CH. 7

7.5K 1K 41
                                    

Jeje menatap Siri yang memilih mengganti pakaiannya di kantor. Wanita itu tidak bisa meluangkan waktu untuk pulang karena sudah pasti sibuk setelah menghabiskan waktu dengan Archipelago Cakra.

"How's the daddy?" tanya Jeje setelah meletakkan secangkir teh di meja Siri.

"Very good," jawab Siri seraya menarik zipper rok di bagian kanan.

"I knew something, lo mau untuk diajak pergi karena anak itu ngingetin lo dengan masa lalu, kan?"

"Maksudnya? No need reason to love his son. Sama sekali nggak ada hubungannya sama masa lalu."

"Really? Gue aja sadar kalo lo langsung melow waktu lihat anaknya Archipelago Cakra bisa nempel di dada lo. Gue rasa itu bukan karena dia punya insting soal your boobs size. Tapi karena anak itu emang kayak punya ikatan—"

"Jangan bahas itu, Je!" sela Sirius dengan tegas.

"Oke, gue nggak akan bahas ikatan itu. Tapi lo harus tahu gue nggak mau lo balik ke masa itu. Jangan menjadikan anak Archipelago sebagai objek pelarian karena lo pernah kehilangan."

Itu bukan sindiran, Jeje mengingatkan pada hal yang benar. Siri memang masih kebingungan meraba hatinya yang menyayangi Serein tanpa aba-aba. Mereka baru bertemu dan Siri sangat menyayangi anak itu. Siri berharap dirinya menyayangi Rein karena anak itu memang mudah untuk disayangi, tapi hati kecil Siri tahu dirinya menganggap Rein sebagai proyeksi bayinya yang pernah dilahirkan dan sekarang entah berada di mana.

"Siri?"

"Ya?"

Jeje mengembuskan napas agak kasar. "Bengong, kan. Kalo masih bingung, jangan jatuh terlalu dalam sampai berani menenggelamkan diri. Oke?"

Siri hanya bisa mengangguk untuk mempercepat pembicaraan ini. Meski sebenarnya Siri juga tak mau begitu saja melepaskan hubungannya dengan Archie. Masa lalu memang menjadi hal yang paling mengerikan untuk diungkap dan disembuhkan. Entah kenapa masa lalu selalu berdampak di masa depan. Meski banyak hal yang ingin Siri perbaiki, tetap saja dia tak bisa memperbaiki segalanya sendiri karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Ironinya, manusia harus mengandalkan diri sendiri untuk bertahan.

Bayangan mengenai dirinya disaat kelam adalah hal yang nyata di kepala. Siri tahu dirinya pernah berantakan sebelum akhirnya bangkit dan seterkenal sekarang. Usahanya kini meroket dan tidak ada waktu untuk kembali menangisi tragedi yang bisa Siri sebut bodoh sekaligus menyakitkan.

Sahabat yang ia kira membantunya, ternyata hanya memanfaatkannya. Memanfaatkan keinginan terbesar Siri untuk memiliki anak tanpa tahu bahwa Siri dimanfaatkan untuk menjadi ibu pengganti saja. Siri yang tertipu menjadi stres dan berada dalam fase terendah dalam hidupnya setelah kejadian memilukan lainnya yang tidak diketahui siapa pun, termasuk Jeje, hingga kini.

"Oh, God. What I'm gonna do after all this secret come up?"

Siri tidak pernah tahu dan memang tak akan pernah mengetahui skenario mana yang akan dirinya hadapi setelah ia mengenal Archie.

"All secret? Lo punya rahasia apa lagi selain kehilangan anak?" tanya Jeje yang mendengar gumaman Siri.

"Itu rahasia gue. That's all. Harusnya itu tetap rahasia tapi lo malah tahu, Je. It's not a secret anymore."

Jeje memicing curiga. Namun, Siri memilih untuk melemparkan kotak tisu ke arah Jeje dan mengatakan, "Jangan ngeselin dengan pengen ikut campur semua urusan gue!"

Jeje yang selalu diingatkan demikian memilih mengangkat kedua tangannya dan mundur dari ruangan Siri. Membiarkan wanita itu untuk mengamati semua tumpukan dokumen di mejanya sebelum bertemu dengan Panji Panko.

*

Archie menggendong Rein untuk masuk ke rumah dengan pakaian baru. Ya, baru karena Archie membelikan pakaian di pusat perbelanjaan sebelum pulang ke rumah yang pasti dilihat oleh Dewinta.

"Kamu nggak pulang, Rein juga nggak kamu bawa pulang. Habis dari mana?" tanya Dewinta yang tidak menunggu putranya duduk lebih dulu.

"Staycation, Ma."

"Berdua sama Rein?" Kembali Dewinta menanyakan dengan curiga.

Archie mengangguk tanpa merangkai kata. Pria itu membawa Rein untuk duduk di sofa dan beranjak keluar lagi untuk mengambil kantong makanan sarapannya dan Rein.

"Rein," panggil Dewinta pada cucunya.

"Ya yeyek?"

"Semalam tidur sama siapa? Kamu biasanya nyariin nenek kalo mau tidur apalagi susu kamu masih utuh di kulkas, Rein. Kok, nggak pulang?"

"Yein ama moma," jawab Serein dengan lancar. Tidak ada embel-embel tante sama sekali.

"Moma?" sahut Dewinta dengan sedikit histeris. "Moma siapa?"

"Moma Yein."

Archie yang masuk ke dalam rumah langsung melihat gelagat aneh mamanya. "Mama ngapain?"

"Jangan bikin alasan, ya. Anak kamu udah bilang ke mama kalo dia tidur sama moma. Who is she?"

Archie menggeleng pelan dan mengabaikan pertanyaan mamanya untuk menyiapkan makanan di dapur.

"Jangan bilang kalo kamu ONS dan anak kamu lihat!?"

"Ma, nggaklah! Apaan ONS ada Rein? Aku nggak bawa Rein buat lihat aku yang bobrok."

"Terus???"

"Aku lagi deketin seseorang dan semalam dia ngabisin waktu sama Rein dan ya ... Rein suka."

Begitu mendapatkan jawaban, Dewinta menarik napasnya panjang. "Three months, Archie. Jangan sampai pendekatan kamu nggak berhasil karena mama udah dapet kandidat keluarga yang mau menjodohkan anaknya."

Archie tidak mengambil pusing dengan ucapan sang mama yang terdengar mengancam. Dia masih yakin bahwa Siri akan menerimanya dan Rein. Harapannya setelah melihat interaksi Siri dan Rein memberikan jalan lapang akan kesempatan. Dengan Siri yang menerima Rein, itu berarti ada pertanda positif untuk hubungan mereka, kan?

"Intinya, aku dan Rein udah nemuin kandidat yang pas. Mama nggak perlu pusing aku akan datang ke ranjang satu dan berakhir di ranjang lainnya. Karena aku udah nemu yang pas."

Dewinta memicing dengan curiga. Masih ada banyak keraguan yang menyambangi pemikiran wanita itu. "Mama harap kamu nggak terlalu tinggi menilai perempuan yang nggak kamu ketahui latar belakangnya, oke? Mama tahu kamu bisa cari pasangan, tapi ini sama hal nya dengan kebutuhan hidup. Apa yang kamu mau, belum tentu apa yang kamu butuhkan. Pasangan yang kamu mau, belum tentu pasangan yang kamu butuhkan dalam menjalani rumah tangga."

Archie menggelengkan kepala tak mengerti kenapa mamanya bersikap seolah mengetahui segalanya. "It's my life, Mom."

"Iya, iya. Mama tahu ini hidup kamu. Tapi selama kamu masih memiliki mama, apa nggak boleh mama kasih pendapat?"

"Oke. Mama boleh kasih masukan apa pun. Tapi aku akan menjalani apa yang membuat aku nyaman."

Archie berjalan membawa dua mangkuk berisi bubur ayam untuk dirinya dan Rein yang menunggu di kursi sofa dengan baik. Archie benar-benar beruntung memiliki anak yang tidak banyak maunya apalagi rewel.

"Rein, buburnya datang!"

"Yey, bubuy!"

Jika nanti Siri akan bersama mereka berdua, kehidupan Archie akan lebih terasa indah. Kita akan bahagia sebagai keluarga. Archie yakin Siri akan menerimanya dan Rein untuk bersatu sebagai keluarga.

Daddy's In Hurry / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang