Aroma khas rumah sakit dengan orang-orang berpakaian serba putih terlihat setelah Olivia berada di koridor rumah sakit. Setelah ibunya memberi kabar bahwa nenek Randy mengalami koma, Olivia meminta Aldi untuk mengantarkannya. Aldi memutuskan untuk pulang karena akan ada acara keluarga beberapa jam lagi. Ia menyelusuri rumah sakit lalu menuju ke lift untuk naik ke lantai 6, tempat nenek Randy dirawat. Sampai di lantai 6, Olivia melihat Randy yang sedang duduk di depan salah satu kamar VIP itu.
"Rand?" Randy yang menunduk langsung mengangkat kepalanya. Wajahnya terlihat lemas. Matanya sendu. Ia tersenyum tipis.
"Lo pasti belum makan ya? Nih makan dulu, tadi gue dari McD. Jangan lemes gitu dong, abis lo makan siapa tau nenek bangun"titah Olivia sambil menyodorkan kresek berisi makanan yang telah ia beli tadi. Randy menggeleng.
"Yeh dasar. Biasanya makan banyak juga, sosoan diet. Ayolah, makan dulu. Percaya sama gue. Nenek pasti siuman"Olivia berbicara lagi. Sedikit menghibur Randy. Akhirnya Randy mengangguk lalu mengambil makanan di tangan kanan Olivia, "Makasih"
Randy memakannya dengan lahap. Olivia tersenyum memandangi wajah sahabat laki-lakinya. Randy yang merasa dirinya terus diperhatikan memilih menatap balik Olivia dan menaikkan kedua alisnya,"Kenapa?"
Olivia tersadar, "Eh? Enggak enggak! Udah selesai makannya?"Randy tersenyum lalu mengangguk. "Makasih ya, Liv"
"Dokter, Dokter! Ibu saya siuman!"seru Ibu Randy memanggil para dokter. Kedua remaja di luar yang mendengarnya pun refleks menarik kedua sudut bibir mereka. Tersenyum lega. Randy membalikkan badannya ke Olivia dan tanpa aba-aba langsung memeluknya.
Dengan pelukannya yang tiba-tiba itu, Randy hampir membuat Olivia terjatuh. Yang dipeluk badannya menegang. Ia mencoba untuk menstabilkan detak jantungnya. Olivia memang tidak membalasnya. Tapi ya tetap saja, ada keinginan di hati untuk membalas pelukan itu. Bahkan lebih erat.
"Makasih, Liv"ujar Randy setelah merenggangkan tangannya dari lingkar badan Olivia. Olivia tersenyum lalu mengangguk. Setelah dokter keluar mereka masuk untuk melihat keadaan oma-nya Randy itu. Keadaannya membaik, hanya perlu istirahat lebih saja.
Dua jam berlalu, sekarang sudah pukul setengah delapan malam. Olivia menunggu pesan dari Aldi karena ia memintanya untuk menjemput. Ringtonenya berbunyi. Tertera nama Aldi disana. Dengan segera ia mengangkatnya.
"Haloo?"
"Ohh, ga apa-apa. Aku naik uber aja"
"Iya beneran"
"Yaudah, selamat makan Al. Salam buat semuanya"
"Dadahh"
Dan ternyata Aldi tidak bisa menjemputnya karena ayahnya baru saja tiba dari Jerman dan mereka akan dinner sekeluarga. Olivia mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan kamar VIP itu dan mendapatkan Randy yang sedang memainkan ponselnya.
"Rand, gue pamit ya udah kemaleman"kata Olivia setelah menepuk pundak Randy yang duduk di sebelah neneknya.
"Eh? Sama siapa? Aldi?"tanya Randy, Olivia menggeleng. "Mas uber"
"Kalo gue anterin, mau?"tawar Randy yang berhasil membuat Olivia salah tingkah, "Hmmm"
Kenapa pake nanya sih? Ayolah, gue kangen dianterin , batin Olivia.
"Udah kemaleman takutnya ntar kenapa-napa. Kan kalo sama gue lo bakalan aman"tutur Randy lalu mengambil jaketnya.
"Tapi disini siapa yang nungguin oma?"tanya Olivia. "Mama sama Papa udah deket kok, tenang aja"Olivia mengangguk paham.
"Oma, abang sama Oliv pulang ya. Cepet sembuh"Olivia dan Randy melangkahkan kakinya ke parkiran.
"Naik motor engga-papa kan? soalnya tadi siang gue buru-buru kesininya"kata Randy. Olivia mengangguk.
Randy tiba-tiba melepas jaketnya, "Nih pake, biar gak kedinginan. Nanti lo sakit"titah Randy.
Nanti lo sakit
Nanti lo sakit
Nanti lo sakit
oh shit, kenapa gue baper?, batin Olivia.
"Tapi lo gak papa? Ntar lo yang kedinginan"tanya Olivia untuk memastikan.
"Gak papa, gue cowok. Kuat kok hahahah"ujar Randy sedikit bergurau.
"Berangkat sekarang ya? Keburu kemaleman"ajak Randy.
"Kuyy"
Motor Randy melaju membelah jalanan ibu kota. Malam ini bulan dan bintang bersinar terang. Olivia menutup matanya, menikmati setiap hembusan angin malam ini. Malam yang cukup indah . Berdua, bersama sang sahabat di tengah dinginnya ibu kota.
Gue kangen 'kita' Rand. Kangen dimana kita bebas ngelakuin hal apapun tanpa ada yang mengatur. Tapi sekarang beda. Gue harus ngejaga perasaan Aldi, karena gue udah milih untuk nerima cintanya. Walaupun mungkin bagian hati paling dalam mengatakan bahwa cinta yang paling besar gue punya itu buat lo. Buat lo, Rand.
Setelah setengah jam akhirnya mereka sampai.Olivia membuka helm dan jaket milik Randy, "Makasih Rand. Maaf malem-malem ngerepotin"kata Olivia sambil memegang tali tasnya. "Gapapa kok, sekalian"Randy tersenyum tipis.
"Ehiya gue lupa"Olivia menautkan alisnya. Bingung. "Lo belum makan, kan? Tadi niatnya mau beli makan dulu tapi gue lupa. Maaf ya"kata Randy. Olivia terkekeh kecil, "Yaelah, gapapa kali. Ya udah, gue duluan ya! Sekali lagi, makasih"Olivia lalu melambaikan tangannya pada Randy.
"Liv"panggil Randy. Olivia membalikan badannya, "Apa?"
"Jangan lupa cuci muka, cuci kaki, cuci tangan, gosok gigi, ganti baju"ujar Randy lalu tertawa kecil di akhir.
"Sejak kapan lo jadi mama gue? hahahah, okay. Lo juga"Randy mengangguk, Olivia berbalik menuju rumahnya lagi.
Setelah berada di depan pintu Randy memanggilnya lagi dan tentu ia berbalik lagi.
"Apa lagi, Randy?"tanya Olivia yang mulai jengkel.
"Good night"Olivia tersenyum tipis mendengar perkataan Randy. Ia berbalik dan mengucapkan"too" dengan berbisik. Berharap sahabatnya itu tidak mendengarnya. Setelah menutup pintu Olivia bersandar di belakang pintu. Menghela nafasnya dan mencoba untuk menstabilkan detak jantungnya yang tidak beraturan.
Kenapa gak pernah kaya gini saat gue di samping Aldi?
•••

KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone
Teen FictionMungkin tuhan cuma ngizinin kita untuk jadi sahabat. Gak lebih, dan gak akan pernah lebih dari itu.