia ngajak gue duduk,ya gue nurut. Gue nyeritain semuanya. Tangisan gue pun semakin kencang.
"Masih ada kesempatan kali,Liv"ucap Rival sambil mengelus rambut gue. "Gue udah nyerah. Dengan perlahan,sekarang gue udah mencoba mundur. Gue capek,Val"ucap gue pada Rival sambil terus menangis.

Krek...

Gue rasa ada yang buka pintu,siapa? Oh,Randy.
Tangis gue semakin menjadi,gue semakin mengeratkan pelukan.

"Kalian berdua ngapain disini?"tanya Randy ketus. "Dan lo,kenapa nangis?" Dia nanyain gue?tumbenan. Gue menggeleng pelan. "Val,dia kenapa?"tanya Randy. "Dia gak apa-apa. Cuma butuh ketenangan"jawab Rival tersenyum. "Cerita sama gue,Liv"ucap Randy. "Gak semua masalah gue lo harus tau kan,Rand?"ucap gue yang masih menangis. Randy memeluk gue. Gue pun melepaskan pelukan Randy dengan kasar.

"Kenapa lo ngelepasin pelukan yang selalu ngangetin lo selama ini?"tanya randy.
"Apa gue bisa dapetin itu lagi?enggak kan!gausah ngasih gue harapan,Rand. Gue itu --suka sama lo--- Rand"ucap gue mengecilkan suara di bagian 'suka sama lo' agar tidak terdengar Randy. Randy pun akhirnya keluar dari kamar gue. "Lo liat kan dia gimana?gue capek! Dia selalu ngasih harapan,tapi apa? Akhir-akhirnya setelah dia nerbangin gue,dia jatuhin gue juga"ucap gue terus menangis. Bahkan semakin kencang.
"Gue akan selalu ada buat lo,Liv. Pundak gue bisa lo jadiin senderan kapanpun lo mau"ucap Rival.
"Makasih Val,gue gatau lagi kalo gaada lo"ucap gue tersenyum. Rival melepaskan pelukan gue. Dia mengambil gelas berisi air mineral di atas meja belajar gue. Dia nyuruh gue minum,biar tenang katanya.

"Gimana?"tanya rival.
"Lumayan tenang sih"jawab gue tersenyum.
"Jangan nangis,Liv. Jangan nangisin orang yang belum tentu nangisin lo,Liv"ucap Randy. Gue ngangguk.
"Gue udah nyerah,mulai sekarang"ucap gue menyerah.
"Jangan nyerah sebelum lo nyoba untuk berusaha"ucap Rival bijak.
"Gue emang sabar,Val. Tapi manusia itu punya batas kesabaran. Gue gak mungkin bisa terus sabar ngadepin sikap Randy yang gak peka gitu. Udah gue ngode berkali-kali juga dia gak akan peka,mungkin gue harus nunggu sampe tanggal 32"ucap gue sedikit ngelawak -walau garing- lalu menundukan kepala gue.
"Val,gue udah mutusin buat nge-refresh otak gue. Lusa gue berangkat ke Spore. Mumpung libur juga"ucap gue.

"Hah?lo gak terburu-buru ngambil keputusan?"tanya Rival.

"Gue udah mikirin ini dari dua bulan yang lalu"ucap gue meyakinkan.
Rival mengangguk seolah mengerti.

"Ohiya,besok gue berangkat sama lo ya"ucap gue.

"Siap boss!gue jemput lo jam setengah tujuh!"ucap Rival. Gue mengangkat ibu jari gue 'ok'.

"Yaudah gue pulang dulu?gaenak udah malem. Dahh. See u tomorrow,Olivia Anastasya"ucap Rival keluar kamar gue.

"Iya,see u tomorrow"balas gue tersenyum.

Gue naik ke atas ranjang,menarik selimut lalu memejamkan mata untuk tidur.

💭💭💭

edited -180116-

FriendzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang