CH. 8

6.4K 1K 76
                                    

Dalam perkembangan pendekatan Archie pada Siri adalah hubungan ranjang mereka yang hebat. Hingga saat ini Siri masih belum mau memberikan nomor pribadinya pada Archie hingga pria itu harus terus datang ke kantor dimana wanita itu berada. Meski risikonya harus seperti ini, menunggu tanpa tahu kepastian kapan Siri akan tiba di depan wajahnya.

Setiap pagi dia selalu bertemu muka dengan Mila—resepsionis yang memang berjaga hingga teman pengganti shift-nya datang. Siri harus akui, Siri sukses besar dengan karirnya hingga memiliki kantor yang interiornya melebihi hotel kelas atas. Pegawainya saja tidak main-main, seragamnya unik dan elegan. Menunjukkan lekuk tubuh tapi tidak norak. Setiap hari warna pakaian Mila juga berganti dengan corak yang berbeda-beda. Archie harus mengakui lagi bahwa trik tersebut mampu membuat tamu yang datang ke sana nyaman dengan pemandangan di dalamnya, baik itu bangunannya ataupun pegawai yang menyambutnya.

"Pagi, Bapak Archipelago. Mau bertemu Ibu Artemisia?" sapa Mila dengan sopan. Sudah menjadi kebiasaan Archie datang untuk menemui Siri.

"Betul. Boleh tahu jadwalnya?" tanya Archie.

"Mohon maaf, Pak. Untuk jadwal Ibu Artemisia yang mengetahuinya hanya Mas Jeje. Mungkin Bapak bisa menghubungi Ibu Siri untuk mengetahui jadwal dan detail tempat yang akan didatangi."

Archie menggeleng. Dia malu untuk mengatakan bahwa sampai saat ini dia belum mengantongi nomor Siri.

"Tolong pastikan saja Siri ada di kantor atau nggak, saya akan menunggu."

Mila mengiyakan dan meminta Archie untuk duduk santai di sofa yang disediakan. Bahkan Mila juga sudah berinisiatif meminta OB untuk menyuguhkan teh hangat dan satu slice kue yang sepertinya khusus dibuat oleh chef di sana. Siri mungkin sudah memberikan aba-aba ini sejak Archie terlalu sering datang dan menunggu di kantor wanita itu.

"Pak, maaf hari ini Ibu Artemisia mengosongkan jadwal ke kantor." Mila memberikan jawaban atas pertanyaan Archie mengenai keberadaan Siri.

"Dia nggak masuk kantor? Kenapa? Sakit?"

Beberapa hari lalu Siri sudah mulai sulit ditemui. Terhitung mereka bertemu lima kali dan pertemuan terakhir dua hari lalu itu Siri terlihat sulit fokus dan sibuk dengan dunianya sendiri.

"Untuk alasan personal saya tidak tahu, Pak. Mungkin Bapak ingin bertanya pada mas Jeje?"

"Dia ada di kantor?"

"Ada, Pak. Selama Ibu nggak ada masuk kantor, mas Jeje yang mengurus semuanya."

Archie mengangguk tanpa ragu. "Saya mau bicara dengan Jeje."

Mila mengiyakan dan mengosongkan meja dengan meletakkan papan kecil bertuliskan 'Istirahat' selama perempuan itu memandu Archie menuju ruangan Jeje.

"Karena mas Jeje nggak punya asisten, dan nggak suka berkomunikasi lewat telepon dengan banyak orang, makanya saya tunjukkan ruangannya ke Bapak, ya. Nanti ketuk saja pintunya sampai mas Jeje menyahut."

"Kenapa harus menunggu dia menyahut?" tanya Archie tak memiliki bayangan apa-apa.

"Eh, itu ... karena terkadang mas Jeje juga melakukan beberapa aktivitas personal di ruangannya."

Jawaban Mila membuat kening Archie mengerut, tapi langsung paham ketika senyuman aneh Mila mengartikan sesuatu yang canggung untuk dibicarakan.

"Ah, oke. Saya akan pastikan dia menjawab setelah menyahut."

Dalam pikiran Archie, apa orang kantor tidak mendengar jika Jeje melakukan sesuatu di ruangannya? Apa ruangan itu kedap suara?

"Di sini, Pak. Silakan ketuk bagian ini, nanti suara mas Jeje akan muncul dari intercom untuk menyahut."

Daddy's In Hurry / TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang