"I don't know what's wrong with you, Siri. But, I don't want to leave you."
Archie akan menjadi pria paling keras kepala untuk situasi yang terjadi saat ini. Meski Siri mengusirnya berulang kali, tidak akan ada yang Archie ikuti. Jika yang diminta Siri adalah menemani wanita itu ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisi, maka Archie akan bergerak untuk menggendong tubuh Siri saat itu juga. Namun, untuk pergi? Archie tidak ingin melakukannya walau benaknya kacau menebak bahwa Siri tak mau bersamanya.
Pikiran buruk mengenai Siri yang tak mau bertemu atau menatapnya membuat Archie meragukan apa yang mereka jalani dalam beberapa minggu yang berlalu. Apa wanita ini tidak merasakan hal yang sama dengan Archie? Namun, desahan Siri yang ketika diingat kembali oleh Archie membayangi, jawaban tak suka jelas mustahil. Siri menyukainya, bahkan bisa dikatakan mendamba kehadiran Archie.
"Kamu ngomong apa, sih? Aku nggak sedang dalam kondisi krisis. Kamu juga kenapa nggak mau ngerti untuk ngasih aku privasi? Wajah kamu itu ... entah kenapa nyebelin untuk aku lihat, Archie."
"Kasih aku alasan tepat kenapa kamu nggak suka melihat wajahku."
"Nggak ada alasan khusus. Aku memang nggak ingin menatap kamu dulu. Lagi pula kita akan bertemu kalo sudah diwaktu yang tepat."
Archie memasang wajah datar. "Sekarang bukan waktu yang tepat? Kamu bahkan demam dan membuat aku kebingungan."
Siri memejamkan matanya sesaat dan menepuk sisi kursi yang ditempatinya saat ini. Archie tidak menolak sama sekali dengan izin yang diberikan wanita itu, ia memanfaatkannya dengan sangat baik.
"Duduk di sini, peluk aku, dan jangan tunjukkin muka kamu ke aku. Understand?" Siri berkata dengan mata terpejam. Sepertinya memang wanita itu tidak bisa menahan diri untuk menatap Archie.
"Aku nggak bisa lihat kamu kalo gitu, Siri."
"Jangan rewel, deh, Ar. Nanti aku usir kamu dari sini kalo kamu rewel!" serunya dengan kesal.
"Oke, oke. Aku nggak akan bantah."
Pelukan diberikan Archie pada Siri dan wajah wanita itu berada di dada Archie dengan nyaman. Mereka terdiam untuk sejenak, Archie menggerakkan tangannya untuk mengusap punggung Siri perlahan.
"Apa ada yang mengganggu kamu? Aku merasa kamu bukan diri kamu sendiri, Siri."
Tidak ada jawaban yang wanita itu berikan atas pertanyaan Archie. Entah Archie yang kurang jelas menanyakannya atau memang Siri yang tak mau membahas apa pun dengan Archie.
"Sejauh ini, apa kamu nggak merasa kedekatakan kita menunjukkan ke arah positif?"
"Aku nggak hamil," ucap Siri tiba-tiba.
"Siapa yang bilang kamu positif hamil?" tanya Archie dengan kening mengerut.
Tubuh Siri menegang dalam pelukan Archie. Jelas saja membuat tanya besar. "Kamu hamil? Kenapa kamu bahas duluan?"
"Apa, sih, Ar. Aku udah bilang aku nggak hamil."
"Biasanya kalo orang bahas sesuatu diluar konteks dan nggak jelas, itu berarti dia lagi mikirin sesuatu dan lagi mencoba menyangkalnya."
Tebakan itu membuat Siri semakin tak nyaman berada dalam pelukan Archie. Usahanya menghindari pria itu tidak berhasil hingga sekarang Siri tak ingin menatap Archie agar tak bisa dibaca.
"Aku males ngomong sama kamu, Ar. Mendingan kamu pulang."
"Aku khawatir sama kamu, dan niatnya aku mau meluruskan hubungan ini."
"Kalo kamu khawatir sama aku, berhenti bikin kepalaku pusing, Ar."
Archie mengalah dan membuat gerakan mengurung tubuh Siri agar tak kabur. Diciumnya puncak kepala Siri dan memberikan usapan teratur pada rambut wanita itu hingga membuat nyaman dan tenang Siri.
Semua perhatian kecil itu sejujurnya membuat Siri merasa semakin dilema. Dia tidak ingin membuat masalah dalam hidupnya semakin rumit. Jika Archie tahu mengenai dirinya yang pernah mengandung dan melahirkan, pria itu pasti menebak-nebak dari mana dan dimana anak yang Siri pernah lahirkan.
"I like you, Siri. Mungkin sekarang aku belum bisa bilang I love you, tapi aku ingin hubungan ini berhasil. Rein bahkan udah sebut kamu sebagai moma-nya. Dia sayang sama kamu meskipun baru beberapa kali ketemu. Kamu juga sayang Rein, aku bisa melihat itu dari mata kamu. Kita juga punya ketertarikan satu sama lain yang nggak bisa ditolak. Tapi kamu masih menggantung aku dan hubungan ini. Bahkan aku belum dapet nomor telepon kamu, padahal kita udah sering naked bareng."
Siri tak ingin menyakiti Archie dan Rein. Dia masih mempertanyakan pada dirinya sendiri mengenai kasih sayangnya terhadap balita itu. Siri tak ingin nantinya Archie menyimpulkan bahwa perasaan sayangnya pada Rein adalah karena menganggap Rein sebagai anak Siri yang hilang.
"Kenapa kamu nggak bawa Rein ke sini?" tanya Siri berusaha menekan keinginannya untuk menangis.
"Kamu mau ketemu sama Rein?"
"Ya. Aku kangen sama dia."
Siri bisa merasakan senyuman Archie di kepalanya. Meskipun siri tak tahu perasaan sayang macam apa yang ia punya untuk Rein, yang pasti Siri ingin melihat anak itu saat ini.
"Aku akan minta sopir--"
"Kamu yang jemput. Aku nggak mau Rein berangkat ke sini tanpa pengawasan kamu. Aku nggak mau dia kenapa-napa dengan orang lain yang bukan orangtuanya."
Archie tertegun dan tanpa bisa menahan diri lagi melonggarkan pelukan mereka, menangkup wajah Siri dan menciumnya dalam. Perasaan yang mereka miliki tertaut dan menggebu. Namun, Siri bukan dalam kondisi mengutamakan cinta lagi. Hidupnya sudah hancur sejak lama, dan dia berkomitmen tak mau menghancurkan angan-angan orang lain, termasuk Archie.
"Aku akan jemput Rein. Kamu jangan kemana-mana."
Siri mengangguk dengan patuh saat Archie mengusap bibir basah wanita itu.
Archie terlihat bahagia sekali, mana bisa Siri menghancurkan kebahagiaan itu? Hatinya berdenyut membayangkan kekecewaan yang akan Archie rasakan nantinya.
Ketika pria itu akan mencapai pintu, Siri yang setengah melamun langsung memanggil nama pria itu. "Archie."
"Ya?"
Siri mengangkat tangannya seakan meminta sesuatu. "Mana handphone kamu?"
"Buat?"
"Just give your cellphone, Archie."
Archie menurutinya, memberikan ponsel kepada Siri dan menunggu wanita itu mengetikkan sesuatu di sana.
"Ini." Siri mengembalikannya pada Archie. "Call me when you arrive with Rein."
Archie tidak sempat untuk melamun atau mencium wanita itu karena Siri lebih dulu beranjak dari kursi dan menuju pintu yang Archie tebak kamar wanita itu.
"Jemput Rein sekarang!" seru Siri sebelum menutup pintu itu.
Archie merasa usahanya tidak sia-sia karena sekarang dirinya sudah berhasil mendapatkan nomor wanita itu yang berarti kemajuan dalam hubungan mereka memang nyata. Archie diterima!
"Thanks, Moma!"
Archie membuka layar kunci ponselnya dan melihat nama apa yang disimpan oleh Siri.
REIN'S MOMA
Archie tidak bisa lebih bahagia lagi karena wanita itu memberikan semua yang Archie inginkan. Ini seperti mimpi yang menyenangkan.
Rein, Popa berhasil mendapatkan moma buat kamu.
[Nungguin Om Archie, nggak? Kalo nungguin kasih komen unik, ya.
Oh, iya. Kalian punya visualisasi Om Archie sama Mbak Siri, nggak? Aku pengen bikin sesuatu buat mereka soalnya.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy's In Hurry / Tamat
ChickLitPerkenalkan Archie, seorang duda beranak satu yang didorong orangtua untuk segera menikah kembali karena tak mau cucu mereka mendapati kebiasaan one night stand Archie yang semakin menjadi. Bertemu dengan Siri, pemilik bisnis khusus 'kewanitaan' ya...