Chapter empat puluh; Pernyataan cinta
"Ayah nanti abang boleh minjem mobil?"
Ayah joni menoleh, kemudian mengangguk kecil. Tampaknya masih sibuk menghitung lembar demi lembar uang berwarna merah yang di jejer rapih diatas meja.
"Widih, duit tuh." Celetuk Candra yang langsung mendekat ke target.
"Duit buat spp mu!" Ayah Jonip memukul pelan punggung tangan Candra yang main asal comot.
"Nanti mau berangkat jam berapa?" Tanya nya perhatian.
"Ntar yah, kalo Saka nyamper." Candra menyandarkan tubuhnya ke sofa, melirik Sang Ayah yang masih menghitung.
"Hubungan mu sama adek kelas itu gimana?" Tanya Ayah Joni setelah merapihkan kembali uang uang itu, emang kayaknya niat pamer ke Candra doang.
"Udah selesai sih, alhamdulillah pas putus dia ga kejang kejang. Padahal Candra kira dia bakal nahan gitu, Candra kan ganteng ya. Dia malah kaga nahan sama sekali."
"Terus sama Saka?"
"Masih on going Ayah, tunggu aja. Kalo Candra jadian, jangan lupa beliin bubur sumsum yang di bandara itu yah. Enak banget soalnya."
"Yaudah, nanti kalo Candra udah jadian sama Saka, Ayah apresiasi pake bubur sumsum." Finalnya.
***
Kalau ada yang penasaran tentang isi buku diary Bunda Candra, Ya isinya sama aja kayak buku diary wanita kebanyakan, rata rata keluhan tentang hari terus sisanya ngagumin Ayah Joni. Sumpah ternyata bundanya bucin juga ke Ayah.
Candra pas baca aja jadi ikut ngebayangin Joni bujang itu kayak gimana, soalnya dari tulisan si Bunda, Ayah Joni ini katanya sosok pria tegas tapi lembut. Bikin Bunda klepek klepek dah. Katanya Ayah Joni mirip sama gatot kaca yang sering di ceritain mbak sekar –teman sekampusnya yang berasal dari jawa.
Candra bergegas turun setelah mendapat chat dari Jajang untuk menjemput nya dan Abraham dahulu, saat menuruni tangga Candra melirik ke kamar Ayahnya yang berada tepat di ujung tangga terbuka setengah, Memperlihatkan Ayahnya yang sedang tersenyum sendu kearah foto mendiang istrinya.
Tangannya mengetuk pelan pintu kamar, membuat Ayah Joni menoleh. "Abang mau berangkat?" duda beranak dua itu segera menyembunyikan selembar foto usang istrinya di bawah bantal.
Candra mengangguk, "Nanti abang pulangnya agak sorean Yah, deket deket magrib lah, Ayah mau nitip apa?"
"Sate usus aja, buat makan malem Clara."
"Oke! Candra berangkat dulu ya ayah. Mau jemput temen, Assalamualaikum" Candra menyalimi punggung tangan Ayah Joni.
"Waalaikumsalam, Hati hati bang. Bawa mobilnya jangan ngebut, masih di bawah umur kamu." Ujarnya mengingati.
"Ayay captain!"
"Saka, kuy berangkat!" Setelah keluar rumah, Candra melihat Saka sudah duduk manis di teras rumahnya.
"Jangan kay kuy kay kuy aja, itu mobil lo panasin dulu, sama ini bantuin gue angkat barang!" Tunjuk Saka pada tas tas di bangku samping.
Candra terkekeh, kemudian membuka bagasinya untuk menaruh beberapa barang bawaan milik Saka.
"Udah mandi lu?" Tanya Saka basa-basi.
Candra yang sedang merapihkan barang mengintip sekilas, "Udah lah, ganteng gini emang ga keliatan abis mandi?"
"Keliatan sih, dah kelar belum lama amat naro barang. Bisa kaga sih lu?" Saka menghampiri Candra, merasa tidak puas jika tidak mengawasi secara langsung pekerjaan sang tetangga.

KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] paket! || Lee Haechan
Fiksi RemajaSedikit menggelikan jika menyebut pertemuan pertama sebagai takdir, namun tanpa pertemuan pertama itu apa mungkin, aku dan kamu saling kenal dan berujung menjadi kita?