CH. 37

3.7K 771 45
                                    

Archie tidak bisa tidur sama sekali di kamar tamu. Dia memberikan banyak waktu untuk Siri dan Rein agar keduanya bisa menebus rasa rindu yang kadarnya menjadi berbeda karena Siri mengetahui fakta sebenarnya. Archie juga sejujurnya ingin ikut untuk bisa menghabiskan waktu bersama Siri dan Rein. Namun, menganggu waktu ibu dan anak itu akan mengacaukan apa yang ingin keduanya bangun. 

"Coba lihat aja, deh. Janji nggak bakal ganggu." Archie menguatkan tekad sendiri.  Padahal tidak ada yang peduli jika dirinya tidak kuat menahan diri untuk mendekati Siri dan putra mereka. 

Memberikan waktu bersama agar Siri dan Rein lebih dekat memang perlu dilakukan. Waktu mereka memang dihabiskan oleh banyak kesalahpahaman dan drama yang suka tak suka memang diciptakan oleh Virginia. 

Archie mengintip dari pintu yang tidak tertutup rapat, kegiatan Siri dan Rein adalah tidur berpelukan dan masih asyik mengobrol. Serein bersikap seolah dirinya memang teman mamanya, bukan anak kecil yang tidak paham banyak hal. 

"Moma ana yadi?" 

Siri terlihat mengusapi rambut putranya dan menjawab, "Moma lagi kaget tadi. Maafin moma karena langsung pulang, ya." 

Rein terlihat menganggukan kepala dan tidak memberikan balasan lagi karena sibuk melarikan jemarinya mengitari wajah Siri. Siapapun tahu bagaimana rasa rindu Rein akan kehadiran seorang ibu tergambarkan dengan tingkah lakunya saat ini.

"Moma yantik!" seru anak itu memuji momanya.

Senyuman Sirius hinggap dan memabukkan Archie yang sibuk mengintip dari pintu tanpa ada yang sadar.

"Terima kasih," balas Siri.

"Yein cayaaaanngg moma!"

"Iya. Moma juga sayaaaanggg Serein."

Menjadi bagian dari kegiatan yang tidak bisa disia-siakan. Archie akan selalu menatap kegiatan itu dengan hati yang mendamba. Kapan dirinya pernah melakukan ini? Mengintip kegiatan anak dan ibu Rein? Virginia tidak bisa menunjukkan sisi keibuan yang sebenarnya. Virginia hanya membawa Rein dan mengaku trauma jika mendengar tangisan Rein—yang Archie ketahui sebagai bentuk dari ketidakinginan perempuan itu untuk mengasuh bayi yang bukan putranya sendiri.

"Sebaiknya Rein tidur," ujar Siri seraya mengusap wajah anaknya yang menikmati perhatian momanya.

"Cama moma." 

"Iya, sama moma. Nggak akan moma kemana-mana, moma di sini sama Rein." 

Segala hal terasa lebih mudah ketika tujuan hidup bisa terlihat. Archie yang semula tak mau mencari pasangan hidup dan mengaku tak mau menetap dengan satu perempuan akhirnya memiliki tujuan untuk mengambil komitmen pada Siri dan membangun keluarga bersama wanita itu. 

Siri memilih menepuk pelan bokong putranya dan membawa anak itu ke alam tidur dengan tenang. Siri enggan menangisi keterlambatan yang ada, karena Serein adalah segalanya bagi perempuan itu. Menyambut Rein tidak boleh ada tangis agar anak itu tak salah paham padanya. 

"Moma minta maaf, ya. Maaf karena terlambat, tapi moma nggak mau menangis lagi supaya kamu nggak mengira moma kecewa atau sedih karena kamu." 

Archie tanpa sadar menitikkan airmatanya. Pria itu merasa bodoh karena menangis dan tidak bisa mengendalikan diri akan rasa haru atas apa yang dirinya lihat. Hidup Archie belum pernah secerah ini, dia tahu segalanya akan lebih mudah bila cinta menghinggap dihidupnya, tapi kegagalan juga bukan berarti tak membawa kebahagiaan dalam hidupnya. 

Membalikkan tubuh, Archie mengusap wajahnya dengan brutal. "Sialan. Kenapa jadi cengeng begini, sih!?" Archie memaki dirinya sendiri. 

Daripada mengganggu waktu Siri dan Rein, pria itu memilih untuk pergi dari sana dan berangkat ke alam mimpi. 

*

"Ngapain semalem ngintip?" tanya Siri yang langsung membuat Archie tersedak. 

Serein yang masih terlelap tidak Siri bangunkan karena anak itu bisa mendapatkan waktu untuk tidur lebih lama dan nyenyak. Sesuai dengan cerita yang pernah Archie sampaikan, Rein lebih sering bangun lebih awal ketimbang pria itu yang dituntut pekerjaan. Jadi, Siri tak mau mengganggu waktu tidur Serein. 

"Kamu tahu?" tanya Archie.

"Tahu. Memangnya badan kamu kecil? Kamu itu punya badan besar yang membuat aku menghafalnya diluar kepala."

Archie hampir kembali meludahkan makanannya karena pikiran pria itu menjadi menerawang kemana-mana. 

"Kamu hafal?" Pertanyaan itu lebih mirip dengan tantangan bagi Siri. 

"Iya. Kamu nggak percaya?" 

Memberikan tatapan menggunakan alis yang naik sebelah, Siri tidak menyadari bahwa Archie memiliki adegan di kepala yang merepotkan jika tak dibantu diselesaikan. 

"Aku yang lebih nggak percaya dengan diri kamu, Archie. Aku nggak yakin kamu hafal diriku—"

Archie sudah lebih dulu mengambil langkah untuk mendudukkan tubuh istrinya di atas meja makan setelah mendorong menu sarapan lebih dulu. Pria itu mengejutkan Siri hingga mengakibatkan wanita itu mengalungkan lengan dengan cepat untuk berpegangan. 

"Aku nggak hafal bentuk tubuh kamu? Pemikiran sok tahu dari mana itu?" Archie menggunakan telunjuknya untuk mengikuti bentuk wajah sang istri. 

Siri menyunggungkan seringai untuk semakin membuat adrenalin Archie terpacu. "Kehamilan membuat tubuhku banyak berubah, My plus one. Nggak akan ada bagian yang sama lagi dan kamu mungkin akan kebingungan dengan perubahannya. Maka dari itu, aku nggak yakin—"

Bibir Siri dibungkam dengan ciuman dalam dan menuntut. Archie sama sekali tidak memiliki waktu untuk mendengarkan kalimat pancingan Siri. Pria itu ingin bekerja secepat mungkin dan mendapatkan doping dari calon istrinya itu dengan hormon-hormon cinta. 

"Kebanyakan laki-laki memang nggak mau mengakui kalau diri mereka lupa dan nggak paham dengan wanita." 

Kening Archie mengerut dan merasa keheranan. "Tadi kita bahas bentuk tubuh, My Star, bukan nggak paham wanita." 

Siri menjilat permukaan bibir Archie dan menarik pria itu lebih erat tanpa mau melepaskannya agar Archie tidak memiliki pilihan lain selain meladeni godaan wanita itu. 

"Sama aja. Kamu nggak paham bentuk tubuhku, itu berarti—ehm ..." Siri memejamkan matanya dan tidak bisa meneruskan kalimatnya sendiri. 

Jemari pria itu menginvasi bagian diri Siri yang tidak disangka akan dijangkau pria itu. Paha bagian dalam Siri diusap dan sengaja Archie menggodanya dengan menyentuhkan jemari pria itu ke permukaan kain tipis membungkus bagian pusat tubuh Siri. 

"Ehm, what?" sahut Archie di depan bibir Siri. Wanita itu mendongak dan tenggelam dipermainan fisik yang pria itu ciptakan. 

Siri menelan ludahnya susah payah. "Aku nggak bisa ..."

"Hm? Nggak bisa apa?" 

Siri mendesiskan nama Archie dan mencengkeram pundak sang pria ketika salah satu jemari Archie menyusup dari celah celana dalam Siri untuk menggoda. 

"I can't breathe, Archie. I can't wait ... to fuck with you." 

"Hum? You look so cute when your brain is stuck in that 'thing', My Star.

Ini pagi yang panas. Archie dan Siri bahkan bisa melakukan fingering sepagi ini tanpa takut ketahuan, apalagi mereka ada di ruang makan. 

"You look so damn good with this ability, My plus one.

Panggilan my plus one dari Siri menyenangkan hati Archie hingga pria itu memaksa wanitanya menumpuk berat tubuh ke belakang dengan tangan yang berpegangan di permukaan meja. Ciuman mereka membara dan tangan Archie semakin tak bisa diam untuk membuat kepuasan datang dalam diri Siri. 

Ketika Archie akan membawa Siri pada pelepasan pertamanya, suara kecil menghentikan kegiatan mereka dengan cara paling dramatis. 

"Angan popa napa dayem ceyana moma?" 

Archie mengumpat pada keadaan super memalukan ini.

[Udah baca bab 48? Siri ketemu sama si dalang masalah sebenarnya 😱]

Daddy's In Hurry / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang