Jeje sedang memikirkan bagaimana mengatakan pada Archie mengenai tugas yang harus pria itu emban menuju pada sah-nya Archie untuk menjadi pasangan hidup Siri. Masalahnya ini bukanlah tugas biasa suami untuk istrinya, ini termasuk tugas kemanusiaan yang tidak bisa begitu saja dianggap enteng. Masalah lainnya adalah ... Siri tak siap membagi masalah ini dengan Archie, yang artinya Jeje tidak memiliki wewenang tinggi untuk keputusan wanita itu atas semua kisah hidupnya. Memang harus Siri yang mengatakannya sendiri pada Archie. Namun, Jeje sudah tak bisa sabar menunggu hal itu terjadi!
"Archipelago ... yuhuuu!"
Archie yang sedang membersihkan isi mobilnya karena tiba-tiba tidak suka dengan aroma mobilnya sendiri menatap Jeje dengan bingung.
"Kenapa?" tanya Archie.
"Can we talk?" Archie mengerutkan kening. "Just two of us," tambah Jeje yang menambah kerutan di dahi Archie.
"Ada maksud apa?"
Jeje yang menyadari kewaspadaan pria itu langsung memutar bola mata. "Please, deh! Gue bukan naksir sama lo dan mau nikung Siri. Gue serius mau ngomong sesuatu, and it is related to Siri."
"Sejujurnya gue nggak keberatan, tapi gue nggak lagi dalam mood yang bagus."
Jeje membalas dengan cepat, "Ewhh, looks like you were the one who got pregnant here."
Archie hanya mengangkat kedua bahunya karena dia juga tak mengerti dengan dirinya sendiri yang rumit melebihi Siri.
"Yaudahlah, kita bicara di ruang rapat aja kalo gitu."
"Kenapa sama ruangan lo?"
"The room is part of my privacy," ucap Jeje yang tak ingin siapapun menjadi gangguan baginya. Entah itu mengganggunya secara langsung atau mengganggu ruang pribadinya.
"Oke. Habis gue beresin mobil dan ganti pewanginya."
Jeje mengibaskan tangannya. "Whatever."
Archie sudah siap untuk diajak bicara, tapi sekarang Jeje yang bingung untuk membicarakan segalanya. Ini adalah bagian dari masa lalu Siri yang kebetulan saja Jeje menjadi saksi nyata bagi wanita itu. Hari ini juga, Jeje menjadi penghalang Virginia untuk mendatangi Siri dan mengacaukan fokus Siri yang akan membangun kehidupan baru bersama Archie.
Sepuluh menit waktu yang dibutuhkan oleh Archie untuk naik ke lantai dua dan menemui Jeje yang sudah duduk di salah satu kursi dengan tangan menekan dagu dan tatapan menerawang ke atas meja tanpa menyadari kedatangan Archie yang memilih mengetuk permukaan meja untuk meluruhkan lamunan Jeje.
"Jadi atau nggak ngomong seriusnya?" tanya Archie seraya membuka kaleng coca cola.
"Siri jangan sampe tahu, ya, Archipelago."
"Kenapa?"
Jeje menghela napasnya. "Karena ini memang soal Siri. Dia nggak mau ada yang tahu soal masa lalunya, tapi ... ada masalah yang akan datang dari masa lalunya. Kalo lo nggak tahu, pasti nanti bakalan ada kesalahpahaman."
Archie mengangguk paham dan meminta Jeje langsung saja pada intinya.
"Beberapa tahun lalu, Siri punya sahabat dan banyak kejadian yang menurut gue janggal. Siri nggak diundang ke acara nikahan sahabatnya itu dan gue yakin ada masalah diantara mereka berdua sejak awal, tapi Siri ngotot kalo nggak ada masalah sama sekali." Jeje melirik Archie yang ternyata mendengarkan dengan baik. "Singkat cerita, Siri pengen punya anak sendiri."
Archie menatap Jeje dengan sedikit bingung. "Ya ... dan dia akhirnya bisa punya anak, kan?"
Jeje dengan ekspresi melongo. "Kok, lo bisa tahu?"
Archie mengangkat bahunya. "She tell me," jawabnya.
"Dia single sejak lama. Saat gue kenal dan kerjasama sama dia, Siri nggak punya pacar atau teman tidur. Dan lo nggak curiga gimana dia bisa dapetin anak?"
"Dia cerita semua bagian itu, Je. Gue tahu dia pernah punya anak dari program yang Siri sebutin itu." Archie menghela napasnya dan bergumam, "Itu pasti susah banget buat Siri. Sampe dia takut kehilangan anak lagi kalo menikah dan hamil."
"Ya, dia depresi berat karena hal itu. Parahnya lagi nggak ada orang yang tahu, bahkan papi dan maminya Siri. Gue ada waktu Siri depresi karena waktu itu SIRIUS udah mulai berkembang. Gue handle SIRIUS dan menjadi saksi Siri berusaha bangkit dari depresinya."
Kini Archie merekam semua kilasan saat Siri bisa langsung menyayangi Serein meski baru pertama kali bertemu. Wanita itu pasti mengingat bayinya yang tidak pernah bisa disayangi secara langsung. Siri pasti merindukan anaknya dan menganggap Serein adalah anak yang bisa diberi kasih sayang sesungguhnya.
"Tapi ada yang belum gue tahu soal satu hal." Archie membuat Jeje menunggu kalimatnya selanjutnya. "Siapa, sih, perempuan itu? Orang yang tega ngambil seorang anak dari ibunya?"
Jeje menarik napas dalam dan menjawab, "Sebelum kebagian itu, gue mau sampein hal lain. Lo harus tahu dan gue mau minta tolong ke lo."
"Minta tolong apa?"
"Pastiin Siri nggak hilang kendali saat mendengar kabar baru dari perempuan sialan itu."
Archie yang tidak mengerti meminta penjelasan Jeje secara langsung. "Bagian itu, gimana maksudnya?"
"Tadi perempuan itu dateng ke sini dan mau minta darahnya Siri. Katanya anak yang dibawanya itu dalam kondisi buruk dan butuh darah Siri, tapi gue nggak percaya. Ini pasti ada hubungannya buat pake darah Siri buat si perempuan sialan itu pake untuk nunjukkin bukti kalo dia ibu kandung si anak."
Kepala Archie pusing seketika. Seberat ini masalah yang dialami oleh Siri dan wanita itu bersikap seolah tidak ada yang perlu dicemaskan. Archie bahkan terkecoh dengan sikap tangguh dan percaya diri yang Siri miliki. Rupanya, dibalik seluruh kehebatan Siri, ada luka lebar yang tak bisa disembuhkan tanpa kehadiran anak yang tidak Siri peluk sendiri. Archie saja bisa stres bila tidak mendengar ocehan Serein beberapa waktu, apalagi Siri yang tidak bisa mendengar atau melihat anaknya?
"Gimana mungkin gue bisa lindungin Siri kalo lo nggak ngasih tahu siapa nama perempuan kurang ajar itu?!" ucap Archie yang mendadak kesal sendiri. "Udahlah, jangan main rahasia-rahasiaan lagi sama gue, Je!"
Tentu saja Jeje bingung bukan main dengan tuntutan Archie ini. "Ya, sabar! Dasar nggak sabaran! Lagian Siri maunya ini jadi rahasia tahu!"
Archie menghela napas kesal. "Gue yang denger, Je. Lo masih nggak bisa percaya sama gue?"
Jeje sangat percaya Archie akan menjaga Siri, tapi Jeje merasa sangat keterlaluan jika membuka nama mantan sahabat Siri itu.
Jeje berlagak seolah dirinya memiliki rambut panjang dengan mengibaskan tangan di depan wajah ke samping. Setelah menghela napas berulang kali, Jeje akhirnya menjawab. "Namanya Virginia. Pokoknya kalo ada pesan atau panggilan dari perempuan yang namanya Virginia jangan pernah lo angkat, oke."
Tunggu, tunggu? Archie jelas tertegun dengan nama yang Jeje sebutkan hingga membuat telinganya berdengung dan kepalanya semakin pening. Virginia? Nggak mungkin nama Virginia cuma dipake satu orang, kan?
[Yang mau baca duluan bisa di Karyakarsa, ya. Sekarang udah bab 33, nanti malem nambah.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy's In Hurry / Tamat
ChickLitPerkenalkan Archie, seorang duda beranak satu yang didorong orangtua untuk segera menikah kembali karena tak mau cucu mereka mendapati kebiasaan one night stand Archie yang semakin menjadi. Bertemu dengan Siri, pemilik bisnis khusus 'kewanitaan' ya...