romantic cousin tiga puluh satu

35 13 0
                                    

Hi i'm comeback ❤

Leo semakin meranah wkwkwk canda!

*****

Sendari tadi Leo terus mengamati telapak tangan kanannya, tangan bekas ia gunakan menampar Eline tadi, cowok itu terus meruntuki dirinya dalam hati. Jika saja tidak ada Karlo di sana, mungkin Leo akan membawa Eline terbang jauh ke langit tujuh dan tidak menjatuhkannya lagi ke inti bumi.

Leo mengedarkan pandangannya ke isi rumah, tidak ada Gina, di mana gadis itu berada?

"Gin!"

"Gina!" Panggil Leo yang tak kunjung mendapat jawaban, cowok itu memejamkan matanya sejenak. Lalu membukanya.

Ia mendapati Gina yang berjalan ke arahnya dengan mata berkaca-kaca. "Kenapa?" Tanya Leo.

"Huaa maaf udah rusakin frame fotonya kak Leo" Gina menangis sembari memperlihatkan frame foto yang sangat amat Leo suka. Karena di dalamnya ada foto Leo bersama Gina dan kedua orang tuanya yang Leo sangat amat suka karena estetik dan bermakna.

Cowok itu melebarkan matanya, lima detik kemudian ia merubah raut wajahnya seperti semula. "Kenapa bisa gitu, Gina?" Tanya Leo yang mengacak rambutnya frustasi.

"Gina tadi nggak sengaja numpahin coffee di di nakas meja kak Leo belajar, dan Gina juga kaget waktu lihat foto itu di nakas. Biasanya kak Leo naruh di laci kenapa naruh di atas nakas?! Hiks..." Mendengar itu Leo berfikir sejenak, dirinya tadi sempat melihat-lihat foto itu tetapi lupa untuk mengembalikannya pada tempatnya.

"Huh, iya kak Leo yang salah, ya udah lah" Ucap Leo pasrah, cowok itu menatap miris foto rusak yang berada di tangan Gina.

"Kalau kak Leo marah, marah aja nggak apa-apa"

"Nggak, kak Leo nggak marah" Elak Leo membaringkan tubuhnya pada sofa, pandangan cowok itu lurus menatap langit-langit rumah yang bernuansa putih itu.

"Tiap Gina bikin kesalahan kak Leo nggak pernah marah, marahin Gina yuk. Jangan manjain Gina, biar Gina nggak ngulangi lagi, biar Gina kapok" Ucap Gina yang terus menangis sesegukan, Leo memutar matanya menatap Gina yang terduduk jauh darinya.

"Nggak" Ucap Leo pelan. Sangat pelan.

"Tapi Gina salah-"

"Gin" Panggil Leo memotong kalimat Gina. Gina berhenti menangis, gadis itu menatap Leo dengan pandangan bertanya.

"Gue...sayang Eline"

****

Pagi ini Karlo kembali bersekolah setelah hampir satu minggu dirinya tidak berangkat, di keranakan ia kabur dari rumah waktu itu.

Terkadang Karlo menginginkan Eline bersekolah sama sepertinya, agar dirinya bisa berangkat dan pulang bersama gadis itu.

Karlo terdiam ketika Leo berjalan melewatinya ke arah kelas, kalau biasanya Karlo dan Leo bertegur sapa setiap bertemu kini mereka hanya terdiam.

Di saat itu juga Karlo melihat Gina yang mungkin berangkat bersama Leo, gadis itu terdiam jauh dari Karlo, kelas Gina searah dengan kelas Leo dan dirinya. Dan Gina tidak berani pada Karlo walau hanya lewat saja.

Mengalihkan pandangannya, Karlo segera beranjak pergi ke arah kelas.

Seperti biasa, pagi terasa sepi karena siswa dan siswi belum datang dan di kelas hanya ada Karlo, Leo dan beberapa anak lainnya. Karlo berjalan ke arah mejanya. Benar dugaannya, Leo pindah dari bangku sebelahnya duduk, cowok itu berada di belakang tengah membuka-buka buku.

Karlo segera duduk di kursinya, jika biasanya ia akan meng-gosipkan murid kelas sebelah maka, pagi ini tidak ada kebiasaan seperti ini. Karlo berfikir, siapa yang akan memberinya contekan kalau Leo saja duduk jauh darinya, dan hubungan mereka yang tak kunjung membaik.

Di satu sisi, Karlo juga harus mendorong Leo untuk meminta maaf kepada Eline karena telah menamparnya kemarin, bahkan Karlo sudah tidak berani mengganggu Gina supaya Leo tidak keterlaluan pada Eline.

"Guys nanti ada ulangan Fisika!" Teriak salah satu siswi yang memasuki kelas.

Karlo membelalakkan matanya, dia harus mencontek pada siapa? Sedangkan di belakang sana Leo tersenyum mengejek.

"Mampus"

****

"Nggak om. Aku nggak mau ke rumah sakit, Aku nggak sakit" Bantah Leo pada pria empat puluh tahunan di depannya, pria bernama Falno itu terus membujuk Leo agar mau ikut bersamanya ke rumah sakit.

Dia adalah mantan dokter yang pernah menangani Leo yang ingin mendonorkan ginjal untuk adiknya dulu. Dan sekarang Falno sudah pensiun menjadi seorang dokter.

"Kamu jangan bandel Leo--"

"Om, please. Leo nggak sakit, Om Falno jauh-jauh ke sini cuma buat hal nggak penting kayak gini?" Leo menatap tak percaya ke arah Falno, sedangkan pria itu tampak tak mengerti dengan sikap Leo.

"Kamu pikir, hidup dengan satu ginjal bisa seperti ini selamanya?" Tanya Falno yang membuat Leo terdiam tak mampu menjawab.

"Nggak" Jawab Leo pelan menundukkan kepalanya dalam.

Kedua manusia itu kini tengah berada di taman yang tak jauh dari sekolahan Leo. Falno sengaja menghentikan laju motor Leo dan menyeretnya ke sini agar bisa berbicara empat mata dengan anak lelaki itu.

"Ikut Om, oke?" Ucap Falno menegaskan, walaupun terlihat garang, pria itu sangat penyayang dan sangat menyayangi Leo.

"Nggak!"

"Leo, kamu memang keras kepala" Falno terlihat frustasi menghadapi Leo, pria itu memilih meninggalkan nomor telfon pada Leo lalu melangkah pergi.

"Jika ada sesuatu segera hubungi Om, dan satu, jangan di blok atau hapus nomor Om seperti sebelum-sebelumnya" Peringat Falno sebelum pergi.

"Sehat itu mahal, gue terlalu miskin kali ya" Gerutu Leo.


*****

Ada chap selanjutnya
Ntar malam up lagi🙂

Bye bye❤

ROMANTIC COUSIN [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang