CH. 17

5K 958 82
                                    

Tidak perlu banyak kata untuk merutuki ketidakmampuan Siri untuk menghindari pertemuan ini. Pertemuan yang maminya rencanakan. Sebenarnya Siri memang tidak berniat untuk menghindar apa pun yang ada di hadapannya. Dia ingin menghadapi masalah, bukan menghindarinya. Masalah yang maminya timbulkan ini akan mendapatkan jawaban paling telak agar rencana besar yang disiapkan kedua belah pihak bisa terhenti dan tidak akan dilanjutkan lagi. Meski risikonya, Siri harus dicecar pihak umum nantinya. Itu resiko. Manusia akan selalu berdampingan dengan risiko dari setiap pilihan yang diambil. Jadi, Siri tidak akan ambil pusing amat karena ada orang-orang yang menyayanginya berada di dekatnya.

"Seriously? Lo bakalan dateng ke acara pertemuan itu?"

Sudah berulang kali Jeje menanyakan keseriusan Siri untuk menghadiri acara pertemuan dengan pria pilihan maminya. Dan sudah berulang kali juga Siri menjawab 'iya' hingga bosan dan berujung menjawab dengan gumam karena begitu lelahnya meladeni Jeje yang cerewet sekali.

"Hm."

"Laki lo gimana? Bapaknya, kan, si Archipelago."

"Gue bakal tunjukkin kehamilan gue, Je. Mereka pasti berubah pikiran dengan kondisi kehamilan gue tanpa suami."

Siri sengaja menggunakan gaun ketat di balik blazer hitamnya yang over size. Perjalanan ini akan disaksikan oleh maminya yang suka memaksa. Wanita itu pasti akan kapok menjodohkan Siri karena pada akhirnya Siri hamil diluar nikah.

"Kalo ternyata malah calonnya nerima kondisi lo yang hamil, gimana?" tanya Jeje yang diyakini Siri sebaliknya.

"I'm sure he is gay if he do that," ucap Siri tanpa bermaksud mengatai Jeje yang memang memiliki orientasi seks sesama jenis.

"Gay juga kalo punya pasangan nggak bakal mau tanggung jawab yang bukan hasil dari perbuatannya."

Siri tertawa kecil. "Itu lo paham, Je. So, don't worry about me, okay? Gue bisa atasi hal ini."

Jeje mengangguk pasrah meski diujung lidahnya masih menimpali, "Mami lo mungkin marah tapi papi lo ... I'm sure disaster coming if he knew you're preggo."

"Nggak perlu berlebihan gitu, deh. Papi orangnya emang nggak bisa ditebak, tapi gue yakin dia bakalan terima Archie."

Jeje langsung menatap Siri antusias. "Oh! Lo mau nikah sama Archie, dong, ya?"

Siri merasa terjebak dengan kalimatnya sendiri. Bagaimana bisa dia berkata demikian jika Siri masih menghindari tali pernikahan? Namun, di kepala Siri jelas hanya Archie yang diinginkan untuk bersama. Ada atau tidaknya status pernikahan.

"Siri? Kok, nggak jawab? Lo mau nikah sama Archipelago? Kalo iya, itu bakalan jadi tameng yang bagus pas media tahu lo hamil. Gue bisa bilang kalo kalian bakalan nikah dalam waktu dekat sama pertanyaan media."

"Jangan macem-macem, deh. Pokoknya gue masih belum siap nikah."

"Loh??? Terus lo sama Archie yang bentar lagi anak kalian brojol mau jadi apaan? Pasangan kumbo?"

"Kumbo apaan?"

"Kumpul kebo!" seru Jeje setengah kesal.

Siri memutar bola matanya disengaja. "Plis, Je. Kalo lo ngatain gue pasangan kumbo, terus lo apa? Yang tiap saat nggak ada kepastian sama pasangan? Lo juga nikmatin hidup tanpa status, kan?"

"Jangan samain sama gue, ya. Di negara ini, pasangan sejenis kayak gue jelas nggak diamini buat nikah. Beda sama lo dan Archie."

Ya, memang mereka berbeda kualifikasi. Siri tidak menutup kemungkinan untuk hidup bersama Archie, tapi menikah ... bisakah terjadi?

*

Siri menatap jam cantik dan mungil di tangan kirinya. Memastikan bahwa dirinya tidak begitu terlambat untuk datang di jadwal makan malam untuk mengenal calon keluarganya yang akan segera dibubarkan saat Siri melepas blazer-nya nanti. Semua orang pasti akan terkejut dan tak terima dengan fakta yang Siri berikan. Masa bodo dengan penilaian dirinya yang disebut sebagai perempuan nakal dan semacamnya.

"Atas nama Mega Arumi," ucap Siri pada pelayan di sana yang langsung mengerti kemana Siri harus di bawa.

Ruangan khusus yang ketika pintunya dibuka langsung menunjukkan kualitas orang-orang di dalamnya. Baguslah pertemuan ini dilakukan secara privat hingga kehamilan Siri hanya diketahui orang-orang di sana.

"Sirius, why are you so late?" Mega Arumi—maminya melayangkan protes ketika Siri baru saja melangkah masuk.

"Aku nggak telat, Mi. Jadwalnya yang terlalu buru-buru."

Sirius dengan santai duduk dan memastikan bahwa semua mata memandangnya. Namun, keheranan mencuat karena tidak melihat calon yang akan dijodohkan dengannya. Hanya ada satu wanita yang datang sebagai pihak laki-laki.

Siri memilih diam, tak mau menanyakan kemana calon yang dipilihkan maminya. Siri akan menunggu pria itu datang dan mengatakan segalanya di depan semua orang.

"Kerjaan kamu lancar papi lihat. Projek kamu cukup banyak," kata Rigel dengan gaya businessman yang ia miliki.

"Bagi papi projek aku cukup banyak, tapi bagiku projekku sangat banyak."

"Oh, ya. Tentu saja bagi papi kamu belum semapan yang papi inginkan."

Siri memilih menarik napasnya dalam. "Ya, dan papi akan selalu melihat kekurangan itu terus menerus. Padahal aku bisa beli private jet menyaingi papi kalo perlu."

Rigel tertawa renyah. "I like your sassy, Sirius."

Siri tersenyum dengan riak sinisnya meski itu adalah papinya.

"Berhenti untuk membicarakan pekerjaan di meja makan, oke." Mega menghentikan ayah dan anak itu untuk bicara.

"Jadi, pertemuan malam ini rencananya memang membahas mengenai perkenalan kamu, Siri, dan putra mama Dewinta. Tapi karena putra mama Dewinta lagi di luar negeri, sementara ini kamu bisa kenalan sebagai calon menantu."

Dewinta tersenyum dengan gaya elegan. Tidak ada indikasi bahwa wanita itu akan bersikap jahat pada Siri. Namun, Siri tidak mengenal mengenai wanita itu dan anaknya. Jadi, untuk apa memikirkan apakah dia akan menjadi ibu mertua yang baik atau tidak.

"Hai, Tante. Saya Artemisia Sirius."

Jabatan tangan itu terasa biasa saja. Dewinta mengenalkan dirinya dengan ramah juga. Selama menikmati makanan, tidak ada indikasi bahwa Siri akan memulai pembicaraan ke arah yang negatif.

"Makanan penutupnya datang. Kita mungkin bisa membicarakan ke arah lebih serius sebelum mengakhiri pertemuan ini." Mega dengan begitu semangat selalu memulai pembahasan selayaknya master of ceremony, dan Rigel yang seperti notulen dengan gaya mengangguk pahamnya.

"Iya, kita harus membahas secara serius pertunangan mereka, Mega. Aku nggak sabar melihat mereka bersanding nanti," kata Dewinta sama antusiasnya dengan Mega.

"Gimana menurut kamu, Siri?" tanya maminya.

"Hm, ya. Selama tante dan mami nggak keberatan dengan kehamilan aku ... itu bukan masalah." Karena masalahnya aku hamil.

"Apa? What did you say, Sirius?" Mega memekik lebih dulu, sedangkan Dewinta menatap dengan horor pada Siri.

"Aku nggak masalah dengan rencana ini asal aku dan kehamilanku bisa diterima—"

"Stop saying that bullshit things!" Mega menyela dengan kemarahan. "Kalo kamu sedang berpura-pura untuk menghindari pertunangan ini, mami nggak akan kasih kamu kesempatan untuk kabur."

Siri berdiri dari kursinya dengan sopan. Dia melepas blazer yang sejak tadi mengamankan bentuk perutnya yang sudah pasti terlihat baby bump-nya. Ketiga pasang mata di sana langsung terpaku dan terkesiap.

Saat itulah Siri mengucap dalam hati, the game is over, Mami.



[Udah gak perlu nebak-nebak lagi. Yang paham pasti paham.😌]

Daddy's In Hurry / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang