Tata setia berdiri di depan pintu, berharap putrinya akan segera pulang. Angin di luar lumayan kencang, di sertai rintik hujan tipis-tipis.
"Kamu kemana, sih, Wi."
"Ayah!"
"Uwi?"
Mendengar teriakan sang putri, Tata segera membuka pintu, dan saat itu juga pelukan erat menerjang nya. Begitu erat hingga ia bisa merasakan ketakutan yang tengah di rasakan putrinya.
"A-ayah."
"Ada apa, Sayang? Kamu kenapa? Kenapa pulang malem banget? Ayah khawatir."
Tubuh Uwi bergetar hebat, kakinya lemas, matanya memanas akibat terus mengeluarkan air mata. Tak ada niat melonggarkan pelukan erat di tubuh sang Ayah, Uwi terus menangis meluapkan semuanya. Tak mampu untuk sekedar menjawab bertanyaan Ayahnya. Bahkan, Uwi takut menatap mata pria tercintanya ini karena sungguh, dirinya benar-benar merasa kotor.
"Uwi sayang, tenang ya. Udah jangan nangis, apa ada masalah? Tolong cerita ke Ayah."
Uwi menggeleng, sebisa mungkin ia sembunyi di balik dada Tata. "U-uwi pengen mandi."
"Yaudah, ayo. Ayah anter kamu ke kamar, ya."
Ada berbagai pertanyaan yang terbang di kepala Tata. Kedatangan Uwi yang mengejutkan seperti ini sungguh membuatnya tak bisa lagi berfikir positif. Apa yang sudah terjadi pada putrinya? Dan kenapa dia kembali dengan keadaan kacau seperti ini?
Sesuatu pasti sudah terjadi.
"Uwi m-mau s-sendirian."
Tata hanya menurut saat Uwi masuk kedalam kamarnya, tak memberi pertanyaan lagi setelah pintu itu sempurna tertutup. Setelah putrinya tenang, mungkin ia bisa bertanya.
Meski di balik pintu tertutup itu Uwi justru meringkuk ketakutan. Ia peluk tubuhnya, bahkan sampai buku-buku jarinya memutih. Ia sembunyikan isak tangisnya dengan mengigit bibir bawahnya.
Kepalanya sudah terasa begitu pening, matanya perih, tubuhnya sakit, apalagi di area intimnya.
"G-gue hiks ... G-gue kotor, gue ga suka, hiks." Uwi berdiri, berlari ke kamar mandi meski sempoyongan. Ia siram tubuhnya dengan air dari shower, menggosoknya kasar seraya terus bergumam tak jelas. Mengabaikan kulitnya yang bisa saja lecet karena kukunya yang ikut mencakar kulit tangan dan tubuhnya. Bajunya saja ia robek hingga menyisakan dalaman saja.
"AAAARGH! SIALAN! GUE GA SUKA! hiks, GUE KOTOR!"
Brugh!
Tubuh ringkih itu terjatuh, bersandar di dinding kamar mandi yang dingin. Kilasan ketika ia di lecehkan oleh Gani terus berputar di benaknya, membuat tangan lemah itu memukul kepalanya berkali-kali dengan harap semua ingatan itu segera pergi.
"Hiks, pergi ... pergi ... pergi."
"Kurang baik apa gue selama ini selalu ada buat lo. Tapi lo sama sekali ga nganggap gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
IVANDER
Teen Fiction"Gue akan tetap berada di samping lo, entah itu sebagai seorang sahabat, atau sebagain Ivan yang cinta sama lo." Memasuki masa SMA, yang katanya 'Masa Paling Indah' itu justru menjadi perjalanan pahit bagi Ivander dan Ruwina.Tumbuh dewasa, tak membu...