Olivia menatap layar macbooknya lalu tersenyum. Disana tertera sebuah notifikasi skype dari Aldi yang mengajaknya untuk video call. Saat Aldi men-call, dengan segera ia pun mengangkatnya.
"Haii!"sapa Aldi. Olivia tersenyum lalu melambaikan tangan,
"Hai, Aldiii!"
"Gue ganggu gak nih?"
"Engga ko, nyantai aja. Lagian gue juga gabut banget nih"
"You again what, Liv?"tanya Aldi, Olivia mengerutkan alisnya tidak mengerti.
"Hhhh, pasti gak ngerti? You itu lo, again itu lagi, what itu apa. Maksud gue, lo lagi apa?"kata Aldi lalu nyengir.
"Ohh itu maksudnya. Bilang dong daritadi!"Olivia lalu terkekeh.
"Ah lo remed bahasa inggris!"
"Enak aja. Lo kali yang remed. By the way gue lagi buka youtube nih"kata Olivia.
"Oohh"Aldi mengangguk-anggukkan kepalanya, "Lo gamau nanya ke gue balik gitu?"
"Engga ah, ngapain banget. Kaya kurang kerjaan aja, wle!"kata Olivia diakhiri dengan menjulurkan lidahnya.
"Okey, besok berangkat sekolah gak sama gue"ucap Aldi lalu menyipitkan matanya.
Olivia menatapnya bingung, "Sejak kapan gue berangkat bareng lo? HAHAHAHHAHAHAHAA"
"Oh iya ya, lupa heheh. Jadi, besok mau gak berangkat bareng?"tanya Aldi akhirnya.
"Oalaah modus. Katanya tadi gak mau bareng!"
"Engga, becanda kali. Mau gak nih? Sebelum berubah pikiran"
"Iya iya!"Olivia lalu mengangguk.
"Jam 6 ya?"
"Oke, udah dulu ya. Biologi numpuk nih, bye!"
"Jam 6 ya, Liv"•••
Saat mengerjakan tugas Biologinya, tiba-tiba saja ada seseorang yang mengetuk pintunya. Ia pun bergegas menuju pintu lalu membukanya. Coba tebak siapa yang datang? Ya! Randy. Orang yang sudah jarang ia lihat beberapa hari ini. Ia datang dengan wajah yang kusut.
"Kenapa?"tanya Olivia dengan nada datar. Sebenarnya, sekarang jantungnya sedang berdetak lebih cepat. Randy memilih untuk tetap diam dan duduk di atas kasur.
"Kenapa sih Rand? Lo tiba-tiba masuk tanpa ngetuk pintu, terus pas gue nanya lo malah diem gini. Lo berubah"tanya Olivia, kini matanya terfokus pada Randy.
Randy tersenyum kecut, "Gue berubah? Lo yakin gue yang berubah?"
"Lo yang berubah, Liv! Sejak kapan gue masuk kamar lo pake ngetuk pintu segala? Sejak kapan lo bicara dengan nada datar yang sedingin itu? Dan sejak kapan gue ga selalu bareng lo lagi? Lo yang berubah, Lo yang jelas benar-benar berubah"kata Randy yang mukanya mulai memerah, terlihat jelas Randy yang sedang emosi.
Olivia terdiam. Ya, ini salahnya. Tapi bisa juga tidak. Bagaimana sikap kalian jika mengalami hal seperti Olivia? Tentu mungkin kurang lebih kalian akan seperti itu.
Handphonenya bergetar, tertera nama Aldi disana.
"Halo"
"Kenapa?"
"Iya, bentar lagi gue ke bawah"Aldi penyelamat, batin Olivia. Ia pun mengambil sling bag miliknya lalu berjalan menuju pintu. Tapi tangannya ditahan oleh seseorang, tentunya Randy.
"Lo mau kemana? Sama siapa?"tanya Randy.
"Gue mau kemana sama siapa ya terserah gue lah. Bukan urusan lo"kata Olivia bersikap tak peduli.
"Gue ga ngizinin lo untuk keluar ya"Olivia menautkan alisnya.
"Hah? Apa sih lo! Sejak kapan lo bisa ngatur gue? Ini hak gue ya, gak ada urusannya sama lo"Olivia menaikkan suaranya.
"Lo kan sahabat gue"kata Randy yang mendapat senyum kecut dari Olivia.
"Sahabat iya sahabat? Lo masih nganggep gue sahabat ketika lo udah ga peduli sama gue, hah? Apa pernah gue larang lo buat pergi sama gebetan lo? Kapan Rand, kapan? Walaupun gue ngerengek-rengek juga lo gak peduli kan? Udahlah, gue mau pergi. Capek gue Rand" Randy melepaskan tangannya lalu kembali diam. Dengan langkah cepat, Olivia pun pergi meninggalkan Randy sendirian. Olivia melangkah seiring dengan matanya yang terus mengeluarkan air mata.
"Kenapa lo nangis?"tanya Aldi ketika perempuan yang ia tunggu sedaritadi sudah ada di depan matanya. Olivia hanya menggeleng lalu menghapus air mata yang membasahi pipinya, "Cepetan". Dengan beribu pertanyaan di kepalanya, Aldi masuk lalu menjalankan mobilnya.
•••
Walaupun Aldi fokus menyetir, ia tetap memikirkan Olivia yang sedaritadi menahan tangisnya dengan menggigit bibir bagian bawah.
"Kalau mau nangis, nangis aja. Gak usah ditahan. Gak usah sungkan buat nangis di depan gue"kata Aldi, tentu saja Olivia langsung menangis sejadi-jadinya. Aldi yang iba melihatnya langsung meminggirkan mobilnya dekat halte.
"Kenapa?"tanya Aldi. Olivia menggeleng dengan air mata yang terus turun, "Gue gak kenapa-napa"
"Kalo lo gak kenapa-napa gak mungkin lo sampe nangis gini Liv. Coba cerita sama gue, ada apa?"tanya Aldi, Olivia menatapnya lalu menggeleng.
Tanpa berpikir panjang, Aldi menarik Olivia ke dalam dekapannya. Olivia yang diperlakukan seperti itupun tidak menolaknya, ia bahkan terus menangis mengeluarkan semua yang ia rasakan. Aldi terdiam, membiarkan Olivia menuangkan semua kesedihannya.
Setelah tangisannya mulai reda Olivia membenarkan posisinya lalu menghapus sisa-sisa air mata di pipinya.
"Maaf"kata Olivia lalu menundukkan kepalanya.
"Maaf kenapa?"tanya Aldi yang bingung karena Olivia yang tiba-tiba meminta maaf padanya.
"Maaf, gara-gara gue nangis baju lo jadi basah" Aldi lalu melihat bajunya yang kini basah. Ia tersenyum.
"Gapapa, gue ikhlas"
"Makasih ya, Di. Walaupun kita baru kenal beberapa hari, lo udah peduli sama gue dan lo mau dijadiin tempat senderan sama gue"kata Olivia.
"Gapapa, kapanpun gue ada buat lo. Jangan nangis lagi ya?"Aldi lalu mengelus rambut Olivia.
Olivia mengangguk, "Makasih, Di. Gue beruntung kenal sama orang kaya lo"
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone
Teen FictionMungkin tuhan cuma ngizinin kita untuk jadi sahabat. Gak lebih, dan gak akan pernah lebih dari itu.