CH. 41

3.5K 709 18
                                    

Archie tidak melupakan gerakan tubuhnya yang konstan meski sudah membawa pelepasan pertamanya istrinya bermenit lalu. Ketika tatapannya dan Siri melebur, diubah menjadi kabur akibat menyatunya dua sisi depan wajah mereka, Archie tahu dia harus tetap berhati-hati membawa irama percintaan mereka di malam pertama yang banyak dimaknai bersama disertai dengan faktor kehamilan Siri yang harus dijaga. 

Banyak kata yang diungkapkan oleh Archie melalui gerakan tubuhnya yang bergoyang indah di atas tubuh Siri. Dianggap begitu mencintai perempuan itu pun tak masalah sama sekali. Archie memang bucin tingkat dewa saat ini. Persetubuhannya dengan Siri juga mengikat perasaan Archie hingga ke tulang dan inci otaknya. Siri seolah menjadi dewa di dalam pikiran pria itu.

"My Star ...."

Archie mengulang-ulang nama Siri beriringan dengan gerakannya. Suara lenguhan, erang nikmat, dan desah kepuasan mencari titik pulih mereka. Yang mereka tahu, tubuh mereka tidak akan pulih sebelum usai menyelesaikan kegiatan malam pertama ini dengan kepuasan yang digapai.

Sirius menarik rambut suaminya dengan erat. Menyampaikan sensasi yang menguasai tubuhnya juga dengan cakaran di punggung pria itu. Namun, Archie seolah tidak merasakan kesakitan apa pun meski disiksa dengan demikian. Mungkin efeknya akan terasa setelah mereka tersadar dari dunia surgawi versi mereka.

"Hahhh, cum—give that cum!" seru Sirius dengan cepat dan nafas terputus-putus.

Archie mengiyakan dengan jelas persetujuan atas titah istrinya. Dia suka dengan ucapan Siri yang menandakan bahwa diri pria itu diinginkan.

"Together," ucap Archie sembari menurunkan wajahnya lagi untuk mencium bibir istrinya.

Di dalam mulut Siri, pria itu menggeram seiring dengan datangnya gelombang cinta yang mengisi dan mencuat keluar karena begitu banyak yang tertuang.

"It feels nice!" Siri langsung mengungkapkan rasa bangga atas kemampuan Archie memenuhi kebutuhannya.

Archie tahu dia memang mampu untuk membuat istrinya senang, tapi tetap saja rasanya luar biasa mendengarkan pujian dari bibir wanita itu secara langsung.

"Thank you. Aku tahu aku sehebat itu."

Siri memukul dada pria itu tidak dengan tenaga yang sebenarnya. Siri meminta pelukan dari suaminya dengan posisi miring usai segalanya didapatkan: pernikahan, keluarga, anak, cinta, dan segala yang selama ini tidak Siri bayangkan mampu dirinya dapatkan.

*

Virginia tahu dirinya sudah dipermalukan habis-habisan. Dia kacau karena pulang dan Guvran menatapnya dengan mata yang seolah berkata—kamu terlalu memalukan dengan penampilan bodohmu itu. Hari itu membuat Virginia marah, sangat menggila, karena pengalaman memalukan yang tertanam di kepalanya.

"Aku nggak maafin dia," ucap Virgi mengobati luka di cakaran dari Siri yang masih membekas di wajah Virgi.

Wanita itu meringis karena rasa perih menjalar dan semakin mengingatkan bagaimana menyebalkannya Siri yang menyerangnya membabi buta.

"Kamu bodoh sekali membiarkan dia tahu mengenai anaknya."

Guvran tidak membantu sama sekali. Virginia mendesah kesal dan membalas kakaknya, "Takdir yang bodoh membuat semuanya berjalan sia-sia. Kenapa juga Archie dan Siri pada akhirnya kenal dan dekat? Bahkan aku bisa lihat kalo mereka nggak main-main dengan perasaan yang mereka punya."

"Terus kamu akan mengalah?" tanya Guvran yang kini benar-benar menjadi pengangguran. "Hidup kita sudah sangat berbalik, Gi. Kamu harus bisa mendapatkan kejayaan lagi."

Virgi menatap tajam kakaknya yang hanya bisa memaksa dan memaksa tanpa ada usaha.

"Apa nggak bisa kakak aja yang bergerak dan aku menunggu keberhasilan!? Aku gondok berurusan sama Sirius terus menerus!!! Dari zaman sekolah sampai sekarang, nggak ada kompetisi yang aku menangkan kalo ada dia!!"

Baik itu kompetisi sebenarnya atau bentuk kompetisi dalam kehidupan, keduanya tidak ada yang Virgi menangkan sama sekali.

"Aku benci ketika kamu menyerah dengan alasan aku yang harus bergerak, Virgi. Padahal kamu tahu sendiri aku terjebak dalam permainan Demozza karena ulah Sirius. Kalo aja Demozza nggak membalikkan semuanya, aku juga nggak akan nyuruh kamu mengurus Sirius yang sekarang bersenang-senang dengan suamimu!"

"Archie bukan suamiku lagi, tapi kenapa kakak selalu menyebutnya seperti itu, sih!?"

Guvran membentuk senyuman miring. "Karena dia memang aku anggap suamimu. Potensi untuk mendapatkan segalanya dengan akses mudah. Aku udah lama nggak minum-minum di bar miliknya. Dia nggak mengizinkan aku masuk—"

"Bisa berhenti bahas itu!? Minum-minum aja yang ada di pikiranmu, hah!? Keliatan banget kerdilnya! Katanya mantan pimpinan, tapi nggak jelas jalani hidup."

Guvran berdecih dan meludah di lantai untuk mengejek ucapan Virginia. "Kamu nggak tahu apa pun! Karena kebodohan kamu dulu, aku jadi mengalami kemunduran begini! Bodoh!"

Virginia beranjak dan keluar dari rumah tersebut. Rumah sederhana yang selalu menjadi tempat pulang sejak Guvran gagal mempertahankan perusahaan mendiang orangtua mereka.

"Virgi! Jangan bersikap nggak sopan kamu! Mau ke mana dengan wajah bodoh kamu itu!?" teriak Guvran.

"Pergi cari cara! Usaha biar nggak miskin terus! Dasar pengangguran!!"

Begitulah mereka. Sejenak saling mendukung, lalu terlupa dukungan apa yang ingin dijalani hanya karena ambisi dan harta semata. Keduanya sibuk saling menyalahkan dan tidak tahu diri. Untuk itulah, Virgi berusaha mengalah karena merasa waras.

*

Demozza tidak mengerti dengan dirinya sendiri yang terlalu banyak bekerja belakangan ini. Tubuhnya lelah dan dia tidak tahu cara membuat diri kembali tenang.

Ketika pintu ruangannya diketuk, penjelasan dari sekretarisnya membuat Demoz sedikit terkejut. "Maaf, Pak. Ada perempuan bernama Virginia Sweety yang mau menemui Anda. Dia mengaku—"

"Bawa dia masuk. Saya kenal." Demoz tanpa menunggu ucapan sekretarisnya selesai menyahuti untuk memberi izin.

"Baik, Pak."

Demoz tidak menyangka bahwa adik Guvran yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat Sirius akan datang padanya.

"Selamat siang, Virginia!" sapa Demozza tidak menunjukkan perangai buruk sama sekali.

Ya, pria itu memang biasa saja, normal, dari kacamata biasa pula. Tidak akan ada yang menyangka bagaimana obsesi bisa membuat pria itu menjadi ganas dan tidak terbaca.

"Aku nggak mau basa basi," kata Virginia.

Demoz mengangguk perlahan dan mempersilakan duduk Virgi.

"Butuh minum?" tanya Demozza.

"Nggak." Virgi menolak tawaran minum dari pria itu. "Aku mau kamu datang ke Bar&Stone malam ini."

Demozza memgernyit hingga Virginia mengatakan kembali fakta yang pasti akan membuat Demoz suka mendengarnya.

"Bar& Stone adalah bar terkenal yang bisa membuat kamu merasa lebih tenang."

"Aku nggak pernah membaginya dengan orang lain. Kamu pasti mencari tahu dan apa yang sebenarnya kamu inginkan dengan meminta aku ke bar tersebut?"

Virginia merogoh selembar foto lama di dalam ponselnya.

"Sudah sangat lama kamu mencari keberadaannya, kan?" ucap Virgi.

Foto yang menampilkan wajah semasa kuliah Siri menghinggapi penglihatan pria itu.

"Jika kamu masih menginginkannya, datang ke Bar&Stone untuk mempertemukan kita berempat. Aku, kamu, Siri, dan ... satu pemeran tambahan yang akan kamu kenal sebagai perusak."

Virgi tahu bahwa menghasut Demoz pasti akan membawa keberuntungan—entah seberapa jauh.

Tunggu tanggal mainnya, Siri!!

{Bab 52 udah bisa kalian baca duluan di Karyakarsa, ya. Happy reading!}

Daddy's In Hurry / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang