Perasaan Siri agaknya hancur karena banyaknya informasi yang harus dirinya cerna tiba-tiba. Bukan kehancuran dimana dia merasa kecewa bahwa Serein memang benar anak yang dirinya cari selama ini, melainkan perasaan hancur yang membuat Siri kecewa pada dirinya sendiri. Seandainya dia lebih keras mencari tahu siapa suami Virginia, dimana Virginia selama ini tinggal, dan segalanya tentang perempuan sialan itu bisa Siri gali dengan benar, maka mungkin Siri akan bisa lebih awal menghabiskan waktu bersama Serein.
Kegagalan yang dirinya rasakan merasuk dan menggerogoti keberaniannya untuk menatap Serein, bocah menggemaskan yang selama ini selalu bangga memanggil Siri dengan sebutan moma. Bayangan bayi kecil yang wajahnya masih belum begitu lucu karena baru saja dilahirkan itu menyusup di kepala Siri. Bayi itu adalah Serein. Bayi yang selama sembilan bulan Siri perjuangkan agar bisa ditemui, diurus, diberi kasih sayang, dan dipersiapkan oleh Siri untuk menjadi sahabat setianya tanpa perlu mencari pasangan.
Saat itu, tragedi di masa-masa kelam Siri membawanya untuk memutuskan untuk memiliki anak agar hidupnya tak sepi. Virginia yang membantunya, selalu, memberikan kesempatan itu karena tak bisa mengandung. Virginia menjanjikan akan menjadi orangtua bagi anak yang Siri kandung secara adil. Virginia menyembunyikan semua informasi mengenai diri perempuan itu sendiri dan tiba-tiba saja ... boom! Kejutan demia kejutan Virginia bawa. Pengkhianatan itu membuat Siri gila.
Bagaimana Siri bisa bersikap diam dengan kehilangan? Padahal, Siri bisa menggunakan jasa orang terpercaya untuk bisa menemukan anaknya yang dibawa oleh Virginia! Bodoh, Sirius! Dia terlalu isbuk dengan fase menyembuhkan diri hingga tidak sadar bahwa Virginia hanyalah manusia biasa yang tidak memiliki keahlian untuk menjadi lebih hebat dari agen rahasia dunia. Siri bahkan memiliki usaha yang maju dan uang ratusan juta bukanlah masalah jika memang berniat untuk mencari Serein. Sekarang, Siri sepertinya merasa dirinya sangat egois.
"Moma ..."
Panggilan itu menyakiti Siri. Menyakitkan ketika membayangkan bagaimana Siri harus menahan payudaranya yang membengkak karena seharusnya bayi yang dilahirkannya menyusu dari sana. Siri menjadi merasakan bagaimana sensasi dari efek jahitan di vaginanya pasca melahirkan secara normal dengan robekan. Perjuangannya dibayar dengan kedatangan Virginia yang langsung menggendong bayinya dan membawa pergi sosok mungil itu tanpa jejak.
Berapa banyak uang yang dikeluarkan Virginia saat itu untuk menyelesaikan semua masalah kelahiran Serein? Bahkan yang mereka gunakan adalah rumah sakit ternama yang sangat mahal. Peraturan harusnya begitu ketat, tapi bagaimana bisa kasus kehilangan bayi itu tidak bisa ditangani dengan benar?
Salahmu sendiri, Sirius! Memaki dirinya sendiri yang bodoh karena masih saja memikirkan Virginia adalah sahabatnya dan sibuk tenggelam dalam depresi akutnya saat itu adalah kesalahan besar. Sirius tidak bisa membagi rasa sedih dan logikanya. Ah, bahkan saat itu logikanya tak berjalan karena mentalnya yang rusak.
Sekarang ... pantaskah dirinya menjadi seorang ibu bagi Serein?
"Sayang, Rein manggil kamu." Archie tahu bahwa Siri begitu terguncang, tapi mengabaikan Serein yang berharap mendapatkan pelukan dan perhatian dari Siri seperti biasanya akan membuat anak itu merasa tak diinginkan.
Masih dengan membelakangi Serein dan tangisan yang mengalir, Siri meminta dengan pelan pada Archie untuk memberikan pengertian pada anak mereka untuk menjaga jarak sejenak.
"Tolong bawa Serein ke tempat lain lebih dulu, Ar. Aku ... takut. Aku butuh waktu, kasih aku waktu sebentar, ya."
Ada raut kecewa yang Archie tunjukkan ketika kalimat itu Siri ucapkan. Sayangnya, Siri memang benar-benar tak sanggup menghadapi Serein dan malah membuat anak itu takut melihat Siri yang tak tenang seperti ini.
Mengusap bahu Siri, pria itu akhirnya mengalah dan mengajak Serein untuk ke halaman samping rumah mamanya untuk memberikan pengertian. Walau begitu, Siri masih bisa mendengar Rein yang memanggil moma karena tak ingin menjauh dari Siri.
Dewinta menyuarakan kebingungannya pada Siri. "Kamu ibunya. Kenapa kamu mengacaukan kesempatan untuk bicara pada Serein?"
Siri tidak bisa bergerak dari tempatnya berdiri. Bukannya takut menghadapi Dewinta, tapi Siri takut melukai wanita itu juga dalam kondisi seperti ini. Tangan Siri sudah bergetar, menandakan tubuhnya menunjukkan reaksi berlebihan dan Siri tak mau menjadi orang gila di sana.
"Jeje! Je!" teriaknya memanggil Jeje yang mengerti dengan kondisi Siri.
Dewinta menyalak. "Apa yang kamu lakukan?! Kenapa kamu sangat aneh!?"
Tangisan Siri semakin menjadi dan Jeje datang tergopoh dari luar. Siri tak peduli apa yang dilakukan Jeje pada Virginia dan langsung menggenggam tangan Jeje seakan meminta diselamatkan.
"Je ... tolong."
Jeje yang paham dengan riwayat kejiwaan Siri langsung membuka jas yang digunakannya untuk menutupi seluruh kepala Siri. Jeje meredam pandangan Siri yang akan lari tak fokus kemana-mana, juga berusaha menutupi telinga Siri agar tak mendengarkan hal yang mungkin akan memantik rasa takutnya lebih jauh.
"Hei! Jangan bersikap sembarangan di rumah ini!!" Dewinta yang kesal karena tak mengerti apa-apa membuat Jeje terpaksa membangkang pada wanita yang lebih tua darinya itu.
"Ibu ini nggak lihat Siri sedang ketakutan? Kondisinya nggak baik-baik aja. Kalo terus didesak, bayi Siri yang cucu Anda juga bisa dalam kondisi bahaya!"
Dewinta tidak menang melawan Jeje yang terlihat kesal dan panik. Membawa Siri untuk duduk di mobil yang di dalamnya sang supir sudah siap, Jeje meminta agar Siri dibawa ke kantor dan menyampaikan pesan kepada Mila untuk mengurus atasannya dengan baik selama Jeje belum ada di sana.
"Siri, dengerin gue." Jeje memaksa Siri untuk menatap Jeje. "Lo bukan manusia gagal. Lo bukan ibu yang gagal. Lo adalah wanita terkuat yang pernah gue temui dan ini bukan apa-apa. Lo bisa menjadi apa pun yang lo mau. Lo harus kuat, jangan terbawa dengan ketakutan lo dan semua prasangka buruk di dalam kepala lo. Paham?"
Siri tidak langsung menjawab atau mengangguk dengan ucapan Jeje. Wanita itu sibuk menangis karena alam bawah sadarnya ada di tempat lain yang mungkin sedang sibuk menyalahkan dirinya sendiri.
"Ingat Siri, ada gue, Archie, Serein, dan calon anak lo yang sayang dan butuh kehadiran lo di dunia ini. Lo nggak sendirian. Don't mess up with your thought." Sebab pemikiran Siri bisa saja mengarah pada bunuh diri yang terkadang diambil oleh penderita permasalahan mental seperti Siri. Jeje tak ingin Siri kambuh dan mengikuti ketakutannya terlalu jauh.
"Je ... tolong."
"Iya, gue tolongin lo. Sekarang, lo pulang dulu dan gue nyusul. Nanti di rumah, gue bawa temen cerita buat lo."
Jeje menatap Siri yang sudah seperti saudaranya sendiri. Jeje benar-benar ingin membunuh Virginia yang menjadi penyebab Siri seperti ini juga. Pelacur sialan!
Tidak ada yang bisa mengerti kondisi Siri saat ini selain Jeje. Termasuk dengan Archie yang kebingungan menatap kepergian Siri dengan mobil wanita itu dan Jeje mengikutinya. Archie tidak yakin bahwa dirinya bisa menjaga Siri jika melihat dirinya tak dilibatkan seperti ini oleh Jeje dan Siri.
[Bab 45 udah up di Karyakarsa, mulai masuk intrik sama si Demon, yes.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy's In Hurry / Tamat
ChickLitPerkenalkan Archie, seorang duda beranak satu yang didorong orangtua untuk segera menikah kembali karena tak mau cucu mereka mendapati kebiasaan one night stand Archie yang semakin menjadi. Bertemu dengan Siri, pemilik bisnis khusus 'kewanitaan' ya...