*
Hawa dingin malam minggu, menghantarkan semilir angin dengan dedaduan kering dari pohon rindang nan tinggi yang berdiri tak jauh dari gerobak bertuliskan 'Sate Ayam Bang Bule'
Sepi pelanggan, membuat asap dari panggangan milik pria yang kerap di sama Abang Bule itu terlihat begitu tipis. Tak ada potongan daging yang di bakar, menjadi bukti tak ada orang yang memesan.
"Sepi banget, ya, perasaan. Orang-orang keknya udah bosen makan sate gue," keluh Bang Bule seraya memakan keripik kulit sebagai teman di kala sepinya.
Wushh!
Angin sekilas mengguncang warung sederhana tersebut, membuat tenda biru yang di gunakan sebagai pelindung itu kini sedikit terguncang.
"Apa karena anginnya gede, ya. Jadi ga ada orang keluar."
Tap tap tap!
Dari arah kanan, terdengar suara ketukan sandal yang beradu dengan aspal. Biasanya, jika suara itu terdengar artinya ada orang yang akan mengunjungi kedai nya. Namun, saat di cek tak ada siapapun yang mengarah padanya. Hanya jalanan gelap yang di sinari lampu jalan remang-remang.
"Lho, ga ada orang, toh?"
"Bang~, sate ayamnya 100 tusuk bang~"
Tubuh Bang Bule menegang saat suara rendah terdengar dari arah belakang tubuhnya. Dengan kaku, ia mencoba menoleh namun tak mendapati siapa-siapa disana.
"G-gak ada siapa-siapa. Terus barusan siap-"
"HWAAAA!"
"EH KADAL-KADAL!"
Uwi dan Ivan, di tersangka utama yang membuat Bang Bule terjungkal ini dengan santainya duduk di kursi seraya tertawa puas.
"Sate nya tiga puluh tusuk, ya, Bang Bule!" seru Ivan seraya memakan keripik kulit sisa Bang Bule tadi. Jangan lupakan wajah tanpa dosa dari anak SMP kurang ajar ini.
"Kebiasaan lo, Van. Gimana kalau tadi Abang jantungan. Ga bisa beli sate lagi lo nanti." Seraya membersihkan celananya yang kotor terkena tanah, Bang Bule mulai membumbui satenya dengan bumbu rempah yang sudah turun temurun di gunakan dari nenek moyangnya sebagai penyedap dalam ciri khas rasa sate nya.
"Maaf, Bang. Itu ide Uwi. Jadi kalo mau marah, marahin Uwi aja."
"Lho, kok? ... Kan gue cuma nyuruh lo cosplay Susana doang."
"Ish, kalian sama aja bandelnya," potong Bang bule sembari menatap sinis Uwi dan Ivan yang malah senyum tak berdosa. Dua anak itu memang selalu saja menjahili nya, bahkan sejak mereka masih duduk di bangku SD.
"Hehehe, maaf, Bang. Kita cuma gabut."
"Gabut kalian bahaya."
"Maklumin aja, Bang. Kita kan masih kecil," tambah Uwi lalu bangkit dan ikut berdiri di samping Bang Bule yang tengah menyiapkan panggangan. "Tumben warung Abang sepi."
"Iya, nih. Ga biasanya."
"Ck, ini kan malam minggu. Orang-orang pasti pada sibuk pacaran," ucap Ivan.
Bang Bule tertawa. Memang iya, malam minggu seperti ini selalu banyak orang-orang lewat naik motor seraya memeluk. Anak muda jaman sekarang sepertinya terlalu bar-bar, dan dengan kurang ajar menebar kemesraan di depan dirinya yang Jomblo. Duh, padahal umur udah mulai tua tapi ga ada cewe yang mau sama dia. Terkadang, Bang bule bingung. Padahal wajahnya tak jelek-jelek amat.
"Bang, awas gosong tuh!" teriak Uwi membuat Bang Bule terlonjat.
"Dia lagi ngelamunin jodohnya yang ga dateng-dateng, Wi, hahahaha!"
Bang Bule ikut tertawa lalu melempar potongan timun kecil ke arah Ivan. "Tau aja Lo, Van."
"Tauu dongg~ kita kan sesama Jomblo."
"Eh, emang kalian ga pacaran?"
Uwi dan Ivan merengut bingung.
Mereka?
Pacaran?
Bahkan, sampai monas mengalahkan tinggi gunung Everest pun mereka tak akan kepikiran untuk berpacaran.
"HAHAHAHAHAHAHA!"
Bang Bule menatap dua bocah itu dengan tatapan ngeri. Tawa mereka sungguh Creepy, padahal ini malam Minggu, bukan malam Jum'at.
"Kita? Pacaran? Hahaha, sampe pentil sapi ada dua belas pun kita ga akan pacaran, Bang," kata Ivan yang segera di angguki oleh Uwi.
"Sebenernya bukan cuma Abang yang ngomong gitu, banyak temen kita yang bilang kenapa kita ga pacaran aja," tambah Uwi yang kembali duduk di depan Ivan.
"Lho, siapa tau dari salah satu kalian ternyata ada yang menyimpan rasa. Dalam persahabatan cowo sama cewe tuh kadang ga pernah selamat. Kemungkinan 80% kalian pasti-"
"Nyenyenye-"
Wing!
Pletak!
"Aw anji-"
"Bagus ye lo ngeledek orang tua," gerutu Bang Bule.
Ivan hanya nyengir polos, lalu mengambil kipas anyam milik Bang Bule dan memberikannya kembali kepada si pemilik. Tidak lagi-lagi dia meledek Bule Kampung satu ini. Sudah dua benda melayang ke arahnya. Pertama timun, kedua kipas. Jangan sampai nanti panggangan panas mengenaI wajah tampannya.
"Bang, gue ga mau hubungan persahabatan kita hancur cuma karena banyak yang bilang ini itu tentang kedekatan kita. Uwi udah gue anggap sodara sendiri. Meskipun nyatanya agak kek musuh."
"Anjir, gue hampir baper sama kata-kata lo. Tapi ujungnya tetep nyebelin."
Bang Bule hanya tertawa seraya membungkus sate ayam yang sudah siap. " Pertahanin persahabatan kalian, ya. Biar Abang jadi saksi bagaimana kalian terus barengan sampe tua nanti."
Ivan menerima kantung kresek berisi sebungkus sate seraya menyerahkan uangnya, namun di tolak oleh Bang Bule.
"Gapapa, ga usah bayar. Lagian Abang mau tutup warung."
Ivan berbinar senang. Bagus, itu artinya ia bisa mulai menabung dengan uang itu. "Wahh! Makasih banyak ya, Bang. Sukses terus dah pokoknya."
Bang Bule menepuk bahu Ivan. "Aamiin, makasih ya, Van."
Ivan mengangguk lalu pamit pulang lebih dulu, meninggalkan pria berkulit putih dan rambut blonde abal-abal itu. Bule kampung yang memang terkenal ramah itu kini mulai membenahi semua barang-barangnya. Lagipula jalanan terlihat sepi, mengingat komplek ini memang sering sepi ketika malam minggu. Dan akan ramai saat malam selasa dan rabu. Alasannya? Karena selalu ada acara kecil di Aula besar komplek mereka yang rutin di adakan setiap minggu.
Uwi berjalan di belakang Ivan, memegang senter yang ia pakai untuk menerangi jalannya.
Tak berniat memikirkan apa yang Bang Bule katakan, tapi ucapan itu terus terngiang.
"Lho, siapa tau dari salah satu kalian ternyata ada yang menyimpan rasa. Dalam persahabatan cowo sama cewe tuh kadang ga pernah selamat... "
Tidak pernah selamat. Semoga hal itu tak terjadi pada hubungan persahabatan mereka.
Sungguh, tamparan keras rasanya saat ada orang yang mengomentari persahabatan mereka dan menyangkut pautkan dengan perasaan. Demi apapun,itu tidak lucu.
**
Pernah punya sahabat lawan jenis?
Gimana rasanya? Ada yang janggal?Jangan lupa vote ya. Tunjukan bagaimana bijaknya kalian sebagai pembaca yang baik dan pintar dengan tidak menjadi Siders.
Makasihh
KAMU SEDANG MEMBACA
IVANDER
Novela Juvenil"Gue akan tetap berada di samping lo, entah itu sebagai seorang sahabat, atau sebagain Ivan yang cinta sama lo." Memasuki masa SMA, yang katanya 'Masa Paling Indah' itu justru menjadi perjalanan pahit bagi Ivander dan Ruwina.Tumbuh dewasa, tak membu...